Hary Tanoe Diperiksa 8 Jam dalam Kasus SMS Ancam Jaksa

Indonesia Police Question Trump Partner over Alleged Threats

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Hary Tanoe Diperiksa 8 Jam dalam Kasus SMS Ancam Jaksa
Hary Tanoesoedibjo tiba di Bareskrim Polri (Foto: MailOnline)

POLISI  memeriksa pengusaha Indonesia yang disebut sebagai mitra bisnis Presiden AS Donald Trump, Jumat, sebagai tersangka dalam kasus ancaman melalui pesan singkat kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.

Hary Tanoesoedibjo tampak tersenyum ketika memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri di Jakarta Pusat pada Jumat pagi dan keluar sekitar delapan jam kemudian.

Dia bersikeras bahwa dia tidak bersalah dalam kasus tersebut ketika menjawab pertanyaan pers.

"Saya menjelaskan bahwa saya tidak memiliki niat untuk mengancam," katanya. "Kalimat di SMS tersebut lazim digunakan."

Miliarder berusia 51 tahun, yang lebih dikenal dengan panggilan Hary Tanoe, dilarang meninggalkan Indonesia selama enam bulan atau dicekal setelah polisi meminta perpanjangan larangan perjalanan beberapa minggu yang diumumkan pada Juni.

Hary Tanoe dituduh mengirim ancaman melalui SMS awal tahun lalu kepada Yulianto, seorang petinggi di Kejaksaan Agung bidang pidana khusus terkait kasus korupsi pada 2009 yang berkaitan dengan Mobile-8 Telecom, perusahaan telekomunikasi yang pernah dia miliki.

Berdasarkan hukum Indonesia, menggunakan teknologi untuk mengancam orang dapat dihukum hingga empat tahun penjara.

Tanoe, yang merupakan tamu pada pelantikan Trump sebagai presiden, memiliki ambisi politik dan mengatakan bahwa dia akan mencalonkan diri sebagai presiden dalam Pilpres 2019 di Indonesia.

Konglomerat dari grup usaha MNC, yang memiliki banyak media, properti dan bisnis lainnya, sedang mengembangkan dua resor mewah di Indonesia yang akan dioperasikan oleh Trump Organization. Salah satunya adalah bagian dari pengembangan MNC yang mencakup sebuah theme park di depan pintu taman nasional di Jawa Barat yang merupakan habitat bagi spesies yang terancam punah seperti dikutip Associated Press yang dilansir MailOnline.

"Mari kita berharap proses hukum ini akan dilakukan secara profesional, demi penegakan hukum yang baik," kata Hary Tanoe kepada wartawan. "Karena jika saya, Hary Tanoe, bisa diperlakukan seperti ini karena kasus SMS, maka semua orang lain juga bisa mengalami hal yang sama."

POLICE questioned the Indonesian business partner of U.S. President Donald Trump at length on Friday over allegations he sent threatening text messages to a deputy attorney general.

A smiling Hary Tanoesoedibjo arrived at the national police´s Criminal Investigation Agency in central Jakarta in the morning and left about eight hours later.

He insisted on his innocence to a phalanx of waiting media.

"I explained that I didn´t have any intention to threaten," he said. "The language in the SMS is commonly used."

The 51-year-old billionaire, better known as Tanoe, is barred from leaving Indonesia for six months after police requested an extension of a travel ban of several weeks that was announced in June.

Tanoe is accused of sending threats by SMS early last year to Yulianto, a deputy attorney general for special crime who investigated a 2009 graft case related to Mobile-8 Telecom, a telecommunications company that Tanoe once owned.

Under Indonesian law, using technology to threaten people is punishable by up to four years in prison.

Tanoe, who was a guest at Trump´s inauguration, harbors political ambitions of his own and has said he might run for president in Indonesia´s 2019 election.

His conglomerate MNC, which has media, property and other businesses, is developing two luxury resorts in Indonesia that will be operated by the Trump Organization. One is part of a massive MNC development that includes a theme park on the doorstep of a national park in West Java that is home to endangered species.

"Let us hope this legal process will be carried out professionally, for the sake of good law enforcement," Tanoe told reporters. "Because if I, Hary Tanoe, could be treated like this because of the SMS case, then all other people could also experience the same thing."