PM Israel Hindari Langit Indonesia, Terbang Tiga Jam Lebih Lama ke Sydney

Israeli Prime Minister`s Plane Took a Three-hour from Singapore to Sydney to Avoid Indonesian Airspace

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


PM Israel Hindari Langit Indonesia, Terbang Tiga Jam Lebih Lama ke Sydney
PM Israel, yang berada di Australia untuk kunjungan selama empat hari, harus melintas Filipina, dan memutar ke Papua Nugini - untuk menghindari wilayah udara di Indonesia - sebelum mendarat di Sydney (Peta: MailOnline)

PERDANA Menteri Israel terpaksa menempuh rute penerbangan memutar yang lebih lama hingga tiga jam ketika dia bertolak dari Singapura menuju Sydney - lantaran menghindari wilayah udara Indonesia.

Benjamin Netanyahu, yang terbang dengan maskapai penerbangan nasional Israel El Al, harus menempuh perjalanan lebih dari 11 jam sebelum tiba pada Rabu pagi, seperti dilaporkan The Guardian.

PM Israel, yang berada di Australia untuk kunjungan selama empat hari, harus melintas Filipina, dan memutar ke Papua Nugini - untuk menghindari wilayah udara di Indonesia - sebelum mendarat di Sydney.

Waktu penerbangan rata-rata antara Singapura ke Sydney adalah delapan jam tetapi pesawat pemimpin Israel tersebut mengambil rute lebih panjang sehingga lebih lama.

Maskapai El Al dikabarkan tidak diizinkan melintas wilayah udara negara-negara Islam, termasuk Palestina, menurut surat kabar terkemuka Inggris tersebut.

Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel karena sangat mendukung perjuangan Palestina.

Selama beberapa dekade, upaya internasional gagal untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif yang terkait pada isu-isu inti konflik Israel-Palestina, termasuk masalah perbatasan, nasib pengungsi Palestina dan pengaturan keamanan.

Kedua negara, Australia dan Israel akan meningkatkan kerjasama bilateral khususnya pada inovasi teknologi teknologi dan membuatnya lebih nyaman bagi warga negara masing-masing untuk melakukan perjalanan antara kedua negara, di bawah perjanjian yang ditandatangani di Sydney.

Perdana Menteri Malcolm Turnbull dan Netanyahu menandatangani perjanjian menjelang pertemuan tingkat menteri di Sydney, Kamis.

Kedua pemimpin mengatakan mereka tertarik bagi kedua negara untuk meningkatkan kerjasama bisnis dan hubungan perdagangan.

PM Turnbull mengatakan kesepakatan inovasi teknologi dan penelitian akan memberikan kerangka bagi para ilmuwan dan pengusaha Australia untuk menciptakan industri masa depan dengan bantuan komunitas hi-tech mapan Israel.

Kesepakatan layanan penerbangan, yang disertai kesepakatan terpisah ditandatangani antara Qantas dan maskapai El Al, akan mendukug kerjasama transportasi udara antara kedua negara lebih mudah dan nyaman.

"Ada sejumlah pengusaha dan wanita yang berinvestasi dalam industri berbasis teknologi inovatif antara Israel dan Australia," kata PM Turnbull pada awal pertemuan tingkat menteri.

"Kami ingin meningkatkan kerjasama tersebut."

'Perjanjian layanan penerbangan udara adalah bagian dari itu. Berlaku bagi warga negara dari kedua negara untuk menikmati layanan yang setara."

"Kami harus meningkatkan kerjasama. Kami menolak tirani jarak di abad ke-21 (tujuannya mencegah hal itu)."

"Ada begitu banyak kesempatan untuk kerjasama," seperti dilansir MailOnline.

ISRAELI Prime Minister was forced to take a three-hour detour as he made the journey from Singapore to Sydney - to avoid Indonesian airspace.

Benjamin Netanyahu, who was flying with Israel's national airline El Al, travelled for more than 11 hours before he arrived on Wednesday morning, The Guardian reported.

The PM, who is in Australia for his historic four-day visit, travelled around the Philippines, and through Papua New Guinea - to avoid Indonesia's airspace - before landing in Sydney.

The average flight time between Singapore to Sydney is eight hours but the Israeli leader's aircraft had taken a longer route.

El Al airline reportedly disallows its flights from travelling into the airspace of many Muslim countries, including Palestine, according to the newspaper.

Indonesia does not have diplomatic relations with Israel because of its strong support for the Palestinian cause.

For decades, international efforts have failed to work out a lasting comprehensive agreement on the core issues of the Israeli-Palestinian conflict, including borders, the fate of Palestinian refugees and security arrangements.

It comes as Australia and Israel will co-operate more on technological innovation and make it easier for people to travel between both countries, under newly signed leaders' agreements.

Prime Minister Malcolm Turnbull and Mr Netanyahu signed the agreements ahead of ministerial meetings in Sydney on Thursday.

Both leaders said they were keen for their countries to expand their business and trade ties.

Mr Turnbull said the agreement on technological innovation and research would provide a framework for Australian scientists and businesses to create industries of the future with the help of Israel's well-established hi-tech community.

The air services agreement, which compliments a separate deal signed between Qantas and Israeli carrier El Al, would help foster business ties by making travel easier.

'There are a number of Australian businessmen and women who are investing in innovative technology-based industries between Israel and Australia,' Mr Turnbull said at the start of the ministerial meetings.

'We want to deepen that.

'The air services agreement is part of that. There's no substitute for people getting together.

'We should be doing a lot more together. We shouldn't allow the tyranny of distance in the 21st century (to prevent that).

'There's so much scope for co-operation.'