US$5 Juta, Perkiraan Kerugian 42 Maskapai Penerbangan Akibat Ngurah Rai Ditutup

Airlines Scramble to Minimise Losses as Bali Volcano Costs Grow

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


US$5 Juta, Perkiraan Kerugian 42 Maskapai Penerbangan Akibat Ngurah Rai Ditutup
Aktivitas vulkanik biasa terjadi di Indonesia dan awan abu vulkanis mengakibatkan penutupan bandara secara sporadis dan pembatalan penerbangan ke dan dari Bali setidaknya enam kali selama tiga tahun terakhir (Foto: Reuters/MailOnline)

PENUTUPAN Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar diperpanjang lantaran ancaman abu vulkanis, berisiko pada menguapnya pendapatan jutaan dolar yang hilang per hari memaksa maskapai berupaya meminimalisir kerugian, dengan menawarkan rute penerbangan ke tujuan lain dan menawarkan transportasi alternatif ke luar Bali.

Bandara Ngurah Rai kembali ditutup untuk hari kedua pada Selasa, karena abu vulkanis dari letusan Gunung Agung, dinilai sangat berisiko pada keselamatan ratusan rute penerbangan dan puluhan ribu penumpang.

Dengan tidak adanya peringatan dini tentang letusan gunung berapi dalam waktu waktu dekat, para pakar industri mengatakan bahwa maskapai penerbangan dapat mempertimbangkan untuk membuat penyesuaian frekuensi penerbangan jangka panjang ke Bali mengantisipasi pemesanan jadwal penerbangan ke depan dan risiko kerusakan pesawat terbang akibat abu vulkanis.

AirAsia berencana untuk memindahkan rute penerbangan ke destinasi lain terhadap jaringan maskapainya, seperti dikatakan chief executive grup Tony Fernandes melalui cuitannya di Twitter pada Selasa, tanpa merinci langkah-langkah yang akan ditempuh AirAsia.

Sebagian besar maskapai penerbangan saat ini menawarkan berbagai pilihan untuk meminimalkan dampak jangka pendek, mengantisipasi kebutuhan pelanggan terhadap perubahan jadwal penerbangan hingga 4 Desember mendatang.

"Jika situasi ini berkepanjangan selama dua sampai tiga bulan, kemungkinan besar maskapai penerbangan akan mengurangi rute penerbangan mereka di Bali dalam jadwal musim panas yang akan datang yang dimulai sejak akhir Maret," kata Corrine Png, chief executive perusahaan riset transportasi Crucial Perspective, Meski dia mengatakan mereka akan waspada terhadap kehilangan slot bandara saat permintaan penerbangan kembali meningkat.

Jetstar Australia mengizinkan penumpang untuk melakukan penjadwalan ulang ke tujuan liburan lainnya seperti Phuket di Thailand, sementara perwakilan Singapore Airlines, Scoot mengatakan akan mengangkut penumpang yang terlantar dengan bus dan feri dari Bali ke Surabaya di Jawa Timur sebelum terbang ke Singapura.

Corrine Png mengatakan bahwa kerugian per hari akibat Ngurah Rai ditutup sekitar $5 juta dalam gabungan pendapatan penerbangan yang hilang dari 42 maskapai penerbangan yang terbang ke Bali.

"Ini kondisi terburuk bagi maskapai penerbangan saat puncak kunjungan wisatawan saat ini dan rute penerbangan ke Bali sangat menguntungkan," katanya.

Pemesanan penerbangan ke Bali akan kolaps akibatnya dan maskapai penerbangan harus mengalihkan kelebihan kapasitas mereka ke destinasi alternatif yang kurang menguntungkan dan bahkan mungkin harus memberi diskon besar untuk mengisi kursi penumpang."

Alicia Seah, seorang pejabat di biro wisata Dynasty Travel yang berbasis di Singapura, mengatakan pemesanan dan pertanyaan untuk perjalanan ke Bali anjlok hingga separuh dalam dua bulan terakhir setelah diumumkan status waspada bahwa Gunung Agung dapat meletus setiap waktu.

"Mereka yang berangkat minggu ini dan awal Desember meminta pengalihan perhatian ke Thailand, Vietnam dan Kamboja dan sekarang kami membantu mereka untuk melakukan hal itu. Tetapi mereka yang berangkat pertengahan hingga akhir Desember mengambil sikap menunggu dan melihat," kata Alicia Seah seperti dikutip Reuters yang dilansir MailOnline.

Kerugian Frekuensi
Bisa dipastikan, aktivitas vulkanik biasa terjadi di Indonesia dan awan abu vulkanis mengakibatkan penutupan bandara secara sporadis dan pembatalan penerbangan ke dan dari Bali setidaknya enam kali selama tiga tahun terakhir, kerap terjadi satu hari penuh penutupan jadwal penerbangan.

Namun pada saat genting tersebut, gunung berapi yang memuntahkan abu vulkanis berada di provinsi lain dan bukan di Bali, hal ini akan berakibat serius pada bisnis pariwisata nasional.

Maskapai menghindari terbang di tengah ancaman abu vulkanis di udara lantaran karena dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada mesin pesawat terbang, penyumbatan bahan bakar dan sistem pendingin, menghambat jarak pandang pilot dan bahkan menyebabkan kerusakan mesin.

Pada 1982, Boeing 747 dari British Airways 747 mengalami kerusakan parah dan keempat mesin terbakar setelah terbang melalui abu vulkanis dari Gunung Galunggung di Jawa Barat.

Pembatalan penerbangan memicu tambahan biaya kepada maskapai penerbangan terkait pengembalian uang (refund) kepada penumpang dan tetap harus membayar biaya untuk pesawat terbang dan kru yang tidak terbang, dan juga untuk penerbangan 'tambahan' untuk mengangkut penumpang yang terlantar di bandara.

Asuransi penerbangan biasanya mencakup kerusakan fisik pesawat terbang dari abu tapi bukan pendapatan yang hilang, kata Corrine Png.

Pada 2010, ketika sebuah letusan gunung berapi di Islandia membawa penerbangan ke, dari dan di sebagian besar Eropa terhenti, Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional memperkirakan bahwa maskapai penerbangan merugi US$1,7 miliar dalam enam hari pertama.

Namun awan abu dari gunung berapi Bali lebih kecil dan di daerah yang jauh lebih jarang dikunjungi oleh rute penerbangan utama dan sekarang telah mengancam sebagian wilayah udara di Bali dan pulau Lombok yang berdekatan, yang keduanya merupakan tujuan wisata terutama daripada perjalanan bisnis utama.

Arah angin bisa berubah, mendorong abu menjauh dari bandara.

Seorang pejabat mitigasi bencana di Indonesia mengatakan bahwa abu vulkanis mencapai ketinggian sekitar 20 km pada 1963, dalam rangkaian letusan mematikan terakhir Agung Agung yang berlangsung sekitar satu tahun.

AS A SHUTDOWN of Bali's airport is extended due to volcanic ash, airlines bracing for millions of dollars of lost revenue per day are scrambling to minimise damage by offering travel to other destinations and alternative transport off the island.

The airport on the Indonesian tourist island was closed for a second day on Tuesday because of ash from the eruption of the Mount Agung volcano, which has already disrupted several hundred flights and tens of thousands of passengers.

With no immediate sign of the eruption ending any time soon, industry experts say airlines may consider making longer-term flight frequency adjustments to Bali as forward bookings collapse and risks of ash damaging aircraft linger.

AirAsia will look to redeploy capacity elsewhere in its network, the airline group's chief executive Tony Fernandes tweeted on Tuesday, without providing details of any adjustment.

Most airlines are for now offering various options to minimise the short-term impact, preparing customers to expect scheduled disruptions until at least Dec. 4.

"If this situation is prolonged for 2 to 3 months, it is possible that the airlines could reduce their Bali flights in the upcoming northern summer schedule that starts from end-March," said Corrine Png, chief executive of transport research firm Crucial Perspective, although she said they would be wary of losing airport slots when demand eventually returned.

Australia's Jetstar is allowing passengers to re-route to other holiday destinations like Phuket in Thailand, while Singapore Airlines Ltd budget offshoot Scoot said it would transport stranded passengers by bus and ferry from Bali to the city of Surabaya on the neighbouring island of Java for flights back to Singapore.

Png said each day that the Bali airport was closed meant about $5 million in combined lost flight revenue for the 42 airlines that fly there.

"This comes at a bad time for the airlines as we are in peak travel season right now and the Bali route is highly lucrative," she said.

"Forward bookings to Bali will collapse as a result and the airlines will have to re-deploy their excess capacity to alternative destinations which are less profitable and may even have to discount more to fill up their planes."

Alicia Seah, an official at Singapore-based travel agency Dynasty Travel, said bookings and inquiries for travel to Bali had dropped by half in the past two months following warnings that the volcano could erupt.

"Those departing this week and early December are asking for diversion to Thailand, Vietnam and Cambodia and we are now assisting them to do that. But those departing mid- to late-December are adopting a wait-and-see attitude," Seah said.

Frequent Eruptions
To be sure, volcanic activity is common in Indonesia and ash clouds have led to sporadic airport closures and cancellations of flights to and from Bali on at least six occasions over the last three years, often for days at a time.

But on those occasions, the volcano spewing ash was on a neighbouring island rather than Bali itself, making this a more serious threat to tourism.

Airlines avoid flying with volcanic ash in the air because it can cause significant damage to aircraft engines, clogging fuel and cooling systems, hampering pilot visibility and even causing engine failure.

In 1982, a British Airways 747 suffered severe damage and had all four engines flame out after flying through ash from Mount Galunggung in Indonesia.

Flight cancellations cost airlines in terms of refunds to passengers and paying fixed costs of aircraft and crew that are not flying, as well as for "relief" flights to return stranded travellers home.

Airline insurance usually covers physical damage to aircraft from ash but not the lost revenue, Png said.

In 2010, when a volcanic eruption in Iceland brought flights to, from and within much of Europe to a halt, the International Air Transport Association estimated airlines lost $1.7 billion in lost revenue in the first six days.

The ash cloud from the Bali volcano, however, is smaller and in an area far less frequented by major airline routes and it has for now been contained mostly to the airspace around Bali and neighbouring Lombok island, both of which are primarily tourist destinations rather than key business travel points.

The wind direction could change, pushing ash away from the airport.

An Indonesian disaster mitigation official said ash rose an estimated 20 km in 1963, during Agung's last major series of deadly eruptions that lasted about a year.