Pendidikan Indonesia dalam Kondisi `Gawat Darurat?`

Indonesian Education in `Emergency Conditions?`

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Pendidikan Indonesia dalam Kondisi `Gawat Darurat?`
Dra Asih Retno Dewanti, M.Pd, M.Ds (Foto: B2B/Mya)

 

Dra Asih Retno Dewanti, M.Pd, M.Ds

PENDIDIKAN INDONESIA masuk kondisi ´Gawat Darurat´ kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan pada Desember 2014. Tidak nyaman di telinga sekaligus mengusik nurani kita sebagai bangsa beradab yang merdeka sejak 69 tahun lalu.

Tentu kita akan berbesar hati merujuk pada ´kabar baik´ pendidikan Indonesia seperti berkurangnya buta huruf, meningkatnya partisipasi siswa sekolah dasar, bertambahnya institusi pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi dan meningkatnya jumlah mahasiswa. Namun lebih banyak ´kabar buruk´ terkait dengan kurikulum pendidikan, fasilitas pendidikan, masalah SDM, kekerasan dan kejahatan pada anak, dan daya saing global.

Berkaitan dengan kurikulum, maka sejak 1945 kurikulum pendidikan nasional mengalami 10 kali perubahan kurikulum mulai 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan terakhir 2013 yang saat ini menjadi polemik. Alasan perubahan sangat dinamis dan dipengaruhi banyak faktor seperti politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahun dan teknologi serta sosial dan ekonomi. Seluruh kurikulum diatur oleh UUD 1945 dan Pancasila sebagai landasannya dengan perbedaan tujuan dan metodenya.

Dari seluruh kurikulum pendidikan tersebut, maka kurikulum 2013 yang paling banyak mengundang polemik. Kurikulum 2013 diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20/2013 yang menekankan pada pendidikan karakter harus diakui masih perlu evaluasi dan pembenahan agar dapat diterapkan secara baik pada 2017/2018 sehingga guru dan siswa dapat menyesuaikan diri disertai evaluasi hingga benar-benar siap diaplikasikan. Tampaknya kebijakan pemerintah merujuk pada reformasi pendidikan di mancanegara yang telah diterapkan China, Polandia, Inggris, Finlandia, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.

Dari hasil survai terhadap siswa-siswi Indonesia yang dilakukan lembaga internasional terkemuka seperti Progress inInternational Reading Literacy Study (PIRLS), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Program for International Student Assessment (PISA) bahwa prestasi siswa Indonesia di bidang sains, matematika dan literasi berada di peringkat terendah. Artinya, bukan hanya siswa yang perlu ditingkatkan kemampuan tapi juga guru dan fasilitas pendidikan.

Dari Uji Kompetensi Guru (UKG) di bawah pengawasan pemerintah berdasarkan hasil pemetaan oleh Pearson pada 2012 dan 2013 didapati hasil rata-rata 44,5 dari standar 70, sehingga Indonesia termasuk 10 negara berkinerja terendah dan berada pada peringkat 49 dari 50 negara pada pemetaan mutu pendidikan tinggi. Dari sisi fasilitas, sekitar 75% layanan pendidikan tidak memenuhi standar minimal, khususnya penggunaan komputer dan internet belum optimal pemanfaatannya.

Meskipun Anis Baswedan memberi sinyal darurat, namun perbaikan secara perlahan mulai terlihat pada kementerian yang dipimpinnya untuk membenahi pendidikan dasar dan menengah yang menjadi tanggung jawabnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan dasar dan menengah sebagai pijakan siswa memasuki perguruan tinggi dan dunia kerja.


Dra Asih Retno Dewanti, M.Pd, M.Ds

EDUCATION IN INDONESIA is an emergency condition, said Minister of Education and Culture, Anis Baswedan in December 2014. Not good news at once disturbing civilized conscience as an independent nation since 69 years ago.

Surely we are proud if referring to the good news of Indonesian education such as reduced of illiteracy, increasing participation of elementary school students, increasing primary education institutions, secondary and higher education and the growing number of students. But more ´bad news´ related educational curriculum, educational facilities, human resources issues, violence and crime on children, and global competitiveness.

Related to the education curriculum, since 1945 has been amended 10 times began in 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, and the last in 2013 were being debated. The reason is very dynamic, and influenced by many factors such as political, economic, cultural, technological, social, and economic. Education curriculum set by the 1945 Constitution and Pancasila as its foundation although different methods.

From all of the educational curriculum, Curriculum 2013 sparked controversy. Curriculum 2013 regulated in the National Education System Law No. 20/2013 which emphasizes on character education must be admitted remains to be evaluated in order to be applicable in 2017/2018 so that teachers and students can adjust with the evaluation until completely ready for application. It seems that the government refers to education reform in foreign countries such as China, Poland, the UK, Finland, the United States, and South Korea.

From the results survey of Indonesian students by leading international institutions such as the Progress inInternational Reading Literacy Study (PIRLS), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), and the Programme for International Student Assessment (PISA) that Indonesian student achievement in science, math and literacy are in the lowest rank. It means, not only the students who need enhanced capabilities but also teachers and educational facilities.

From the Teacher Competency Test under government supervision by the mapping by Pearson in 2012 and 2013 found results, the average 44.5 of the standard 70, so that Indonesia is among the 10 countries to the lowest performance and ranks 49 out of 50 countries on education quality mapping . From the facility, approximately 75% of educational services do not fulfill minimum standards, in particular the use of computers and the Internet are not optimal.

Although Anies Baswedan issued an emergency signal, but improvements gradually starting to look at the ministry he leads is to improve primary and secondary education as a responsibility to improve the quality of education in Indonesia as the basis of a students to the college.