Antibiotik untuk Manusia, Colistin Terlarang Digunakan Hewan Ternak

Indonesian Govt Seeks to Raise Awareness of Antibiotics Resistance

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Antibiotik untuk Manusia, Colistin Terlarang Digunakan Hewan Ternak
INISIATIF INDONESIA: Direktur Kesehatan Hewan - Ditjen PKH Kementan, Fadjar Sumping TR [kanan]; Ketua Asohi, Irawati Fari; dan Kasub Pengawasan Obat Hewan - Ditjen PKH, Ni Made Ria Isriyanthi [kiri] Foto: Humas Ditjen PKH

Jakarta [B2B] - Kementerian Pertanian RI berupaya mencegah terjadinya resistensi antibiotik, dengan melakukan pelarangan penggunaan colistin di peternakan, sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Hewan Dunia [OIE] dalam mengatur penggunaan secara terbatas antibiotik colistin, fluoroquinolon, sephalosphorin generasi 3 dan 4. 

"Secara khusus, colistin menurut WHO [Badan Kesehatan Dunia] merupakan daftar antibiotik sangat penting untuk kesehatan manusia, merupakan antibiotik pilihan terakhir pada pengobatan manusia saat infeksi," kata Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan - Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewawn [PKH] di Jakarta, Sabtu [13/12].

Menurutnya, mengacu survei oleh Kementan dan Pertanian dan Badan Pangan Dunia PBB [FAO], jenis   antibiotik ini masih digunakan di peternakan di Indonesia untuk pengobatan atau bahkan pencegahan penyakit. Sementara diketahui, penggunaan colistin memicu resistensi bakteri, dimana bakteri resisten terhadap colistin dapat menyebar dari hewan ke manusia baik secara langsung maupun melalui produk ternak akibat mengonsumsinya.

"Ini adalah pemberitahuan awal, bahwa pemerintah akan melarang penggunaan colistin di sektor peternakan mulai Juli 2020. Nantinya, tidak ada yang akan memproduksi, menggunakan dan mengedarkan colistin di sektor peternakan dan kesehatan hewan," kata Fadjar STR.

Kepala Sub Direktorat Pengawasan Obat Hewan - Ditjen PKH, Ni Made Ria Isriyanthi mengatakan bahwa keputusan tersebut sudah didiskusikan bersama para pemangku kepentingan pada pertemuan di Kementan, Kamis pekan lalu [5/12] membahas evaluasi Permentan No 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan tersebut. Hadir perwakilan dari Kementan, Kementerian Kesehatan, Komisi Obat Hewan, Komisi Ahli Kesehatan Hewan Ditjen PKH, FAO, WHO, Asosiasi Obat Hewan Indonesia [Asohi], dan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak [GPMT].

Menurutnya, rencana pelarangan colistin di peternakan oleh Indonesia sejak awal sudah didukung oleh FAO seperti halnya negara-negara di Uni Eropa, AS, Brasil, India, Malaysia, dan China yang sudah terlebih dahulu melarang penggunaan colistin di peternakan.

James McGrane, Team Leader FAO-Emergency Centre for Transboundary Animal Disease (ECTAD) sangat mendukung upaya tersebut sebagai keputusan penting. FAO didukung USAID akan selalu membantu langkah pemerintah mengimplementasikan peraturan tersebut. Hal serupa dikemukakan Benyamin Sihombing dari WHO yang menyampaikan keputusan ini akan membuat Indonesia menjadi negara yg dihormati dalam mengendalikan AMR.

Perwakilan sektor kesehatan masyarakat Anis Karuniawati dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba [KPRA] Kemenkes mengapresiasi langkah Kementan mencegah resistensi antimikroba [AMR] dengan mengendalikan penggunaan colistin pada ternak.

“Dalam kesehatan manusia, colistin hanya digunakan jika hasil tes laboratorium menunjukkan pasien terindikasi bakteri resisten. Dan peresepannya pun perlu permintaan khusus. Jadi apa yang dilakukan Kementan ini sangat penting sekali” tambahnya.

Menanggapi rencana pelarangan colistin tersebut, Asohi dan GPMT, sebagai perwakilan dari sektor industri obat hewan dan pakan hewan, bersedia mendukung dan mematuhi peraturan yg ditetapkan.

 “Kami akan mendukung dan mematuhi. Namun, kami meminta tenggang waktu agar kami dapat mengelola produk yang sudah beredar di pasaran", kata Irawati Fari, Ketua Asohi.

Jakarta [B2B] - Indonesian Government will to raise public awareness of the threat of antimicrobial resistance due to excessive and irrational use, thus triggering bacteria resistant to antimicrobial treatments that threaten the sustainability of food security, development of livestock and animal health sector.