Kepala BKP Ajak Mahasiswa `Back to Basic`, "Jadi Petani Tetap Keren dan Bisa Kaya"

Senior Indonesian Officials Invited Students Back to the Farm

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Kepala BKP Ajak Mahasiswa `Back to Basic`, "Jadi Petani Tetap Keren dan Bisa Kaya"
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian RI Agung Hendriadi (kiri) Foto: Humas BKP Kementan

Jakarta (B2B) - Indonesia dikenal sebagai negara agraris namun jumlah petani Indonesia berkurang sebanyak 5 juta orang dalam 10 tahun terakhir. Jika petani pun mengalami kepunahan di Indonesia, apakah Indonesia masih pantas disebut sebagai negara agraris? Hal itu yang menjadi isu sentral Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian RI Agung Hendriadi saat tatap muka dengan mahasiswa 40 perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk mengajak mereka 'back to basic' membangun pertanian nasional.

"Saya mengajak para mahasiswa dan generasi muda untuk mau menekuni dan terjun di bidang pertanian. Jadilah petani yang keren dan kaya melalui pertanian modern," kata Agung Hendriadi pada Konferensi Internasional Penerapan Sains untuk Energi dan Kedaulatan Pangan di Bogor, belum lama ini.

Agung mengajak mengajak mahasiswa dan pemuda kembali menggarap lahan pertanian sebagai bidang usaha yang menjanjikan di masa depan, karena hampir seluruh profesi rentan digilas kemajuan teknologi, sementara pekerjaan sebagai petani kekal hingga akhir jaman karena manusia tetap butuh makan, dan teknologi dimanfaatkan sebagai solusi efisien menggantikan pola usaha tani manual.

Dia mengingatkan para mahasiswa melakukan transformasi menjadi generasi penerus yang mampu bersaing dan siap bertarung demi kemajuan bangsa dan negaranya, dan revolusi mental yang diusung Presiden Joko Widodo bertujuan menjadikan bangsa ini lebih baik dan maju.

"Kalian adalah harapan bangsa, tongkat estafet ada di tangan kalian, makanya saat ini pola pikir harus diubah untuk menjaga bangsa kita dari keterpurukan. Kalian inilah yang bisa membanggakan Indonesia ke depan," kata Agung yang sebelumnya menjabat Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan.

Nawa Cita
Dalam kesempatan tersebut, dia mengingatkan tentang pembangunan pertanian dan kedaulatan pangan sebagai salah satu poin dari agenda ketujuh Nawa Cita, dengan tujuan utama adalah meningkatkan ketersediaan dan diversifikasi pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, meningkatkan ketersediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi, dan meningkatkan pendapatan dan kesehteraan petani.

“Semua pembangunan pertanian yang dilakukan tidak hanya untuk mencukupi ketersediaan pangan di dalam negeri, tetapi juga bagaimana kita tingkatkan kesejahteraan petani,” katanya.

Strategi Kementan untuk mencapai pembangunan pertanian dan ketahanan pangan nasional adalah melalui berbagai terobosan antara lain pengadaan alat dan mesin pertanian 180 ribu unit, rehabilitasi jaringan irigasi seluas 3,05 juta ha, peningkatan indeks pertanaman, asuransi pertanian seluas 675.000 hektar.

Terobosan lainnya adalah pembangunan lumbung pangan perbatasan, integrasi jagung dan sawit, peningkatan produksi daging melalui program 'sapi betina wajib bunting disingkat Siwab, pembangunan 3.771 unit embung/long storage/dam parit, pengadaan benih ungul untuk padi, jagung, kedelai, cabai, bawang dan lainnya, pengendalian impor pangan strategis dan stabilitasi harga pangan melalui Toko Tani Indonesia (TTI). 

Jakarta (B2B) - Indonesia is known as an agrarian country but the number of Indonesian farmers has decreased by 5 million people in the last 10 years.  If there are no more farmers, does Indonesia still deserve to be called an agrarian country? It is the main topic of Director General of agriculture ministry's Food Security Agency (BKP) Agung Hendriadi in dialogue with students from 40 universities across the country to invite them 'back to basic' to build national agriculture.

"I invite students and younger generation to return to agriculture.The farmers remain cool and rich through modern agriculture," Mr Hendriadi said at 1st International Conference on Applied Science for Energy and Food Sovereignty here on Bogor city, recently.

Mr Hendriadi encourage students and young people return to work on the farm as an area of business that promise for the future, because almost all professions vulnerable crushed technological advances, while the work as farmers continue to exist until the end of time because humans need food, and the Agriculture Ministry used technology as an efficient solution to replace manual farming.

He expects students to transform into the next generation who are ready to compete for the progress of nations, and the mental revolution of President Joko Widodo aims to make Indonesia as a developed nation.

"Students are the hope of the nation, your mindset should be changed to prevent this country from the downturn. You will make Indonesia proud as a country," Mr Hendriadi said.

Joko Widodo Administration
On the occasion, he reminded of agricultural development and food sovereignty as one of the points of the Nawa Cita's seventh agenda, with the main objective being to increase the availability and diversification of food, increase the competitiveness of agricultural products, increase the availability of bioindustry and bioenergy raw materials, and increase income and farmers' welfare.

"Agricultural development is not only to meet the food supply in the country, but also how we improve the welfare of farmers," he said.

The strategy of agriculture ministry to achieve agricultural development, and national food security is through various breakthroughs such as the procurement of 180,000 units of agricultural machinery, rehabilitation of irrigation networks for 3.05 million hectares, increase of cropping index, agricultural insurance for 675,000 hectares.

Another breakthrough was the development of border food barns, the integration of corn and palm, an artificial insemination program for cattle, abbreviated as Siwab, development of 3,771 units of basin retention/long storage/trench, procurement of grain seeds for rice, corn, soybeans, chillies, onions and others, strategic food import control and stabilization of food prices through the Indonesian Farmer's Store.