71 Galur Ternak Terdaftar di FAO, Dirjen Diarmita Dorong Pencegahan Tindakan Ilegal

71 Indonesian Strains of Cattle Registered in the FAO: Ministry

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


71 Galur Ternak Terdaftar di FAO, Dirjen Diarmita Dorong Pencegahan Tindakan Ilegal
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita (Foto: Humas Ditjen PKH)

Jakarta (B2B) - Pemerintah Indonesia sejak 2010 hingga 2017 telah menetapkan 71 rumpun atau galur ternak yang sudah didaftarkan ke Badan Pangan PBB (FAO), dan pengembangan ternak lokal memerlukan upaya konservasi dalam pemuliaan yang jelas dan terukur, Kementerian Pertanian mendorong upaya pemberian perlindungan hukum melalui penetapan dan pelepasan rumpun/galur ternak untuk mencegah tindakan ilegal di suatu wilayah.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita mengingatkan keunggulan ternak lokal sebagai plasma nutfah Indonesia belum banyak diungkap, namun erosi dan pencemarannya masih terus berlangsung, sehingga upaya pelestarian plasma nutfah perlu dilakukan oleh seluruh elemen bangsa.

"Khusus pengembangan ternak lokal, perlu dilakukan upaya-upaya konservasi dalam pemuliaan yang jelas dan terukur. Pasalnya, selama ini pembibitan ternak khususnya ternak ruminansia besar sebagai penghasil daging dan susu belum menunjukkan hasil yang signifikan," kata Dirjen PKH I Ketut Diarmita, belum lama ini, pada seminar nasional bertajuk ´Pengembangan Peternakan Berkelanjutan´ kesembilan, yang dihadiri oleh civitas academica Universitas Padjajaran (Unpad) Jatinangor.

Menurutnya, pengelolaan sumber daya genetik (SDG) ternak lokal dapat melalui pemanfaatan dan pelestarian sumber daya genetik hewan seperti pembudidayaan, pemuliaan, eksplorasi, konservasi dan penetapan kawasan pelestarian. Sementara untuk mencegah kemungkinan pengambilan secara ilegal rumpun atau galur di suatu wilayah, pemerintah memberikan perlindungan hukum melalui penetapan dan pelepasan rumpun atau galur ternak.

"Pengaturan ini dilakukan untuk menjamin adanya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan SDG ternak," kata Diarmita.

Dalam kurun waktu 2010 - 2017, pemerintah telah menetapkan 71 rumpun/galur ternak yang sudah terdaftar di FAO antara lain 13 rumpun sapi, 11 rumpun kerbau, delapan rumpun kambing, 10 rumpun domba, empat rumpun kuda, 10 rumpun ayam, 13 rumpun itik, satu rumpun rusa, dan satu rumpun anjing.

Diarmita menambahkan, untuk pengembangan ternak lokal perlu dilakukan upaya-upaya konservasi dalam pemuliaan yang jelas dan terukur. Pasalnya, selama ini pembibitan ternak khususnya ternak ruminansia besar sebagai penghasil daging dan susu belum menunjukkan hasil yang signifikan.

"Di sini belum dihasilkan bibit dasar, bibit induk dan bibit komersial yang dapat diperdagangkan dan dinikmati oleh para peternak. Begitu pun sistem perbibitan ternak nasional belum berjalan sebagaimana diharapkan," katanya.

Jakarta (B2B) - The Indonesian government from 2010 to 2017 has established 71 clumps or strains of livestock that are registered to the Food and Agriculture Organization of the United Nations, or FAO, and development of local livestock requires conservation efforts in clear and measurable breeding, the agriculture ministry encourages the provision of legal protection through determination and the release of lstrains of livestock to prevent illegal acts, according to senior ministry official.

The Director General of Livestock and Animal Health, I Ketut Diarmita, reminded the local livestock as an Indonesian germplasm has not yet been revealed, but the erosion and pollution are still ongoing, so that the conservation of germplasm needs to be done by all elements of the nation.

"Especially for the development of local livestock, it is necessary to make conservation efforts in breeding clear and measurable since the breeding of livestock, especially large ruminant livestock as producer of meat and milk has not shown significant result," said Mr Diarmita Diarmita, recently at the national seminar entitled ´Development of Sustainable Livestock was attended by Bandung´s Padjajaran University civitas academica in Jatinangor.

According to him, the management of genetic resources, or SDG, local livestock can be through the utilization and conservation of animal genetic resources, or SDG, such as cultivation, breeding, exploration, conservation and conservation area setting. Meanwhile, to prevent the possibility of illegal acts against clumps or strains in a region, the government provides legal protection through the establishment and release of clumps or strains of livestock.

"Arrangements are underway to ensure the conservation and sustainable use of animal genetic resources," Mr Diarmita said.

Within the period of 2010 - 2017, the government has established 71 livestock families registered in FAO such as 13 cattle, 11 buffalo clumps, eight clumps of goats, 10 sheep clumps, four horse clumps, 10 chicken clumps, 13 duck clumps, a deer clump, and dog clump.

Diarmita added, for the development of local livestock should be done in the conservation of breeding clear and measurable. Livestock breeding, especially large ruminants as producers of meat and milk has not shown significant results.

"We have not produced basic, parent and commercial seedlings to trade and benefit the farmers, as well as the national livestock breeding system is also not optimal," he said.