Jagung di Entikong dan Sarawak, Sinergi Pertama RI - Malaysia di Perbatasan

Entikong and Sarawak, the First Synergies of Indonesia and Malaysia Developing Corn Field

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Jagung di Entikong dan Sarawak, Sinergi Pertama RI - Malaysia di Perbatasan
Mentan Andi Amran Sulaiman, Mentan Malaysia Datuk Seri Ahmad Shabery Cheek dan rombongan, Sekjen Kementan Hari Priyono, SAM Mat Syukur dan TA Baran Wirawan (Foto2: B2B/Mac & Humas Kementan/Makmur H)

Jakarta (B2B) - Pemerintah RI dan Malaysia akan melakukan kerjasama pengembangan komoditas jagung, beras organik dan ternak di kawasan perbatasan kedua negara, Kalimantan. Pemerintah Indonesia menyiapkan lahan hingga 50.000 hektar di Entikong, Provinsi Kalimantan Barat sementara Malaysia menyiapkan lahan 60.000 hektar di Sarawak, dan penanaman perdana jagung ditargetkan paling lambat pertengahan 2017.

"Sinergi pertama Indonesia dan Malaysia setelah jagung di Entikong dan Sarawak adalah ternak sapi dan beras organik. Untuk kebutuhan ekspor, Indonesia sudah siapkan lahan untuk pertanian beras organik 300 ribu hektar di Kalimantan Tengah," kata Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman kepada pers didampingi Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia, Datuk Seri Ahmad Shabery Cheek usai pertemuan bilateral di Jakarta pada Jumat (3/3).

Dalam pertemuan bilateral tersebut, Mentan Amran Sulaiman menegaskan adanya 'benang merah' antara kedua negara sebagai bangsa serumpun jauh lebih penting dari sekadar memandang hubungan kedua negara sebatas kawasan perbatasan.

"Kami sampaikan tadi bahwa ikatan darah dan ikatan persaudaraan jauh lebih penting daripada sekadar kawasan perbatasan. Kita ini bangsa serumpun. Mari kita gandengan tangan membangun negeri, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia," katanya.

Menteri Shabery Cheek menambahkan kerjasama bilateral tersebut sangat penting untuk mengembangkan potensi pertanian di kawasan perbatasan kedua negara, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk secara mandiri tanpa tergantung pada pangan impor.

"Ini adalah perkara besar yang kita tunjukkan bersama untuk membangun kawasan perbatasan, terutama untuk kawasan Entikong dan Sarawak, dan saya hari ini di Jakarta bersama menteri pertanian Sarawak untuk memudahkan hasrat kita bangunkan kawasan perbatasan untuk jagung, pemeliharaan sapi, beras organik, dan saya percaya ini harus kita lihat sebagai tanda keakraban," katanya.

Komoditas Jagung
Staf Ahli Menteri Bidang Inovasi dan Teknologi Pertanian, Mat Syukur mengatakan pengembangan komoditas jagung antara kedua belah pihak, Indonesia menyambut baik untuk memenuhi permintaan jagung dalam setahun untuk 8,5 juta ton pakan ternak.

"Permintaan ini meningkat secara konsisten setiap tahun rata-rata 10 persen, dan diperkirakan permintaan dikalkulasikan sekitar 10 juta ton pada 2020. Jagung juga digunakan untuk konsumsi dan selebihnya untuk kebutuhan energi," kata Mat Syukur di ruang kerjanya setelah mendampingi Mentan Amran pada pertemuan bilateral dengan dengan Mentan Malaysia Shabery Cheek.

Menurutnya, kendala utama yang dihadapi Indonesia antara lain sektor pertanian jagung dikerjakan oleh petani kecil yang mempunyai kepemilikan lahan rata-rata hanya 0,5 hektar dan keterbatasan penggunaan teknologi. Kendala lain akses pendanaan dari sistem perbankan yang tidak memadai.

"Keterbatasan praktik penanganan budi daya dan pasca panen yang menyebabkan rendahnya kualitas produk, dengan demikian tidak dapat sesuai dengan standar industri. Pengelolaan rantai pasok yang timpang, petani masih menerima porsi yang kurang memadai dari nilai tambah yang dihasilkan dari rantai pasok," kata Tenaga Ahli Mentan bidang Budidaya Pertanian, Baran Wirawan.

Baran menambahkan Kementerian Pertanian RI telah menerapkan strategi yang terintegrasi untuk meningkatkan produktivitas, memperluas areal lahan melalui peningkatan intensitas tanam dan pengembangan area lahan baru, dengan fokus pada keterpaduan area lahan satu juta hektar.

"Strategi berikutnya peningkatan teknologi pasca panen melalui pengenalan pengeringan mekanik dan lumbung. Diikuti strategi peningkatan pemasaran seperti kredit tanpa agunan untuk petani, penerapan petani kontrak, dan kebijakan harga yang menguntungkan petani," kata Baran.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Agung Hendriadi menambahkan tantangan dan kendala tersebut berhasil dikendalikan oleh Kementan, produksi jagung telah meningkat signifikan untuk mencukupi kebutuhan domestik, baik untuk industri pakan ternak dan kebutuhan konsumsi.

"Dengan demikian, kita tidak lagi mengimpor jagung, pada saat ini, Indonesia telah memulai usaha untuk mengekspor jagung ke beberapa negara tetangga," kata Agung.

Jakarta (B2B) - Indonesia and Malaysia will work together to develop food commodities such as of maize, organic rice and cattle in the border region between the two countries, Borneo.  Indonesian Government set up 50,000 hectares in Entikong district of West Borneo Province while Malaysia set up 60,000 hectares in Sarawak, and the prime of corn planting plan targeted at mid-2017.

"Synergy Indonesia and Malaysia, which first one is corn in Entikong and Sarawak, and then cattle and organic rice. For the export market, Indonesia have prepared the land for development of organic rice 300 thousand hectares in Central Borneo," Indonesian Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman told the press  was accompanied by Malaysian Agriculture Minister Datuk Seri Ahmad Shabery Cheek after the bilateral meeeting here on on Friday (March 3).

In the bilateral meeting, Minister Sulaiman confirms 'red line' between the two countries as allied countries, is more important than the relationship the two nations separated by border lines.

"I say that the blood ties and bonds of brotherhood is more important than the border lines.  Let's join hands to build the nation, even to fulfill the world's food," he said.

Minister Shabery Cheek added that bilateral cooperation is very important for developing agricultural potential in the border region between the two countries, so as to meet the food needs of local people without depending on imported food.

"This is a common task two countries to build a border region, especially for Entikong and Sarawak, and I am today in Jakarta with agriculture minister Sarawak supports the objectives of development of border areas for corn, cattle, organic rice, and I believe this to be proof of of brotherhood of two countries," he said.

The Corn Commodity
Expert Staff to Minister of Innovation and Technology Sector of Agriculture, Mat Syukur said development of corn commodity between the two countries, Indonesia able supply the needs of 8.5 million tons of maize for meet the needs of animal feed industry for one year.

"Demand has increased an average of 10 percent annually, and estimated demand in 2020 reached 10 million tons. Also to meet consumption needs and renewable energy," Mr Syukur said in his office at his office after accompanied Minister Sulaiman in bilateral meetings with Malaysian Minister Shabery Cheek.

According to him, the main constraints faced by Indonesia include of maize smallholdings with an average tenure of only 0.5 hectares, limited use of technology, and access to banks to get capital loan.

"Limitations of handling cultivation and post-harvest resulted in poor quality of of maize, so it can not meet industry standards. The management of the supply chain are lame, farmers still receive a disproportionate share of value added commodity trading of maize," said Experts Agricultural Cultivation in ministry, Baran Wirawan.

Mr Wirawan added Indonesian Agriculture Ministry has been implementing an integrated strategy for improve productivity, expand the land area through increased cropping intensity and development of new fields, with a focus on integration of one million hectares of land.

"The next strategy is to improve post-harvest technology through the introduction of mechanical drying and barns. Supported by an increase in marketing strategies such as unsecured loans for farmers, the implementation of contract growers, and pricing policies that benefit farmers," he said.

Head of Public Relations and Public Information of Ministry of Agriculture, Agung Hendriadi added challenges and obstacles is fixed by his ministry, proven to significantly increase corn production to meet domestic needs, for the animal feed industry and consumer needs.

"Thus, we are no longer import maize, at this moment, Indonesia has initiated export of of maize to some countries," Mr Hendriadi said.