Replikasi Sukses Petani Demak, BBPP Ketindan Usung Burung Hantu jadi Predator

Indonesian Farmers Breed Owls as Predators of Rats

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Replikasi Sukses Petani Demak, BBPP Ketindan Usung Burung Hantu jadi Predator
Kepala BBPP Ketindan, Djajadi Gunawan (ke-5 kanan) bersama para peserta Bimtek `Pengendalian OPT di Kabupaten Tabanan, Bali (Foto2: Humas BBPP Ketindan)

TIKUS sawah dikenal sebagai hewan mamalia yang berkembang biak sangat cepat, dan merupakan hama yang merusak tanaman pangan dan merugikan petani di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, hal itu mendorong Kepala Desa Tlogoweru di Kecamatan Guntur, Sutedjo dan Pudjo, petani setempat memanfaatkan burung hantu (tyto alba) sebagai predator tikus sawah yang ramah lingkungan dan efektif.

Kisah sukses tersebut mendorong Kepala Balai Besar Penelitian Pertanian (BBPP) Ketindan, Djajadi Gunawan melakukan replikasi sukses pemberantasan OPT di Demak, dengan menghadirkan Sutedjo dan Pudjo untuk hadir sebagai narasumber pada bimbingan teknis (Bimtek) bertajuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada Rabu (22/11). Bimtek dihadiri oleh pimpinan dinas pertanian Kabupaten Tabanan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.

"Burung hantu termasuk spesies nocturnal, yang beraktivitas di malam hari dengan penglihatan dan pendengaran sangat tajam, untuk tahu posisi tikus sawah dari jarak 500 meter. Mampu terbang dalam senyap didukung cakar dan paruh tajam sehingga efektif memangsa dan membunuh tikus sebelum dimakan," kata Djajadi Gunawan, selaku Koordinator Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) Provinsi Bali pada Bimtek OPT di Tabanan.

Djajadi Gunawan mengapresiasi Sutedjo dan Pudjo sebagai inisiator burung hantu menjadi predator tikus sawah sehingga Desa Tlogoweru di Demak dikenal sebagai desa unik. Bahkan kantor berita asing Reuters membuat video berita bertajuk ´Desa di Indonesia Mempekerjakan Kembali Burung Hantu´ dengan menyebut bahwa burung hantu tidak diburu tapi diperlakukan sebagai hewan peliharaan dengan memberi ruang untuk berkembang biak.

"Selama ini banyak yang studi banding dan belajar ke Tlogoweru mulai dari Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan, bahkan dari mancanegara seperti Malaysia, Hong Kong, Kanada dan lainnya," kata Djajadi mengutip Sutedjo.

Desa Wisata
Berpuluh tahun areal persawahan di Tlogoweru diganggu hama tikus, petani setempat berupaya dengan berbagai cara untuk membasmi tikus namun tak kunjung berhasil, hingga menemukan predator alami pemangsa tikus, yakni burung hantu, dan kini Tlogoweru dikenal luas sebagai ´desa wisata´.

Saat ini ratusan burung hantu hidup bebas di desa yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Pemerintah desa didukung warganya mendirikan karantina burung hantu dari spesies tyto alba sebagai tempat penangkaran, dan di tengah sawah dibangun 70 unit rumah burung hantu disingkat Rubuha.

“Karantina ini dimaksudkan untuk mengembangbiakkan burung hantu sebagai predator hama tikus. Modalnya sekitar seratus juta, yang berasal dari swadaya masyarakat desa," kata Sutedjo yang berhasil mengembangkan desa yang dipimpinnya sebagai desa wisata lantaran burung hantu menjadi ´sahabat petani´ untuk membasmi tikus.

RATS are known as fast-growing mammals, and are a destructive pest of food crops that are detrimental to Indonesian farmers especially in Demak district, Central Java province, it encourages Tlogoweru village head in Guntur subdistrict, Sutedjo and Pudjo, local farmers to use owls of the tyto alba species to be eco-friendly predators.

The success story encouraged Director of Ketindan´s Agricultural Research Center, Djajadi Gunawan replicate success in Demak, and Sutedjo and Pudjo were presented as resource persons on technical guidance titled ´controlling plant pest organisms´  in Tabanan regency, Bali province on Wednesday (November 22). The activity was attended by head of Tabanan agriculture office and Bali´s Agricultural Technology Assessment.

"The owls are a nocturnal species of the night with a very sharp sight and hearing that knows position of rats from 500 meters. Flying at night without sounding supported talons and sharp beaks to catch and kill a rat," said Mr Gunawan as the Coordinator for Increasing Production of Food Crops of Bali Province.

Mr Gunawan appreciated Sutedjo and Pudjo as the owl initiator to be a rat predator so that Tlogoweru village in Demak is known as the tourist village. Even the Reuters news agency made a video message titled ´village in Indonesia employs owl´ by mentioning that the owls are not hunted but are treated as pets by giving space to breed.

"So far, many of the study visits to Tlogoweru such as from Sumatra, West Java, East Java, Borneo, even from abroad such as Malaysia, Hong Kong, Canada and others," he said quotes Sutedjo.

Tourist Village
For decades the rice fields in Tlogoweru have been disturbed by rats, local farmers have tried various ways to eradicate rats but have always failed, to find natural predators of owls, and now Tlogoweru is widely known as a ´tourist village´ for owls.

Currently hundreds of owls live freely in villages where most of the inhabitants work as farmers. The village government supported its citizens to establish quarantine owls from the tyto alba species as a breeding ground, and in the middle of paddy stands 70 units of owl houses.

"Quarantine is intended to breed owls as pest predators of mice, at a cost of about a hundred million rupiah from village self-reliant," said Sutedjo who managed to develop a village he leads as a tourist village because owls become ´farmers´ friends to eradicate rats.