Transfomasi Penyuluhan Pertanian, BPP Selayaknya Puskesmas di Era 4.0?
Indonesian Agricultural Extension Transformation in Digital Era
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Bogor, Jabar [B2B] - Teknologi informasi menjadikan dunia semakin sempit lantaran penderasan informasi melalui internet. Aplikasi di jagat maya mengacaukan banyak industri tradisional dalam lima hingga 10 tahun ke depan. Bisnis kamera, transportasi, perhotelan, biro perjalanan telah tergilas oleh era disruptif. GoJek, Uber, Traveloka, dan Airbnb tak perlu memiliki armada taksi, maskapai penerbangan, kantor biro perjalanan dan jaringan hotel untuk menguasai pasar. Konsumen hanya diminta menyentuh layar smartphone untuk approved layanan yang dikehendaki.
Kementerian Pertanian RI menyadari potensi sekaligus ancaman dari Era Industri 4.0 terhadap sektor pertanian, maka penyuluh pertanian sebagai garda terdepan yang mendampingi petani harus mengembangkan kemampuan dan memiliki kompetensi terhadap pengembangan konsep smart farming/precision agriculture. Konsep yang merujuk pada penerapan teknologi informasi dan komunikasi [TIK] dengan memanfaatkan aplikasi digital didukung Internet of Things [IoT] dan Big Data pertanian.
"Maju mundurnya pertanian nasional tergantung pada seberapa besar dukungan penyuluh pertanian yang andal, profesional dan berfikiran terbuka terhadap kemajuan TIK," kata Kepala BPPSDMP Kementan, Prof Dedi Nursyamsi di Bogor, Senin siang [7/10] saat membuka ´Rapat Kerja Peningkatan Kinerja Penyuluh dan Sistem Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian´ yang diinisiasi oleh Pusat Penyuluhan Pertanian [Pusluhtan BPPSDMP].
Dedi Nursyamsi mengakui tidak bisa bekerja sendiri memimpin Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian - Kementerian Pertanian RI [BPPSDMP] khususnya terhadap penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar dari BPPSDMP, "maka masukan, saran dan rekomendasi dari para senior di Kementan dan guru besar IPB sangat vital untuk revitalisasi penyuluhan pertanian terkait kelembagaan, ketenagaan, sistem penyelenggaraan, sarana prasarana dan pembiayaan."
Pusluhtan BPPSDMP menghadirkan sejumlah mantan Kepala BPPSDMP di antaranya Syamsuddin Abbas, Sinis Munandar, Achmad Suryana, Winny Dian Nugraha dan Pending Dadih Permana. Hadir pula mantan Sekjen Kementan Hari Priyono; Staf Ahli Menteri Pertanian, Mat Syukur dan pakar penyuluhan pertanian dari Institut Pertanian Bogor [IPB] Prof Dr Ir Soemardjo, MS; dan Kepala Pusluhtan, Leli Nuryati.
Turut hadir pejabat eselon tiga Pusluhtan di antaranya Kabid Program dan Evaluasi, Rizal Fakhriza; dan Kabid Penyelenggaraan Penyuluhan, I Wayan Edian selaku fasilitator rapat kerja yang dikemas menjadi focus group discussion [FGD] sehingga para keynote speaker Raker dapat leluasa untuk ´urun rembug´ tentang masa depan penyuluhan pertanian.
Prof Dr Ir Soemardjo, MS memaparkan tentang ´posisi sistem penyuluhan pertanian terkini´ dari sisi penyelenggaraan penyuluhan di daerah yang dinilainya manajemen penyuluhan di daerah tidak sistematis dan tidak terarah, serta tidak kondusif. Tidak fokus mendidik, memberdayakan, mencerdaskan dan terbebani di luar tugas pokok dan fungsi [Tupoksi] serta menjadi subordinat dalam tugas dan tidak berdaya melakukan supervisi fungsi sebagai tokoh masyarakat.
"Pembiayaan tidak memadai. Penguatan kapasitas penyuluhan pertanian nyaris nihil, tidak ada merit system. Substansi penyuluhan di daerah tidak aktual dan tidak adaptif. Pelemahan fungsi penyuluhan akibat dominasi pelaku hilir terhadap hulu. Sementara dari sisi kelembagaan, membutuhkan kehadiran dan berfungsinya peran penyuluh swadaya dan penyuluh swasta," kata Prof Dr Ir Soemardjo, MS, Guru Besar Ilmu Penyuluhan Fakultas Ekologi Manusia IPB Bogor.
Sentralistik
Mantan Kepala BPPSDMP Syamsuddin Abbas mengulas tentang ´penguatan peran pusat' dalam penyuluhan pertanian. Pemerintah pusat dimintanya turun tangan menambah tenaga penyuluh dengan status PNS dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian RI yang ditempatkan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian [BPTP] di seluruh Indonesia, didukung penambahan anggaran penyuluhan untuk pemberdayaan balai penyuluhan pertanian [BPP].
"Pemerintah pusat dalam hal ini BPPSDMP melakukan supervisi pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah daerah," kata Syamsuddin Abbas.
Hari Priyono, mantan Sekjen Kementan menghargai pandangan tentang ´sentralistik penyuluhan´ namun hal itu tidak lagi sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dan anggaran untuk pegawai negeri sipil [PNS] yang menjadi wewenang Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara - Reformasi Birokrasi.
Pendapat tersebut diamini oleh Sinis Munandar yang mengharapkan ´rapat kerja´ berikutnya dapat menghadirkan kementerian terkait dan para pemangku kepentingan sehingga terjalin ´lobi setengah kamar´ untuk kepentingan penyuluhan pertanian.
Sinis Munandar juga menyodorkan gagasan tentang peran BPP ke depan harus melakukan transformasi dari sekadar ´kantor penyuluh´ yang pada praktiknya, setelah ´ngariung´ di BPP barulah penyuluh menyebar untuk mendatangi petani. Ke depan, seharusnya BPP mengembangkan potensinya dan menjalankan fungsi layaknya Pusat Kesehatan Masyarakat [Puskesmas] di tiap kecamatan yang selalu ramai didatangi pasien.
"Saya mengusulkan BPP diubah namanya menjadi Balai Pelatihan dan Penyuluhan Tenaga Kerja Pertanian disingkat BPPTKP. Kita tahu bahwa lazimnya tidak ada dokter dan perawat mendatangi pasien, sebaliknya adalah masyarakat yang mendatangi Puskesmas. Begitu pula BPP, kelak akan didatangi berbondong-bondong oleh petani untuk mengikuti semacam coaching clinic," kata Sinis Munandar, mantan Kepala BPPSDMP Kementan.
Sebagaimana diketahui coaching clinic adalah pembimbingan singkat dalam bentuk pelatihan atau sesi perorangan yang ditujukan untuk penguasaan pengetahuan dan kecakapan di bidang tertentu. Pertama kali dipopulerkan di dunia olahraga, istilah tersebut saat ini tidak hanya identik penguasaan keterampilan fisik. Fungsi coaching clinic membantu partisipannya mendapatkan wawasan tentang potensi diri, bisnis, organisasi, termasuk untuk penyuluhan pertanian.
"Cakupannya lumayan banyak dari mulai aspek kesehatan, gaya hidup, finansial, pengendalian emosi hingga perintisan bidang usaha. Saat ini, Coaching clinic di Indonesia lazim diberikan secara khusus bagi orang-orang yang ingin mendapatkan sesi pemberdayaan diri melalui pertemuan singkat selama satu jam atau pelatihan selama setengah hari," kata Kabid Penyelenggaraan Penyuluhan, I Wayan Ediana kepada B2B setelah rapat kerja berakhir pada Senin petang [7/10].
Reformulasi
Pending DP, mantan Kepala BPPSDMP dan Dirjen PSP Kementan mengulas tentang reformulasi penyuluh terkait kelembagaan, ketenagaan, sistem penyelenggaraan, dukungan sarana dan prasarana dan pembiayaan terhadap dukungan dan peran regulasi mendukung kinerja penyuluhan.
"Pilihannya adalah penyuluhan tetap berjalan seperti saat ini, dengan catatan bahwa kewenangan yang telah diserahkan ke daerah harus diikuti kewajiban untuk memfasilitasi seluruh aspek penyelenggaraan penyuluhan yang ada," kata Pending DP yang akrab disapa Pak Dadih, dan dikenal jajaran BPPSDMP baik di pusat dan daerah sebagai sosok petinggi yang sederhana dan bersahaja.
Dia mengingatkan tentang integrasi program secara bertanggungjawab antara pusat dan daerah. Dalam hal ini diperlukan rumusan kebijakan yang mendukung integrasi tersebut dengan regulasi.
"Apabila penyuluhan ditarik kembali menjadi tanggungjawab pusat, maka konsekuensinya perlu dilakukan redesain penyuluhan secara baik dan terintegrasi dengan para pemangku kepentingan di luar pemerintah," katanya.
Tampak hadir sejumlah pejabat eselon empat Pusluhtan BPPSDMP di antaranya Kasubbid Evaluasi - Bidang Program dan Kerjasama, Hafsah Husas; Kasubbid Ketenagaan Penyuluhan, Welly Nugraha; Kasubbid Materi dan Informasi Penyuluhan, Septalina Pradini; dan sejumlah penyuluh pertanian Kementan di antaranya Siti Nurjanah, Wellyana, Suwarna dan Sri Mulyani.
Insentif
Ahmad Suryana, mantan Kepala BPPSDMP dan Badan Ketahanan Pangan [BKP] mengingatkan tentang kewajiban bagi penyuluh pertanian untuk menerapkan teknologi digital di era 4.0, dengan menuturkan pengalaman menjaga cucunya yang disebutnya sebagai ´kisah eyang dititipi menjaga cucu yang sakit´ yang membuat suasana rapat kerja menjadi lebih hangat dan semarak.
"Saya panik menghadapi cucu yang terkena flu, eh ayahnya yang berada di luar negeri tenang-tenang saja. Ternyata dia punya solusi melalui smartphone, yang membuat saya sebagai kakek yang gaptek semakin menyadari manfaat dari aplikasi smartphone di era 4.0," kata Ahmad S.
Menurutnya, karena sang dokter menerapkan online registration, "saya begitu datang langsung masuk ruang periksa tanpa antri. Pergi ke tempat praktik dokter pakai GoCar, karena saya tidak berani nyetir sendiri. Obat diantar pakai HaloDoc, biaya gratis."
Saat membelikan cucunya bubur ayam, kata Ahmad Suryana, cukup memesan melalui GoFood. "Tanpa kacang dan tidak pedas alias spesifik preferensi."
Mat Syukur menyodorkan pendekatan ´ekonomi insentif´ dengan rujukan kiat Ignatius Jonan ketika memimpin PT Kereta Api Indonesia [KAI] untuk mengubah stigma stasiun dan gerbong kereta yang kumuh akibat perilaku penumpang lantaran tindakan indisipliner dari masinis dan kondektur. Tentunya, pengalaman KAI dapat diadopsi dan di-improvisasi oleh Kementan terhadap peran dan fungsi BPP di seluruh Indonesia.
"Ketika bertemu Jonan, saya tanya apa resepnya membuat layanan kereta api semakin nyaman. Kunci utamanya naikkan insentif masinis dan kondektur, kata Jonan, dari Rp80 ribu menjadi Rp120 ribu. Selanjutnya, masinis dan kondektur pun akan patuh pada aturan perusahaan lantaran kesejahteraannya terjamin. Dapat mendapat gaji dan tunjangan plus insentif operasional dari perusahaan," kata Mat Syukur, Staf Ahli Mentan.
Mantan Kepala BPPSDMP, Winny Dian Nugraha mengingatkan tentang reformasi penyuluh, yang selama ini lebih tepat disebut sebagai ´penyuluh administrasi´ atau tools dari birokrasi, karena mereka lebih sibuk membuat berbagai laporan untuk pusat dan daerah. Akibatnya, kinerja penyuluh pertanian tidak terukur. Misalnya, bagaimana kontribusi hasil produksi pertanian di satu kecamatan terhadap kontribusi kabupaten dan provinsi terhadap capaian produksi pertanian nasional. Kalau hal itu bisa dilakukan, maka tidak perlu lagi ada ´silang pendapat data´ antara Kementan dengan Badan Pusat Statistik [BPS].
"Kebijakan Kementan maupun pemerintah daerah belum bersikap pro kepada BPP, padahal banyak hal yang bisa dilakukan BPP antara lain menjadikan Kalender Tanam dari Badan Litbang Pertanian menjadi layanan online sesuai wilayah provinsi, kabupaten hingga kecamatan tempat BPP tersebut berada. Jadi info KaTam selalu update dari data Litbangtan bukan sekadar ditumpuk sebagai buku hardcover di kantor BPP," kata Winny DN.
Bogor of West Java [B2B] - Indonesian Agriculture Ministry is aware of potential and threat of industrial era 4.0 in the agricultural sector, the agricultural extensionist as the farmer companion must develop abilities and competent in developing smart farming / precision agriculture. The concept of agriculture refers to the application of information and communication technology, with the use of digital applications supported by the Internet of Things and Big Data, according to the senior official of agriculture ministry.