Belenggu Impor Dua Dekade Terkuak di Lereng Ijen Banyuwangi
M. Achsan Atjo, Wartawan
GENAP 20 TAHUN negeri ini terikat belenggu bawang putih impor, tepatnya sejak 1998 hingga saat ini kebutuhan pasar domestik dipenuhi oleh produk impor dari China dan India. Ketergantungan itu terjadi lantaran perdagangan bebas yang mendorong harga bawang putih lokal gagal bersaing dengan produk impor. Akibatnya, bisa ditebak ... Petani enggan menanam meskipun lahan dan benih tersedia khususnya di sentra produksi Temanggung, Jawa Tengah.
Pemerintah abai pada jeritan petani bawang putih, barulah pada pertengahan Mei 2017, Presiden RI Joko Widodo menunjukkan itikad baik dengan menginstruksikan dua menteri di kabinetnya, Andi Amran Sulaiman dan Enggartiasto Lukita untuk mengatur tata niaga bawang putih demi keberpihakan pada rakyat sebagai konsumen.
Berawal dari gonjang-ganjing harga bawang putih di tengah masyarakat mendekati Lebaran 2017 dan menjadi polemik di media massa. Hasil koordinasi Amran dan Enggar selaku menteri pertanian dan menteri perdagangan diikuti langkah pemantauan pasokan dan distribusi hingga ditemukan penyimpangan oleh importir nakal yang menimbun stok di gudang, dan baru dipasarkan setelah harga mencekik leher konsumen.
Rakyat tidak boleh dibiarkan menghadapi kepentingan pasar yang dikuasai importir, dan pedagang pemburu rente yang seenak udelnya menentukan harga asalkan mereka untung.
Sebelum pemerintah melakukan intervensi, harga bawang putih melambung ke Rp60 ribu per kg, dan hal itu sangat membebani rakyat padahal impor dari China. Artinya, rakyat dibebani kewajiban membayar keringat petani asing sementara petani bawang putih hanya bisa melongo.
Tata niaga menandakan peran negara hadir di tengah kepentingan rakyat akibat kebijakan dagang yang kebablasan. Harga melambung tinggi. Bawang putih tak terbeli, apalagi saat Ramadan dan Lebaran.
Kebijakan Jokowi memastikan importir dibatasi geraknya, dengan batasan kuota setelah direkomendasi oleh Kementerian Pertanian RI barulah mendapat izin impor bawang putih dari Kementerian Perdagangan RI. Selanjutnya seluru distributor, sub distributor, dan agen wajib mendaftar diikuti kewajiban daftar gudang dan posisi stok sehingga pemerintah mengetahui ketersediaan pasokan dan distribusi ke pengecer.
Tidak cuma itu, Amran dan Enggar mewajibkan importir dan pedagang ikut investasi dalam budidaya bawang putih, tujuannya agar secara berangsur-angsur impor dapat distop setelah petani dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
10 bulan kemudian tersiar kabar gembira dari Lereng Ijen di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, tepatnya Kamis (22/3), setelah Mentan Amran Sulaiman panen bawang putih di lahan seluas 116 hektar, pak menteri pun yakin Magelang dan Temanggung, dua kabupaten di Jawa Tengah segera menyusul untuk panen komoditas serupa.
Amran Sulaiman meyakini kebutuhan lahan bawang putih sekitar 73 ribu hektar untuk mencapai swasembada pada 2021. Strateginya, 60 ribu untuk kebutuhan konsumsi dan 13 ribu hektar mengembangkan benih unggul. Tidak sulit memenuhi kebutuhan lahan tersebut, katanya kepada pers, karena jauh lebih kecil ketimbang lahan untuk padi dan jagung yang butuh hingga 21 juta hektar.
Lereng Ijen merupakan bagian dari grand design pencapaian swasembada bawang putih, diawali langkah seribu hektar pada 2014. Butuh waktu empat tahun untuk mencapai 15 ribu hektar pada 2018 di seluruh negeri atau naik 1.000%, kemudian tahun depan 45 ribu dan 2021 barulah pemerintah stop impor, karena petani meyakini keberpihakan penguasa negeri pada kepentingan mereka.
Bukan cuma pak menteri yang kegirangan, warga di sekitar perkebunan bawang putih pun ikut happy setelah pemerintah pusat dan daerah menerapkan pola padat karya, dengan melibatkan 830 buruh tani dari empat desa di sekitarnya: Licin, Glagah, Kalipuro dan Giri.
Pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi dengan PT Perkebunan Lidjen untuk memanfaatkan lahan hak guna usaha (HGU) sejak 2 November 2017, untuk menanam bawang putih varietas lumbu kuning dan lumbu hijau dari sentra bawang putih Parakan, Temanggung, yang diklaim kualitasnya lima kali lipat dari bawang putih impor.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) di Kementerian Pertanian melansir bahwa potensi lahan yang cocok untuk pengembangan bawang putih seluas 629 ribu hektar terdiri atas 259 ribu hektar lahan diversifikasi (tegalan) dan 370 ribu hektar lahan ekstensifikasi (semak belukar). Khusus untuk percepatan swasembada bawang putih dalam tiga tahun ke depan, pemerintah menerbitkan Peraturan Pertanian No38/2017. Aturan tersebut, mewajibkan pelaku usaha untuk menanam dan menghasilkan bawang putih sebanyak 5% dari volume permohonan rekomendasi impor produk hortikultura disingkat RIPH.
Hingga Maret 2018, Kementerian Pertanian menerbitkan RIPH bawang putih untuk 41 importir, dengan total volume pengajuan 456.644 ton. Diikuti ketentuan relaksasi aturan perbenihan, penjajakan dan ujicoba benih impor beberapa negara, dan memacu produksi benih lokal melalui dana APBN dan swadaya. Bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) juga diupayakan terutama untuk wilayah yang produktif.
Bicara tentang Parakan, Balitbangtan mengerahkan garda depannya di Jawa Tengah dari Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPTP) untuk mendukung pengembangan benih bawang putih seluas 20 hektar pada tiga desa di Kecamatan Kledung, target produktivitas rata-rata empat ton per hektar. Hasil panen kemudian akan didistribusikan ke Magelang, Karanganyar, Tegal, Pemalang dan kabupaten lain yang memiliki lahan luas di dataran tinggi.
Keterangan foto: Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman (ke-3 kanan) memimpin panen bawang putih di Dusun Jambu, Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jatim (Foto: Humas Kementan)
Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis