Redam Upeti Pejabat, Kiat Mentan Berangus Kartel Pangan


Redam Upeti Pejabat, Kiat Mentan Berangus Kartel Pangan

 

 

21 JUNI yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Krida Pertanian menjadi momentum tepat bagi Kementerian Pertanian RI, untuk memberangus praktik kartel yang menjadi momok bagi sektor pangan Indonesia. 

Bukan hanya merugikan kepentingan masyarakat banyak, kartel pangan juga merusak dan mengganggu kedaulatan bangsa. Kedaulatan pangan identik dengan kedaulatan negara. 

Semangat Hari Krida Pertanian yang terinspirasi dari awal musim pertama dari dua belas musim pranata mangsa (ketentuan musim), seluruh komponen bangsa yang bergerak di sektor pertanian, hendaknya mengawali siklus penanggalan ini dengan semangat perbaikan dan pembenahan. Lebih dari sekadar pembenahan sektor pertanian untuk meningkatkan produksi pangan nasional, pembenahan tata niaga dan distribusi juga perlu ketegasan.

Langkah kongkrit tepat pada peringatan Hari kelahiran Pancasila pada 1 Juni 2018, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mem-blacklist lima perusahaan importir bawang putih lantaran melakukan pelanggaran impor yang tidak sesuai dengan peruntukan, mempermainkan harga, dan memanipulasi wajib tanam. 

Adapun lima perusahaan tersebut yakni PT. PTI, PT. TSR, PT. CGM, PT. FMT dan PT. ASJ. Pemilik perusahaan tersebut bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Mentan Amran Sulaiman misalnya memperkirakan importir bawang putih bisa meraup untung hingga triliunan rupiah dalam setahun dengan memanipulasi harga.

Khusus untuk percepatan swasembada bawang putih, dalam tiga tahun ke depan, Kementan sudah menerbitkan Peraturan Pertanian Nomor 38 tahun 2017. Aturan tersebut, Kementan mewajibkan pelaku usaha untuk menanam dan menghasilkan bawang  putih sebanyak 5% dari volume permohonan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). 

Sadar bahwa izin impor di masa lalu seakan lazim digunakan untuk mencari upeti para pejabat, Amran Sulaiman tak mau jatuh ke lubang yang sama. Langkah kementerian untuk berbenah diri memberantas mafia pangan sudah dimulai, dan tidak boleh berhenti. 

Dalam catatan Mentan, sudah 1.295 pegawai Kementerian Pertanian sudah demosi, mutasi dan bahkan pemecatan, termasuk dua pejabat eselon satu yang diberhentikan karena kasus korupsi. Hal ini untuk memastikan Kementerian Pertanian kredibel dan dipercaya untuk menghabisi mafia pangan.

Tahun 2017 lalu, Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang terdiri dari Mabes Polri, Kementan, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggerebek pabrik beras PT Info Beras Unggul di Jl Rengasbandung Km 60, Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat.

Dalam penggerebekan tersebut, beras sebanyak 1.162 ton jenis IR 64 yang akan dijadikan beras premium dan dijual dengan harga tiga kali lipat di pasaran berhasil diamankan. 

Pihak kepolisian mencatat bahwa label kemasan tertulis kandungan karbohidrat dalam beras itu 25%, sementara berdasarkan hasil pengecekan laboratorium kandungan karbohidratnya 81,45%.

Ketegasan Mentan adalah upaya untuk melindungi jutaan perut bangsa ini, dan karenanya perlu dukungan banyak pihak. Tak perduli, berapa besar jerih payah petani kita, para mafia pangan akan mencari celah untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya. 

Melihat keuntungan yang menggiurkan dengan cara instan, tak heran jika praktek kartel sulit diberantas. Pelaku kartel akan berusaha melakukan perlawanan balik termasuk menyuap para pengambil kebijakan, meanipulasi data, hingga mementahkan segala upaya pemerintah untuk mencapai swasembada. 

Praktek kartel sejatinya membuat mekanisme pasar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Petani sebagai produsen pangan merugi karena harga yang terlampau rendah, masyarakat luas sebagai konsumen juga dirugikan karena harga pangan yang terlalu tinggi. Menyentuh sisi gelap antara keduanya adalah solusi yang tepat. 

Diperlukan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan ini selain penindakan atau penegakan hukum antara lain, pertama, komitmen pemerintah untuk membuat data terpadu dalam mengambil kebijakan. 

Kedua, sinergi antar kementerian dan lembaga dalam mencegah praktek kartel. Ketiga, pelibatan para pemerhati pertanian serta media dalam membangun optimisme ke masyarakat.

Tanpa menyadari pentingnya hal terakhir tersebut, sulit rasanya melibatkan masyarakat dalam membangun kedaulatan pangan kita. Ketika musim panen datang, para pelaku kartel membuat opini di masyarakat bahwa produksi tidak mencukupi kebutuhan atau standar kualitas sehingga diperlukan impor. 

Opini semacam ini ditegaskan lagi dengan harga di pasaran yang secara anomali melonjak, para mafia biasanya menimbun pangan untuk mengendalikan pasokan dan harga. Masyarakat seakan diajak mengamini kepentingan kartel.

Seperti matahari yang secara astronomis memberikan tenaga kehidupan yang besar pada hari ini (pada garis balik utara/23,50 lintang utara). Selayaknya, kita dapat menerangi sisi gelap praktek kegiatan bisnis pertanian. Sekaligus memberi insentif semangat para penggiat pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan Indonesia. 

Sejauh apapun upaya dan jerih payah kita mengangkat produktivitas pertanian, menyejahterakan petani, dan memodernisasi sistem pangan, tak akan cukup karena praktek kartel akan membuyarkan segalanya. 

Selamat Hari Krida Pertanian.

 

Advertorial

 

Keterangan Foto: Mentan Andiu Amran Sulaiman (kiri) dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian (Foto: Humas Kementan)

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis