Produksi Padi Terjaga, Kekeringan Bukan Lagi Ancaman


Produksi Padi Terjaga, Kekeringan Bukan Lagi Ancaman

 

 

ANDI AMRAN SULAIMAN, Menteri Pertanian RI

 

KEMENTERIAN PERTANIAN RI melakukan langkah strategis untuk mengantisipasi puncak musim kemarau yang berdasarkan perkirakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  terjadi pada bulan Agustus dan September 2018. 

Sejumlah langkah antisipatif yang sudah dilakukan Kementan diyakini akan mampu menjaga produksi pertanian, khususnya padi.  

Seluruh pejabat kementan berrsama-sama turun ke lapangan untuk membantu petani langsung di lahan sawah mereka. Mencari sumber air dan mempertahankan pertanaman satu juta hektar bulan Agustus ini agar tetap panen.

Sejumlah langkah komprehensif sudah dilakukan seperti melakukan percepatan tanam pada daerah yang belum mengalami kekeringan, penggunaan bibit padi khusus untuk lahan kering, serta penerapan teknologi dan mekanisasi untuk penyediaan air. 

Secara kelembagaan, kementerian juga meningkatkan sosialisasi dan koordinasi kepada seluruh pemangku kepentingan di setiap daerah.

Secara umum, musim kemarau seharusnya tidak selalu dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Justru banyak peluang dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jika dikelola dengan baik. Salah satunya adalah kesempatan untuk memanfaatkan areal pertanaman di rawa. 

Tinggi muka air rawa yang semula satu meter, pada musim kering turun menjadi 20-30 cm, sehingga menjadi peluang untuk wilayah tanam baru. 

Musim kemarau juga bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin karena hasil panen lebih bagus, hama lebih sedikit, sinar matahari cukup baik untuk fotosintesis, dan kualitas gabah lebih baik. 

Sikap positif Kementerian Pertanian juga didukung dengan data luas pertanaman tahun ini yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Dibandingkan Oktober hingga Juli 2016/2017, pertanaman di bulan yang sama pada 2017/2018 surplus 738.524 hektar. 

Selain itu, luas petanaman bulan Juni sebagai awal kemarau 2018 mencapai 984.234 hektar, juga masih lebih baik dibanding di bulan yang sama 2017 yakni seluasi 933.390 hektar. 

Peningkatan ini penting karena di beberapa tempat yang menurut BMKG mengalami kemunduran musim kemarau, kementerian berkomitmen melakukan percepatan tanam padi di beberapa wilayah, terutama yang masih bisa memanfaatkan hujan.

Di beberapa wilayah yang memang sudah mengalami kekeringan, kementerian sudah melakukan sejumlah langkah dengan memanfaatkan hasil inovasi petanian yang cocok untuk musim kemarau. Misalnya, pertanaman lahan kering yang sudah dimulai di lokasi petani binaan, Poktan Berkarya di Kelurahan Lobusona, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu di Provinsi Sumatera Utara. 

Pemerintah mendorong petani untuk menggunakan bibit unggul khusus lahan kering yakni Inpari 32. Wilayah Labuhan Batu menargetkan 10.000 ha perluasan areal tanam baru padi lahan kering selesai tanam bulan September 2018. Langkah ini untuk tetap menjaga produksi padi di daerah Sumatera Utara yang notabene sentra beras. 

Alokasi bantuan kementerian untuk lahan kering di Sumatera Utara meliputi luas 124.701 hektar. Sementara luas tertanam sampai hari ini mencapai 32.079 hektar, sehingga dibutuhkan target luas tambah tanam harian Agustus 2018 di Sumut minimal 3.500 ha. 

Wilayah yang mempunyai potensi besar pertanaman padi lahan kering di Sumatera Utara berada di Kabupaten Madina, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Labuhan Batu Utara. 

Secara nasional, penanaman padi di lahan kering juga menjadi salah satu cara untuk menjaga produksi padi nasional. Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menargetkan penanaman padi Gogo di lahan kering seluas satu juta hektar. 

Lahan kering diharapkan sebagai potensi baru lahan pertanaman padi, selain padi sawah mengingat mulai maraknya alih fungsi lahan di persawahan. 

Potensi pemanfaatan padi lahan kering dapat menggunakan lahan perkebunan, kehutanan maupun menggunakan tanaman sela.

Selain benih khusus lahan kering, juga mendorong penerapan teknologi adaptasi untuk menanggulangi dampak kekeringan, di antaranya adalah penerapan biopori dan sumur suntik. 

Pembuatan lubang bipori selain untuk mengantisipasi terjadinya banjir dengan membuat air hujan cepat meresap ke dalam tanah, juga membuat tanah tidak cepat kehilangan air pada saat musim kemarau. 

Sementara, pembuatan sumur suntik diharapkan dapat menjadi alternatif sumber pengairan pada saat memasuki  musim kemarau, terutama pada sawah tadah hujan.

Kementan sudah memetakan wilayah-wilayah yang mendapat alokasi teknologi tersebut di 18 provinsi. Total alokasi 400 biopori dan sumur suntik. Aceh, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat misalnya mendapatkan teknologi biopori, sementara sisanya menggunakan sumur suntik.  

Dipetakan pula lokasi yang peluang kekeringan besar berada di jalur pantai utara Jawa karena menurunnya curah hujan. Namun, faktor lain juga perlu dihitung, yakni dengan memaksimalkan pemanfaatan sungai, embung, dan waduk yang masih banyak debit air dan bisa dilakukan pompanisasi.

Kementan juga sudah melakukan koordinasi massif di setiap daerah agar langkah antisipatif tersebut berjalan maksimal, dengan mengerahkan bintara pembina (Babinsa), dinas pertanian, Kodim, tim upaya khusus (upsus), dan kantor cabang dinas (KCD). 

Selain itu upaya pengamanan standing crop bekerjasama dengan TNI agar hambatan di lapangan bisa diatasi. Semua turun untuk meyakinkan bahwa kekeringan bukan halangan tetapi opportunity. Pemetaan, pendataan, hingga penerapan langkah antisipatif diharapkan bisa maksimal. 

 

Keterangan Foto: Lahan kering diharapkan sebagai potensi baru lahan pertanaman padi, selain padi sawah mengingat mulai maraknya alih fungsi lahan di persawahan. 


Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis