Prestasi vs Fitnah

Mentan Amran Sulaiman Harus Maju Terus Bangun Pertanian Nasional


Prestasi vs Fitnah

 

TIDAK BANYAK yang mengetahui bahwa Andi Amran Sulaiman adalah menteri pertama yang tiba di kamar perawatan BJ Habibie di RS Gatot Subroto, Rabu [11/9]. 

Tiba di rumah sakit sekitar 15 menit setelah BJ Habibie, mantan Presiden RI ke-3 tersebut mengembuskan nafas terakhir. Mentan Amran hadir bersama Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie mendampingi kedua putra BJ Habibie, Ilham Akbar dan Thareq Kemal Habibie.

Mentan Amran Sulaiman ikut mengangkat, menyaksikan jenazah dimandikan, dan menyalatkan jenazah BJ Habibie di ruang Intensive Care Unit [ICU] RS Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Itulah sosok sejati Mentan Amran Sulaiman yang memilih ´hadir dalam senyap´, begitu pula dengan kinerjanya selama menjadi Mentan. Hasil kinerjanya ´tidak gegap gempita´ seperti pejabat negara lainnya, karena fokusnya adalah mencapai swasembada pangan dan mensejahterakan petani. Hal itu sesuai komitmennya setelah diangkat oleh Presiden RI Joko Widodo untuk memimpin Kementerian Pertanian RI.

Tidak banyak pula yang mengetahui, berkat strategi dan kebijakannya sebagai Mentan maka Indonesia mampu bertahan menghadapi El Nino pada 2015. Sementara sejumlah negara tetangga harus pontang-panting mengatasi dampak dahsyat El Nino pada sektor pertanian.

Tercatat sebagai El Nino terkuat dan terdahsyat dampaknya pada Indonesia. Hal ini merujuk pada laporan yang dilansir oleh National Oceanic AS dan Badan Atmosfer (NOAA) bahwa air di Samudera Pasifik Tengah mencapai 3,1° C di atas rata-rata pada 18 November.

Kendati dihantam El Nino dan terancam La Nina, Kementan menegaskan komitmen meningkatkan produksi pangan strategis: padi, jagung dan kedelai disingkat Pajale, dan Mentan Amran Sulaiman menyebut Pajale selama ini tergantung pada produk impor, dan apabila tidak ditangani segera dan secara serius melalui program Upaya Khusus (Upsus Pajale) akan mengancam ketahanan pangan nasional.

Hasilnya? Angka Ramalan Tetap (Atap) pada 2015 yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa produksi padi 2015 naik 6,42%; jagung meningkat 3,18%; dan kedelai naik 0,86% dibandingkan 2014.

BPS juga mengumumkan bahwa impor jagung turun 47,5% pada Januari hingga Mei 2016 dibandingkan periode yang sama pada 2015. Demikian pula dengan bawang merah, yang tidak ada impor atau turun 100% dibandingkan periode sama pada 2015.

Keberhasilan Indonesia mengatasi dampak El Nino dan ancaman La Nina diakui oleh lembaga riset independen the Economist Intelligence Unit (EIU).

EIU merilis data tentang Global Food Security Index (GFSI) pada 9 Juni 2016, yang menyatakan bahwa peringkat Indonesia pada Indeks Ketahanan Pangan Global (GFSI) secara keseluruhan (overall) naik dari 74 ke 71 dari 113 negara yang disurvai.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengapresiasi capaian Presiden Jokowi RI yang mampu mengatasi ancaman ketahanan pangan, meski dibayangi perubahan iklim akibat El Nino pada 2015 yang mengakibatkan kekeringan panjang dan bencana banjir akibat La Nina pada 2016.

Fitnah Keji
Hari-hari belakangan ini, Mentan Amran Sulaiman didera sejumlah fitnah dari pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan kepentingannya oleh strategi dan kebijakan Kementan, khususnya mengatasi impor pangan yang tentunya mengancam pundi-pundi mereka yang sewot pada pilihan Mentan mengutamakan kepentingan rakyat.

Mentan membuat sejumlah terobosan penting antara lain melalui deregulasi kebijakan dan perijinan [OSS]; mengendalikan impor dan mendorong ekspor; sistem layanan karantina jemput bola [inline inspection]; pertanian modern untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing melalui mekanisasi pertanian; menggandeng Kadin, HKTI, perguruan tinggi negeri dan swasta, eksportir, menggelar pameran dan promosi serta kontak bisnis di dalam negeri maupun mancanegara.

Realisasinya? Ekspor pertanian Indonesia periode 2015 - 2018 meningkat 29,7% dengan total nilai ekspor Rp1.764 triliun.

BPS melansir nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia pada 2015 meningkat ke 403,8 triliun meskipun dihantam kekeringan akibat El Nino. Bencana banjir akibat La Nina turut menekan nilai ekspor ke Rp384,9 triliun pada 2016. Kemudian melompat ke Rp475,9 triliun [2017] dan meningkat ke Rp499,3 triliun [2018].

Mentan Amran Sulaiman bukan cuma ´pandai mengekspor´, ternyata pria asal Bone, Sulsel, ini juga ´cekatan menggaet investor domestik maupun asing´ seperti dilansir Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM].

Total investasi pertanian 2013 - 2018 melonjak 110,2% dengan total investasi Rp270,1 triliun. Strategi Mentan adalah sejumlah program terobosan di antaranya deregulasi perizinan dan investasi harus rampung dalam waktu tiga jam; membentuk Satgas Kemudahan Berusaha untuk mendukung percepatan investasi; serta menggandeng Kadin, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan lintas sektor.

Pencapaiannya? Nilai investasi pertanian hanya Rp29,3 triliun pada 2013 melonjak ke Rp44,8 triliun [2014], Rp43,1 triliun [2015], Rp45,4 triliun [2016], Rp45,9 triliun [2017], dan melambung ke Rp61,6 triliun pada 2018.

Peningkatan ekspor dan investasi tentunya koheren dengan pendapatan domestik bruto [PDB] sektor pertanian selama 2013 - 2018 menurut BPS, yang menyebutkan peningkatan 47,2% sebagai yang tertinggi dari semua sektor dengan akumulasi kenaikan Rp1.375,2 triliun atau separuh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN].

Semua itu berkat program terobosan melalui revisi Perpres No 72/2014 dengan mengubah tender menjadi penunjukan langsung [PL]; didukung refocusing anggaran Kementan untuk infrastruktur dan sarana pertanian; bantuan benih pada lahan yang bukan eksisting; dan penerapan inovasi teknologi pertanian.

Buktinya? PDB sektor pertanian pada 2013 sekitar Rp994,8 triliun meningkat ke Rp1.089,6 triliun [2014], Rp1.184 triliun [2015], Rp1.267 triliun [2016], Rp1.334 triliun [2017] dan Rp1.463,9 triliun [2018] atau meningkat total 47,2%.

BPS juga melansir capaian Mentan Amran Sulaiman menekan inflasi bahan makanan/pangan selama 2014 - 2017 yang disebut ´pertama kali dalam sejarah´ bahwa inflasi makanan pokok di bawah dua digit.

Totalnya, 10,57% ke 1,26% [pertama dalam sejarah] yang terealisir lantaran program terobosan Mentan melalui pembenahan rantai pasok dan distribusi pangan didukung Toko Tani Indonesia [TTI]; menetapkan harga pembelian pemerintah [HPP] dan harga eceran tertinggi [HET] di tingkat konsumen; membentuk Satgas Pangan yang didukung Polri untuk memberangus praktik kartel, koordinasi dengan Bulog melalui program serap gabah/beras petani disingkat Sergab; dan memacu produksi pangan dalam negeri melalui Revisi Perpres No 72/2014 didukung refocusing anggaran Kementan, bantuan benih dan inovasi teknologi.

Hasilnya sungguh luar biasa. Inflasi 2014 tercatat melambung di 10,57 berhasil ditekan ke 4,93 setahun kemudian [2015], melonjak sedikit ke 5,69 [2016] dan merendah ke 1,26 pada 2017, Mentan Amran Sulaiman pun diapresiasi Presiden Jokowi sebagai menteri pertanian pertama Indonesia yang berhasil menekan inflasi pangan di bawah dua digit.

Prestasi Mentan Amran Sulaiman pun dicatat oleh Trading Economic [2019] dalam hal inflasi pangan pokok di seluruh dunia pada 2013 - 2017 sebagai ´penurunan inflasi terbaik´ dari peringkat ke-3 terendah, atau hanya di atas Mesir [17,55] dan India [12,96] sementara Indonesia 11,71 pada 2013.

Berkat kebijakan Mentan Amran Sulaiman maka inflasi berhasil ditekan ke 1,26 atau peringkat ke-6 di bawah Thailand, Korea Selatan, Rusia, AS dan Singapura, namun Indonesia melampaui Kanada, Jepang, Belanda, Jerman, dan Inggris serta sejumlah negara lainnya. Mesir dan India bertahan di posisi yang sama. 

"Kenikmatan Tuhan mana lagi yang kau dustakan"

 

[Advertorial/Pusluhtan BPPSDMP]

 

Tabel: Trading Economic (2019)

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis