Cederai Petani, Data Produksi Beras 2018 dari BPS
WINARNO TOHIR
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA)
DATA TERBARU dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang produksi beras tahun 2018 masih parsial lantaran tidak memasukkan data dari tahun-tahun sebelumnya.
BPS cuma merilis data beras 2018 bahwa Indonesia surplus 2,85 juta ton, namun dari tahun-tahun sebelumnya, BPS tidak pernah merilis data yang menggunakan metode kerangka sampel area disingkat KSA. Data produksi beras 2018 tidak dapat berdiri sendiri. Harus ada data pendukung dari tahun-tahun sebelumnya, untuk memastikan kondisi stok beras saat ini.
Mengingat BPS tidak merilis data produksi beras tahun-tahun sebelumnya, maka data survei yang dilakukan Sucofindo dapat menjadi pembanding. Sucofindo pada Juni 2017 merilis bahwa sekitar 15 juta kepala keluarga petani memiliki stok beras hingga 5,6 juta ton plus stok beras di masyarakat maka totalnya 8,1 juta ton.
Apabila BPS merujuk pada data dari hasil survei Sucofindo ditambahkan ke surplus produksi 2,85 juta ton, maka Indonesia total memiliki cadangan beras 9,1 juta ton. Sesungguhnya, data tersebut tidak berbeda dengan yang dirilis oleh BPS bersama Kementerian Pertanian RI sebelumnya.
Tanpa berniat memperdebatkan data BPS, namun jika data yang dirilis BPS tidak komprehensif, dikhawatirkan data BPS mencederai petani.
Badan Urusan Logistik (Bulog) kesulitan menyerap gabah karena pemerintah masih menggunakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang diatur melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015. Meskipun pemerintah sudah memberikan fleksibilitas 10%, namun kebijakan tersebut belumlah memadai untuk menutupi biaya produksi petani.
Bulog menggunakan instrumen tersebut untuk menyerap gabah, namun kemudian kesulitan untuk mendapatkan beras. Dampaknya, harga beras melambung sehingga tidak tersedia cukup di gudang Bulog. Kemudian pemerintah menyebutkan harus impor, padahal stok beras ada dan mencukupi.
BPS diharapkan lebih bijak dalam merilis data produksi beras, karena dikhawatirkan data yang dirilis BPS dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendorong terjadinya impor beras, dan langkah itu sangat melukai petani.
Kalau pemerintah mengijinkan lagi impor beras maka petani akan marah, karena posisi mereka terjepit dan seolah tidak dihargai. Marilah kita berpikir dan bertindak bijak agar tidak membuat petani marah. (Advertorial)
Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis