Pertanian Berkelanjutan, FAO Ingatkan RI Segera Lakukan Program Pembugaran Tanah

The FAO Reminded Indonesia to do Soil Amendment Programme

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Pertanian Berkelanjutan, FAO Ingatkan RI Segera Lakukan Program Pembugaran Tanah
Senior Expatriate Tech-Cooperation Aspac FAO, Ratno Soetjiptadie dan Ketua Kompartemen Tanaman Pangan Asbenindo Yuana Leksana pada diskusi ´Produktivitas Padi vs Importasi Beras, Ada Apa?´ oleh Forwatan (Foto: B2B/Mya)

Jakarta (B2B) - Organisasi Pangan Internasional (FAO) mengingatkan Pemerintah RI dan para pemangku kepentingan di sektor pertanian untuk secepatnya melakukan program perbaikan tanah, Soil Amendment Programme (program pembugaran tanah) dengan memperbaiki sifat biologi tanah, karena selama ini petani hanya memperhatikan sifat fisika dan kimia melalui pemanfaatan pupuk untuk meningkatkan hasil produksi pertanian.

"Nenek moyang kita jaman dulu tidak ada pupuk, tapi bisa menanam dan panen. Pada saat intensif menggunakan pupuk, produksi malah turun atau terjadi gagal panen,” kata Senior Expatriate Tech-Cooperation Aspac FAO, Ratno Soetjiptadie pada diskusi terbatas bertajuk ´Produktivitas Padi versus Importasi Beras, Ada Apa?´ yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di Jakarta, Senin (9/7).

Menurutnya, selama ini para pemangku kepentingan di sektor pertanian hanya memperhatikan sifat fisika dan kimia, namun mengabaikan aspek biologi. Menyikapi hal itu, seharusnya dilakukan soil amendment programme dengan memperbaiki sifat biologi tanah.

Dia mengaku pernah mendapati fakta mengejutkan tentang petani di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat yang memberikan pupuk pada tanaman padi hingga satu ton, lantaran beranggapan apabila diberi input satu kg maka akan meningkatkan produksi padi.

“Akibatnya, biaya produksi beras di Indonesia cukup tinggi, dan penyebab utamanya adalah pupuk. Apabila merugi, petani akan beralih profesi. Lantas siapa yang  akan menanam padi," katanya.

Ratno mengurai tentang biaya produksi beras Indonesia per kg mencapai Rp5.900, Vietnam Rp2.300, Australia Rp1.800 dan Amerika Serikat hanya Rp900. Dikhawatirkan apabila tanpa terobosan maka Indonesia akan tetap mengimpor beras.

"Riskan, ketika 40 juta petani harus menghidupi 240 juta penduduk di seluruh Indonesia," katanya.

Jakarta (B2B) - The Food and Agriculture Organization of the United Nations or FAO reminds the Indonesian government and its stakeholders in the agricultural sector for  the Soil Amendment Program, because only pay attention to the physical and chemical properties of fertilizer use, but ignore the biological nature of the soil.

"Our ancestors did not use fertilizer, but still can plant and harvest the rice," Senior Expatriate Tech-Cooperation Aspac FAO, Ratno Soetjiptadie told the press here on Monday (July 9).

According to him, so far the stakeholders in the agricultural sector only pay attention to the physical and chemical properties of the soil, but ignore the biological aspects. In response, it should be done soil amendment program by improving the biological properties of the soil.

He claimed to have found a surprising fact about farmers in Karawang district of West Java province which provides fertilizer in rice crops up to one ton, because assume if given one kg input will increase the rice production.

"This causes the rice production cost in Indonesia is quite high, and the main trigger is fertilizer. If the loss, the farmer will change profession. Who will plant rice?" he said.

Mr. Soetjiptadie explained about the cost of Indonesian rice production per kg reached 5,900, Vietnam 2,300, Australia 1,800 and United States only 900 rupiah. He was worried that without breakthrough, Indonesia would still import rice.

"Risky, 40 million farmers have to feed 240 million people across the country," he said.