Data Kelola Beras Harus Komprehensif, 60 Kabupaten Belum Konfirmasi Produksi Pangan Nasional


Data Kelola Beras Harus Komprehensif, 60 Kabupaten Belum Konfirmasi Produksi Pangan Nasional

 

ALHE LAITTE
Peneliti Suropati Syndicate

 

PERTANIAN Indonesia sangat luas dengan karakteristik beragam antar wilayah, maka  untuk memperkuat justifikasi data produksi beras perlu dianalisis parameter lain seperti data-data tentang stok beras, pasokan beras ke pasar, harga beras, importasi dan lainnya. 

Data BPS menyebutkan produksi padi 2015 meningkat 6,42% dan pangan lainnya juga meningkat, keraguan sejumlah pihak terbantahkan dan terkonfirmasi dengan data parameter lain.

Pertama, data survei BPS stok beras 2015, pada Maret 2015 mencapai 8,07 juta ton tersebar di rumahtangga, penggilingan, pedagang, horeka dan di gudang-gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) sedangkan stok Juni 2015 menjadi 9,69 juta ton dan September 2015 mencapai 8,12 juta ton. 

Artinya, walaupun pada 2015 terjadi musibah paceklik akibat El-Nino SST Anom 2,950C tertinggi selama ini, ternyata kebijakan, langkah antisipasi dan gerak cepat pemerintah mendistribusikan pompanisasi di sungai sungai dan menanam di lahan rawa, lebak, pasang surut yang potensial saat kering, terbukti mampu memproduksi padi secara signifikan dan tersedia stock beras cukup.

Parameter kedua, data pasokan ke pasar, bahwa pemasukan beras harian dan stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) menunjukan tren meningkat pada 2014 - 2016 turut mengonfirmasi bahwa produksi meningkat.

Total pemasukan beras 2015 mencapai 954.991 ton lebih tinggi dari 2014 sebesar 812.974 ton.  Demikian juga stok beras di PIBC pada 2016 rerata 44.785 ton per bulan atau lebih tinggi 19,8% ketimbang 2015 hanya mencapai 37.390 ton per bulan. Sementara pada 2015 stok beras di PIBC lebih tinggi 32,4% dibandingkan 2014 yang hanya mencapai 28.250 ton per bulan.

Data di 10 pasar besar lainnya juga menunjukan stok beras di pasaran melimpah pada 2015 dan meningkat lagi pada 2016.

Parameter ketiga tentang harga, dia mengingatkan agar hati-hati menganalisis harga beras dikaitkan dengan produksi. Uji statistik menunjukkan tidak ada korelasi  jumlah pasokan beras dengan harga eceran. Pembentuk harga beras eceran antara lain sistem distribusi, logistik, tata niaga, struktur dan perilaku pasar.

Kondisi stok beras di pasaran melimpah di saat paceklik pada Januari - Februari 2016 menunjukkan surplus pada akhir 2015 dan diindikasikan beras pada November 2015 hingga awal Januari 2016 berada di gudang-gudang.

Tindakan segelintir orang - apa pun namanya kartel atau tengkulak atau spekulan - yang menahan stok di saat paceklik sehingga harga melambung Rp9.000 hingga Rp12.500 per kg, dan melepas stok menjelang musim panen raya sehingga harga beras terjerembab ke Rp7.500 hingga Rp8.500 per kg yang mengindikasikan perilaku pasar yang tidak sehat.

Berkaitan dengan harga beras, ada pihak yang hanya menyajikan data harga yang tinggi pada bulan tertentu saja sejak Oktober 2014 sampai Februari 2016. Ini buktinya analisis data BPS bulanan bahwa harga eceran rerata 2014 meningkat 0,62%, pada 2015 kenaikan harga semakin melambat menjadi 0,57% dan pada 2016 boleh dikatakan stabil karena hanya naik 0,08%.

Ini artinya harga eceran beras dari tahun ke tahun mengarah ke stabil.  Bahkan pemerintah pada bulan Puasa dan Idul Fitri berhasil menjaga harga pangan stabil, ya stabilitas harga saat Lebaran ini seumur-umur tidak pernah terjadi.

Parameter keempat adalah importasi, ada pihak yang menyajikan data impor beras 2014 mencapai 0,84 juta ton, 2015 sebesar 0,86 juta ton, 2016 sebesar 1,28 juta ton dan 2017 hanya 71 ribu ton. Untuk itu, Alhe menyesalkan pernyataan sejumlah pihak yang tidak menganalisis data sehingga seolah terjadi impor semakin tinggi, padahal tidak demikian.

Impor beras 2016 itu sebagian besar masuk pelabuhan Indonesia pada awal 2016 dan dicatat BPS pada 2016. Itu adalah beras medium luncuran impor Bulog sebagai realisasi kontrak Oktober 2015.

Sesuai data Kode HS terlihat impor beras 2017 sebesar 71 ribu ton itu bukan beras medium, tetapi beras pecah, menir, sake beras dan lainnya. Konfirmasi dari Kementerian Perdagangan menyebutkan sejak awal 2016 hingga sekarang tidak mengeluarkan ijin impor beras medium dan tidak ada impor beras medium.

Demikian juga data impor jagung sejak Januari 2017 hingga sekarang, jumlahnya kecil 93.000 ton itu adalah impor tepung jagung, bibit, minyak dari jagung, bungkil dan lainnya. Pemerintah pada 2017 tidak meneribitkan ijin impor jagung pakan ternak, dan tidak ada impor jagung untuk pakan ternak."

Klaim sejumlah pihak tentang kesejahteraan terus menurun dalam empat tahun terakhir tidaklah tepat. Buktinya, ada tiga indikator sebagai pembuktian. Pertama, Nilai Tukar Petani (NTP) Nasional 2015 sebesar 101,59 dan naik menjadi 101,69 pads 2016 kemudian Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) naik dari 107,45 pada 2015 naik menjadi 109,93 pada 2016.

Kedua, sebagian besar petani tinggal di desa, merujuk data BPS bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2015 mencapai 17,94 juta jiwa turun menjadi 17,66 juta jiwa pada Maret 2016 dan terus melorot ke 17,09 juta jiwa pada Maret 2017.

Ketiga, data Gini Rasio di pedesaan pada Maret 2015 sebesar 0,334 setahun kemudian turun ke 0,327 di Maret 2016 dan turun lagi ke 0,320 pada Maret 2017.

 

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis