Bekasi, Jabar [B2B] - Pertanian harus dikelola secara ´berjamaah´ untuk mencapai skala ekonomis - menekan biaya untuk meningkatkan produksi - maka kelompok tani [Poktan] harus merger untuk membentuk Kelompok Ekonomi Petani [KEP] menuju Korporasi Petani yang mengelola persawahan ratusan hektar, bukan puluhan hektar apalagi 0,3 hektar yang dikelola individual.
"Tidak ada offtaker yang datang untuk beli gabah dua ton, hasil panen sawah 0,3 hektar. Kalau pun ada yang datang, itu pun tengkulak, dengan harga yang mereka tentukan sendiri," kata Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi di Jakarta via online, Senin [28/3] saat membuka Public Hearing untuk Perubahan Permentan No. 67/2016 tentang Pembinaan Kelembagaan Petani yang berlangsung di Bekasi.
Menurut Dedi, Kementerian Pertanian RI khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian [BPPSDMP] terus berupaya meningkatkan kapasitas dan kompetensi petani seperti diinstruksikan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo, untuk meningkatkan kesejahteraan petani, utamanya melalui pembinaan kelembagaan petani.
Dia menambahkan sektor pertanian terbukti kukuh dihantam badai Covid-19 dan menjadi penopang kedua bagi perekonomian nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik [BPS] diketahui Produk Domestik Bruto [PDB] lapangan usaha pertanian Atas Dasar Harga Berlaku [ADHB] mencapai Rp2,25 kuadriliun pada 2021. Nilai kontribusi pertanian 13,28% terhadap PDB nasional seperti dilansir BPS pada medio Februari 2020.
"Liabilitas pertanian tetap lebih unggul dari subsektor ekonomi lainnya. Bukti kinerja dan kekompakan petani dengan penyuluh sangat luar biasa. Pertanian tidak bisa delay apalagi stop, itu kiamat, karena pertanian sediakan pangan untuk sumber kehidupan," kata Dedi Nursyamsi.
Public Hearing Perubahan Permentan No. 67/2016 berlangsung offline di Bekasi, dipimpin oleh Sekretaris BPPSDMP Siti Munifah yang dihadiri Kepala Biro Hukum Kementan, Maha Matahari Eddy Purnomo; sejumlah pejabat terkait Kementan dan stakeholders lainnya.
KEP dan Simluhtan
Dedi Nursyamsi menambahkan bahwa Kementan terus mendorong dan mengupayakan melalui regulasi dan program untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Pasalnya, rata-rata kepemilikan lahan petani hanya 0,3 hektar sulit memberi keuntungan memadai pada petani.
"Suka tidak suka, siap tidak siap, kita harus kelola secara berjamaah. Bangun pertanian dengan skala ekonomi yang menguntungkan, harus hamparan luas minimal 200 hektar milik dari minimal 700 petani," katanya.
Terbentuknya KEP, katanya, akan lebih efisien mengelola persawahan 200 hektar, oleh puluhan kelompok petani [Poktan] dan belasan Gapoktan yang dikelola dengan manajemen pemupukan berimbang, pengendalian hama terpadu [PHT], alat mesin pertanian [Alsintan] dan drone didukung teknologi informasi dan internet of things.
Dedi Nursyamsi menambahkan, pengembangan KEP saat ini lebih mudah didukung Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian [Simluhtan] yang berisi data petani, penyuluh, Poktan, Gapoktan berbasis data Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri [Dukcapil].
"Pengembangan KEP akan menuntun petani didampingi penyuluh mengelola Korporasi Petani. Tengkulak tidak bisa lagi tentukan harga dari hasil panen 200 hektar misalnya, hasilkan 1.200 ton gabah kering panen, sebaliknya petani yang tentukan harga," katanya.
Dedi berharap kegiatan public hearing berjalan lancar bagi kepentingan petani, utamanya mendorong petani sebagai businessman bukan lagi pekerjaan apalagi kebiasaan, tapi menjadi pengusaha pertanian.
"Kementan terus mendorong dan berupaya agar petani mengelola hasil gabah secara korporasi. Jangan lagi jual gabah, tapi olah jadi beras harga Rp9 ribu per kg. Tingkat sosoh dan kotoran dibuang lalu bersihkan naik jadi Rp13 ribu per kg. Kemas secara baik, harganya Rp20 ribu, kalo diekspor melambung jadi US$2 atau Rp36 ribuan," katanya.
Bekasi of West Java [B2B] - Indonesian Agriculture Ministry will support the development of farmers´ economic institutions to establish corporations, by extending economies of scale, business efficiency, bargaining position and providing opportunities for farmer groups who have developed productive business activities, because farmers are the main producers of food it deserves profits from their farm, according to senior official here recently.