Jakarta (B2B) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta berkaitan dengan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam
penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah skema bantuan yang diberikan Bank Indonesia (BI) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia.
Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF untuk mengatasi krisis moneter. Pada Desember 1998, BI menyalurkan BLBI Rp147,7 triliun kepada 48 bank.
Kejaksaan Agung saat dipimpin M Abdul Rachman menerbitkan SP3 terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004. Hasil audit BPK menyebutkan, dari Rp147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank
umum nasional, Rp138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Penggunaan dana-dana tersebut kurang jelas.
Setelah diminta keterangan oleh KPK, Ary Suta meninggalkan gedung KPK dan membenarkan bahwa tujuannya ke KPK untuk memenuhi panggilan KPK dalam kasus BLBI.
"Nggak, nggak, ini rahasia. Panggilannya rahasia, pertanyaannya juga rahasia. Saya tidak bisa menjelaskan yang bukan wewenang saya. KPK yang bisa menjelaskan," kata Ari setelah diperiksa KPK, Kamis
(30/5).
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengakui memang ada permintaan keterangan untuk Ary terkait BLBI. "Yang bersangkutan dimintai keterangan di penyelidikan," kata Johan, Kamis malam.
Dalam kasus yang sama, KPK juga telah memeriksa sejumlah mantan Menteri Keuangan, seperti Kwik Kian Gie (1999-2000), Rizal Ramli (2000-2001), dan Dorodjatun Kuntjoro Jakti (2001-2004).
Sebelumnya, pada Jumat (12/4) lalu, KPK juga telah meminta keterangan dari Rizal Ramli dan Bambang Subianto. Rizal diperiksa dengan statusnya sebagai mantan koordinator perekonomian 2000-2001,
sedangkan Bambang pada saat menjabat sebagai menteri keuangan 1998-1999.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan, nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar.
Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan
Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Kwik dalam pemeriksaan di kejaksaan, mengaku dalam setiap rapat kabinet ia selalu memprotes rencana penerbitan SKL tapi kalah dengan menteri lain.
Alasannya menolak penerbitan SKL adalah karena ada campur tangan International Monetary Fund (IMF) terkait penyelesaian BLBI sehingga berdampak pada proses penjualan aset bekas pengutang BLBI
yang tergesa-gesa, bahkan tanpa tender, misalnya, kejanggalan penjualan Bank BCA pada 2004.
Jakarta (B2B) - The Corruption Eradication Commission (KPK) examined the former head of the National Bank Restructuring Agency (IBRA) I Putu Gede Ary Suta relates to the Certificate of Settlement (SKL) in
the investigation of alleged corruption Bank Indonesia Liquidity Assistance (BLBI).
Bank Indonesia Liquidity Assistance (BLBI) scheme assistance is provided by Bank Indonesia (BI) to banks liquidity difficulties when the 1998 monetary crisis in Indonesia. This scheme is based on an
agreement with the IMF to overcome Indonesian monetary crisis. In December 1998, BI gives BLBI Rp147, 7 billion to 48 banks.
Attorney General when led M Abdul Rachman has issued SP3 to 10 suspected cases BLBI in 2004. Audits by BPK mention, from Rp147, 7 billion BLBI funds disbursed to 48 national commercial banks, Rp138, 4
trillion declared detrimental to the country. The use of these funds is less obvious.
After examination, the Commission Ary Suta left the building, and confirmed that he was questioned by the KPK in BLBI case.
"No, no, it's a secret. summons secret, secret question also. I can not explain because I am not the authority. KPK can explain," said Ari after questioned by KPK on Thursday (30/5).
KPK spokesman Johan Budi SP said there inquiries related BLBI on Ary Suta. "Asked for information related to BLBI," said Johan, Thursday night.
In the same case, KPK also examined some of the former Minister of Finance, as Kwik Kian Gie (1999-2000), Rizal Ramli (2000-2001), and Dorodjatun Kuntjoro Jakti (2001-2004).
Earlier, on Friday (12/4), KPK has requested information from Rizal Ramli and Bambang Subianto. Rizal Ramli examined the status as a former coordinator of the economy 2000-2001, while Bambang Subianto
he served as finance minister 1998-1999.
Based on the results of settlement of shareholder (PKPS) by Supreme Audit Board, Salim sales value of assets transferred to the National Bank Restructuring Agency (IBRA) to BLBI settlement was only 36.7
percent or Rp19, 38 trillion from Rp52, 72 trillion to be paid.
SKL issued publishing mechanism Bank Restructuring Agency (IBRA) by Presidential Decree No. 8 of 2002, in the era of President Megawati, who received input from former Finance Minister Boediono,
Coordinating Minister for the Economy Dorodjatun Kuntjara-djakti, and Minister for State-Owned Enterprises Laksamana Sukardi.
Kwik Kian Gie in the examination at the prosecutor, admitted in cabinet meetings he always protested their plans to SKL, but were outvoted by the other minister in the Megawati cabinet.
SKL is his reason for refusing the issuance of the intervention by the International Monetary Fund (IMF) related to the settlement of BLBI so the impact on asset sales process BLBI debtors former hasty,
even without tender, for example, irregularities BCA sales in 2004.