Jakarta (B2B) - Ketua Bidang Perkebunan pada Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) R Azis Hidayat mengusulkan agar dibentuk Pelaksana Harian Komite ISPO. Hal itu mengingat struktur organisasi saat ini dirasa belum cukup efektif dan memadai untuk menangani aspek teknis sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Sebelumnya, Komite ISPO memiliki Dewan Pengarah yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Kendati demikian, dalam struktur yang baru, Dewan Pengarah ditiadakan, dan Ketua Komite ISPO dijabat langsung oleh Menko Perekonomian.
Karena itu, dia mengusulkan penunjukkan Pelaksana Harian Komite ISPO. Penunjukan ini diharapkan dapat memperkuat pelaksanaan fungsi teknis dan administratif sehari-hari sehingga tujuan sertifikasi ISPO dapat tercapai lebih efektif.
Hingga saat ini, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) baru sekitar 100 ribu hektare kebun rakyat yang berhasil memperoleh sertifikasi ISPO, dari total luas kebun rakyat yang mencapai 6,94 juta hektare.
Hambatan utama yang dihadapi petani adalah persyaratan legalitas, yaitu belum memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Surat Tanda Daftar Budidaya (SDGB).
“Dari 6,9 juta kalau kita perkirakan 980 ribu punya SDGB dan punya SHM, bisa lulus. Yang 6 juta bagaimana?,” tanya Azis Hidayat pada Diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertajuk ´Perpres 16/2025 ISPO untuk Industri Sawit Berkelanjutan´ di Jakarta, Rabu (4/6).
Masalah serupa juga dihadapi oleh perusahaan besar. Banyak perusahaan sawit saat ini masih mengalami kendala legalitas lahan, yang menjadi hambatan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.
“Belum lagi perusahaan besar, banyak yang belum punya HGU dan masih dalam proses. Ini jadi potensi besar untuk tidak bisa lulus ISPO,” tambah dia.
Lebih lanjut, Azis menyampaikan bawah Gapki komitmen mencapai 100 persen ISPO. Sebagai bentuk komitmen, perusahaan melakukan penyesuaian dengan membentuk bidang perkebunan yang khusus menangani ISPO dan kemitraan dengan pekebun.
“Komitmen termasuk organisasi Gapki menyesuaikan karena khusus memang ingin mencapai 100 persen ISPO membentuk bidang perkebunan, kebetulan saya yang diberi tugas itu khusus menangani ISPO dan kemitraan dengan pekebun,” ujar dia.
Adapun per Juni lalu, dari 1.177 anggota Gapki, sebanyak 687 perusahaan atau sekitar 58 persen sudah bersertifikat ISPO. Total luas lahan bersertifikat mencapai 3,6 juta hektare. “Kami terus dorong agar Gapki bisa mencapai target 100 persen,” tegas dia.
Selain itu, Gapki juga punya program klinik ISPO di 15 provinsi. Kemudian juga pelatihan auditoris ISPO kita fasilitasi bagi anggota gapki ada harga khusus Kemudian juga di acara IPOC Internasional di Bali kemarin juga kita bikin cafe, konsultasi advokasi, fasilitasi, edukasi tentang ISPO, tentang PSR dan permasalahan kelapa sawit.
Gapki memandang dirinya sebagai mitra strategis pemerintah dalam mendorong keberlanjutan industri kelapa sawit nasional. Oleh karena itu, organisasi ini selalu berkomitmen untuk mematuhi regulasi pemerintah serta aktif memberikan masukan konstruktif terhadap kebijakan yang belum efektif di lapangan.
“Strategi percepatan ISPO pada prinsipnya didasarkan pada posisi Gapki sebagai mitra strategis pemerintah. Kami selalu taat dan patuh terhadap regulasi, dan jika ada kebijakan yang tidak berjalan atau kurang sesuai di lapangan, kami segera sampaikan masukan,” jelas Azis.
Solidaridad Indonesia
Di tempat yang sama, Solidaridad Indonesia, yang merupakan organisasi masyarakat sipil berperan aktif di sektor hulu kelapa sawit, berkomitmen mendampingi petani sawit rakyat untuk memperoleh sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Kepala Pengembangan Program Solidaridad Indonesia, Edy Dwi Hartono, menyampaikan bahwa tingkat sertifikasi ISPO di kalangan petani rakyat masih sangat rendah.
“Saat ini baru sekitar 1 persen dari total 2,5 juta pekebun rakyat atau mencakup 6,9 juta hektare lahan yang tersertifikasi ISPO. Ini menjadi tugas bersama yang harus kita tingkatkan,” ujar Edy.
“Ini memang tugas berat yang harus kami tempuh agar mereka tidak terpinggirkan dalam industri sawit di masa mendatang,” tambah dia.
Saat ini, Solidaridad banyak bergerak di Kalimantan, termasuk Kalimantan Barat, Tengah, dan Timur, serta beberapa wilayah di Lampung. Meski juga menangani komoditas lain, skalanya masih terbatas.
“Kelapa sawit tetap menjadi fokus utama kegiatan kami,” lanjut Edy.
Melalui proyek bertajuk Reclaim Sustainability, Solidaridad mendorong kesiapan petani menuju praktik keberlanjutan, baik dari aspek tata kelola kebun maupun pemenuhan regulasi untuk menuju standar sertifikasi ISPO dan RSPO.
Dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, Solidaridad Indonesia melatih sebanyak 24.687 petani sawit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 6.929 persil lahan telah dipetakan secara poligon dengan total luas mencapai 8.955 hektare. Dari luasan tersebut, sebanyak 4.862 dokumen STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) telah berhasil diterbitkan.
Adapun dari sisi sertifikasi, lanjut dia, Solidaridad mencatat baru 220 petani dari kelompok dampingan yang berhasil memperoleh sertifikasi ISPO, sementara 1.023 petani telah tersertifikasi RSPO, dan 2.463 petani lainnya telah memperoleh sertifikasi Regen Agri.
Implementasi Perpres
Lebih lanjut, Edy menyampaikan bahwa Solidaridad Indonesia mendukung implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025 melalui penguatan kolaborasi multipihak dan peningkatan kesiapan petani, khususnya dalam praktik budidaya dan pemenuhan persyaratan sertifikasi.
Dukungan itu tercermin dalam sejumlah aspek kebijakan. Misalnya, pada Pasal 4, Solidaridad berperan dalam memfasilitasi kelompok petani menuju sertifikasi melalui penguatan kelembagaan koperasi dan asosiasi lokal.
Di Kalimantan Barat, Solidaridad menjalin kerja sama dengan Koperasi Credit Union Keling Kumang, asosiasi petani sawit, serta sejumlah mitra seperti SPKS.
Sementara itu, dalam hal pendanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 16, Solidaridad menyediakan dukungan dalam bentuk pelatihan dan pemetaan lahan. Namun untuk proses audit sertifikasi, pihaknya belum menyediakan pembiayaan.
“Kami berharap dukungan dari Badan Pengelola Dan Perkebunan (BPDP) dapat mempercepat proses sertifikasi ini,” ujar Edy.
Untuk peningkatan kapasitas petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Solidaridad rutin menyelenggarakan forum diskusi kelompok (FGD) dan sekolah lapang di berbagai wilayah kerja. Kegiatan ini menitikberatkan pada peningkatan pemahaman petani terhadap aspek budidaya yang berkelanjutan, serta aspek sosial dan lingkungan.
Ada pun dalam konteks peran serta multipihak sebagaimana tercantum dalam Pasal 23, Solidaridad aktif menjalin kolaborasi dengan berbagai organisasi seperti Apkasindo, SPKS, serta konsorsium Keling Kumang.
Serta juga terlibat dalam forum-forum advokasi kebijakan, salah satunya melalui kegiatan “Recruitability” yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari PPHBUN dan BPDPKS, untuk mendorong percepatan implementasi sertifikasi ISPO.
“Kami melihat bahwa pemahaman di tingkat nasional terhadap ISPO sudah cukup baik. Namun di tingkat daerah, kesenjangan pemahaman masih cukup besar,” kata Edy. [◦ˆ⌣ˆ◦]
Jakarta [B2B] - The objective of the Indonesia Agriculture Ministry is to increase production and productivity, increasing farmers´ knowledge and skills in implementing climate smart agriculture, reducing the risk of crop failure, reduce the effect of greenhouse gases, and increase the income of farmers in irrigated areas and swamp areas.
The target is to increase cropping intensity through irrigation rehabilitation, revitalization and modernization activities, the realization of a sustainable irrigation system through the revitalization of irrigation management, increasing institutional strengthening, as well as increasing the capacity and competence of human resources in irrigation management and increasing production and productivity.
Increasing farmers´ knowledge and skills in implementing climate smart agriculture, reducing the risk of crop failure, reducing the greenhouse gas effect and increasing farmers´ income in irrigated areas and swamp areas.
The main objective is to increase motivation for agricultural extension workers, agricultural extension centers, farmer groups, women farmer groups and farmer economic groups in agribusiness-oriented farming.