FAO Rekomendasi CSA, Upaya Mitigasi Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca
Indonesia Irrigation Development the Target of Government`s Loan Program

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Rabu, 27 Maret 2024
PROGRAM SIMURP: Penyuluh CSA pada Ubung Kecamatan Jonggat bersama petani mengukur emisi Gas Rumah Kaca [GRK] pada lahan Demplot Scalling Up dari kelompok tani [Poktan] Bunut Serempek III di Desa Puyung.

Lombok Tengah, NTB [B2B] - Badan Pangan Dunia PBB [FAO] merekomendasi Pertanian Berkelanjutan sebagai mitigasi pemanasan global, dengan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca [GRK] di lahan pertanian lantaran memicu temperatur udara hingga dua derajat Celcius. Komitmen serupa menjadi kesepakatan global dari Konferensi Tingkat Tinggi [KTT] Perubahan Iklim yang termaktub pada Paris Agreement [PA].

Rekomendasi FAO dan PA menjadi komitmen implementasi Pertanian Cerdas Iklim/Climate Smart Agriculture [CSA] di Indonesia terhadap emisi GRK pada 24 kabupaten di 10 provinsi. Upaya tersebut dilakukan petani dan penyuluh CSA di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat [NTB] belum lama ini.

Komitmen CSA diupayakan Balai Penyuluhan Pertanian [BPP] Ubung Kecamatan Jonggat selaku pelaksana kegiatan SIMURP di Lombok Tengah, NTB mengukur emisi GRK oleh petani dan penyuluh pada lahan Demplot Scalling Up dari kelompok tani [Poktan] Bunut Serempek III di Desa Puyung.

Pengukuran pertama berlangsung pada awal Februari saat pada tanaman padi usia 30 hari setelah tanam [hst] dan pengukuran kedua akan dilaksanakan 60 hst. Pengukuran menggunakan chamber atau sungkup, untuk menangkap
gas metana [CH4] dan dinitrogen oksida [N2O].

Sampel yang diambil dikumpulkan sesuai jumlah yang dibutuhkan, kemudian segera dikirim ke Badan Pengujian Standar Instrumen [BPSI] Lingkungan Pertanian Pati di Provinsi Jawa Tengah, untuk dianalisis lebih lanjut.

Pengukuran emisi GRK oleh Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project [SIMURP] sejalan arahan Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman bahwa menjaga lingkungan juga sangat penting dilakukan dalam aktivitas pertanian.

"Di balik produktivitas yang kita genjot, lingkungan harus diperhatikan, yang bisa kita lakukan adalah menurunkan emisi gas rumah kaca atau GRK," katanya.

Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan [BPPSDMP] Dedi Nursyamsi mengatakan Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan upaya sendiri di bawah business as usual [BAU] pada 2030, sementara dengan dukungan internasional hingga 41%.

"Kita butuh aksi adaptasi. Setiap aksi yang dilakukan, untuk mengantisipasi dampak buruk perubahan iklim serta menjaga kedaulatan pangan. Hal ini menjadi prioritas utama pembangunan pertanian," katanya.

Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian BPPSDMP Kementan [Pusluhtan] Bustanul Arifin Caya mengatakan, dibutuhkan aksi mitigasi, dimana setiap aksi harus bertujuan pada penurunan emisi GRK, juga mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas pertanian.

"Sudah ada inovasi teknologi mitigasi GRK yang diterapkan petani seperti menerapkan pengairan berselang, penggunaan bahan organik matang, varietas padi rendah emisi metana paket teknologi CSA." katanya.

Ada pula sistem integrasi tanaman dan ternak, kata Bustanul, berupa Paket CSA, penggunaan kalender tanam, olah tanah bajak dalam, pemberian bahan organik, penggunaan Perangkat uji tanah sawah [PUTS] dan Bagan Warna Daun [BWD], pemanfaatan bibit unggul bermutu, bibit usia muda, jarak tanam legowo dan pengairan intermittent.

Project Manager SIMURP, Sri Mulyani menyebut tiga sasaran pencapaian CSA yakni peningkatan Indeks Pertanaman [IP], produktivitas dan pendapatan sektor pertanian, adaptasi dan membangun ketangguhan terhadap Dampak Perubahan Iklim (DPI), dan berupaya mengurangi hingga meniadakan emisi GRK.

Sri Mulyani mengatakan penurunan emisi GRK rata-rata 37% di lokasi Demplot CSA SIMURP, yang direkomendasi oleh Balai Penerapan Standar Instrumen [BPSI] Pati.

"Budidaya padi sawah merupakan salah satu sumber emisi GRK, yakni gas metan [CH4] yang dilepas dari lahan persawahan tergantung jenis tanah, kelengasan tanah, suhu tanah dan varietas padi," katanya. [timsimurpkementan]


Central Lombok of West Nusa Tenggara [B2B] - The objective of the Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project [SIMURP] with Indonesia Agriculture Ministry is to increase production and productivity, increasing farmers´ knowledge and skills in implementing climate smart agriculture, reducing the risk of crop failure, reduce the effect of greenhouse gases, and increase the income of farmers in irrigated areas and swamp areas.

The target is to increase cropping intensity through irrigation rehabilitation, revitalization and modernization activities, the realization of a sustainable irrigation system through the revitalization of irrigation management, increasing institutional strengthening, as well as increasing the capacity and competence of human resources in irrigation management and increasing production and productivity.

Increasing farmers´ knowledge and skills in implementing climate smart agriculture, reducing the risk of crop failure, reducing the greenhouse gas effect and increasing farmers´ income in irrigated areas and swamp areas.

SIMURP locations in 13 irrigation areas and two swamp areas namely Banyuasin and Katingan Regencies and 17 districts in eight provinces.

The main objective is to increase motivation for agricultural extension workers, agricultural extension centers, farmer groups, women farmer groups and farmer economic groups in agribusiness-oriented farming.

TERKAIT - RELATED