Jakarta (B2B) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini merupakan suatu hal yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan.
"Untuk Indonesia walaupun kondisi rupiah melemah kami masih melihat itu adalah sesuatu yang wajar dan kami terus mengawasi itu," ujar Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (22/11).
Menurut Agus, pelemahan rupiah tersebut memang terpengaruhi oleh faktor perkembangan ekonomi global yang berdampak terhadap negara-negara berkembang.
"Kita tidak usah risau tentang itu, itu memang adalah perkembangan daripada dunia ketika kita melihat hasil pertemuan FOMC (Federal Open Market Committee) dan kemudian diperkirakan kondisi di Amerika lebih baik dan kemudian berdampak pada semua negara," ujar Agus.
Ia menuturkan pergerakan nilai tukar rupiah merupakan suatu hal yang dinamis dalam beberapa bulan terakhir di mana ketika Oktober rupiah menguat kemudian November melemah kembali.
"Kita juga tahu bahwa ini didukung oleh banyak investor yang juga ambil keuntungan berdampak pada posisinya (rupiah)," ujarnya.
Agus menambahkan, pihaknya juga tidak menargetkan suatu tingkat nilai tukar tertentu namun akan meyakinkan nilai tukar rupiah masih sesuai dengan fundamental ekonominya dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan di Tanah Air.
Berdasarkan kurs Jakarta Inter Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada Jumat sebesar Rp11.706, naik hampir 150 basis poin lebih dibandingkan Jumat (15/11) pekan lalu Rp11.561.
Jakarta (B2B) - Bank Indonesia Governor Agus Martowardojo has said the recent depreciation of the rupiah is normal and there is no need for people to become concerned.
"For Indonesia, the recent rupiah depreciation is normal, according to us. We, however, continue to monitor the situation," he said in Jakarta on Friday (22/11).
He pointed out that global economic developments were behind the rupiahs fall. "There is nothing to worry about. The fall is in reaction to global economic developments following the Federal Open Market Committee meeting and improving conditions in America, which have affected all countries," he added.
Agus said the rupiah exchange rate has been very volatile in the past few months, appreciating in October and depreciating in November.
"We believe that the exchange rate has been partly driven by investors who have engaged in profit-taking," he noted.
He added that while the central bank had no specific exchange rate target for the rupiah, it would try to ensure that the exchange rate reflected Indonesias economic fundamentals. He also pledged to maintain financial stability in the country.
The rupiah traded at 11,706 against the dollar on Friday, slipping from 11,561 last week.