Jakarta (B2B) - Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo meminta Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta untuk mengevaluasi jam masuk sekolah di Jakarta yang dinilai terlalu pagi bagi para pelajar. Bahkan jam masuk sekolah di Jakarta termasuk salah satu yang terpagi di dunia.
"Saya sudah perintahkan kepala dinas pendidikan (Lasro Marbun) untuk melakukan evaluasi, tapi saya belum dapat kabarnya lagi," kata Jokowi, di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (27/3).
Menurut Jokowi, jam masuk sekolah akan dievaluasi apabila ada keluhan dari para pelajar. "Nanti tergantung anaknya. Senang setengah tujuh ya silakan, jam tujuh silakan."
Apabila dari hasil evaluasi, siswa tidak keberatan dengan jam masuk sekolah pukul 06:30 akan tetap berlanjut. Kebijakan ini diberlakukan sejak tahun 2009, saat era kepemimpinan Fauzi Bowo-Prijanto. Perubahan jam masuk sekolah itu bertujuan untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas antara 6% hingga 14%.
Wacana perubahan kebijakan ini terucap pertama kali oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Mantan Bupati Belitung Timur ini mengusulkan jam masuk sekolah menjadi pukul 09.00. Konsekuensinya, siswa akan pulang lebih sore. Selama ini, siswa di DKI masuk pukul 06.30 dan pulang pukul 14.00.
Namun, kata Basuki, meskipun jam masuk sekolah menjadi pukul 09.00, jalanan akan tetap macet. Jalanan Jakarta akan lengang ketika musim libur tiba.
Pemprov DKI sempat mencoba menerapkan rayonisasi sekolah, dengan mengatur anak-anak sekolah dekat kediamannya. Namun kebijakan itu tidak juga dipenuhi dan tidak dapat mengatasi kemacetan.
Usulan itu setelah Pemprov DKI mendapat masukan dari hasil survei PT Pamintori Cipta, lembaga yang disewa Pemprov DKI. Berdasarkan hasil surveinya, pada 2008, di Jakarta setiap hari terjadi 20,7 juta kali perjalanan. Dari angka itu, 3% perjalanan menggunakan kereta, 57% menggunakan kendaraan bermotor, 40% merupakan perjalanan nonmotorized.
Sementara dari sisi tujuan, perjalanan ke tempat kerja sebanyak 5,6 juta perjalanan (32 persen), ke sekolah 5,3 juta (30 persen), berbelanja 2,1 juta (12 persen), tujuan bisnis 1,4 juta (8 persen), dan lain-lain 3,1 juta (18 persen).
Data tersebut juga mengungkapkan, perjalanan dengan kendaraan ke tempat kerja tercatat sebanyak 48%, ke sekolah 14%, tempat belanja 12%, bisnis 8%, dan lain-lain 18%.
Jakarta (B2B) - Jakarta Governor Joko `Jokowi` Widodo asked Jakarta department of education to evaluate school hours regarding. The governor appraised the school hours in Jakarta is too early.
"School hours in the capital city is 6.30 am. It`s too early," Jokowi said at City Hall, Thursday (3/27).
According to him, the school hours will be rescheduled if there is complain from the students. "But it will be continued if students are comfortable with this," he added.
Jokowi asserted that he does not know why the students should go to school at 6.30 am. The implementation of this policy was applied by previous governor and vice Fauzi Bowo-Prijanto in 2009 to reduce traffic jam between 6-14 percent.
The change of this policy was firstly uttered by Jakarta Vice Governor Basuki Tjahaja Purnama. Basuki advised that students should go to school at 9 am and go home in the afternoon. At this moment, the students are going home at 2 pm.
Basuki assessed that Jakarta will be free from traffic jam on holiday. Changing the school hours will not give effect for reducing traffic jam.
The city government tried to manage the students to go to school near their domicile. In fact, the policy could not solve the problem.
The school hours at 6.30 am was suggested by a hired institution, PT Pamintori Cipta through its survey. Based on the survey, there were 20.7 million trips everyday in 2008. In details, 3 percents by train, 57 percent by motor-vehicles, and 40 percent by non-motorized.
Based on the destination, 5.6 million trips (32 percent) went to working place, school 5.3 million (30 percent), shopping 2.1 million (12 percent), business 1.4 million (8 percent), and others 3.1 million (18 percent).
The data also revealed, trip using vehicle to working place were 48 percent, school 14 percent, shopping 12 percent, business 8 percent, and others 18 percent.