Jakarta (B2B) - Mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Mahathir
Muhammad, menghadiri acara Dies Natalis Universitas Mercu Buana di
Jakarta sekaligus memberikan kuliah umum di Jakarta, Kamis (8/11).
Kedatangan
Mahathir disambut meriah di kampus tersebut. Setibanya di kampus,
Mahathir disambut putri Pak Harto, Siti Hardianti Indra Rukmana atau
Mbak Tutut dan Probosutedjo. Ada pula mantan Wapres Try Sutrisno.
Hiburan seperti Tari Pendet juga ikut menyambut kedatangan Mahathir.
Sebelum
Mahathir bicara, tampak keakraban antara tokoh senior ASEAN itu dengan
Mbak Tutut. Ya, sebuah reuni yang mengingatkan betapa akrabnya Mahathir
dengan keluarga Cendana. Utamanya ketika Pak Harto masih menjadi orang
terkuat di republik ini.
Masa Mahathir dan Pak Harto, hubungan
kedua negara begitu harmonis. Tidak banyak perselisihan antara dua
serumpun. Jarang ada sebutan Indon dari orang Malaysia atau Malingsia
dari orang Indonesia.
Dulu, Mahathir bersama Pak Harto, begitu juga PM Singapura Lee Kuan Yew dijuluki sebagai orang kuat dari Asia Tenggara.
Wajar
jika saat berenuni dengan keluarga Cendana di Meruya, Mahathir berkata
saat ini tidak ada figur pemimpin yang kuat di wilayah ASEAN. Hal ini
menyebabkan ASEAN tidak lagi memiliki peran penting di dunia
internasional.
"Saat ini memang ada gap, di kalangan
pemimpin-pemimpin ASEAN saat ini, baik di Indonesia, Malaysia, Singapura
dan Thailand. Sehingga saat ini ASEAN tidak lagi memiliki peran yang
penting dan strategis di dunia internasional," kata Mahathir. Siapa
disindir Mahathir?
Foto: tribunnews.com
Jakarta (B2B) - Former Malaysian Prime Minister, Tun Mahathir
Muhammad, attended Dies Natalis of Mercu Buana University in Jakarta as
well as giving general lecture on Thursday (8/11).
His presence
was welcomed enthusiastically. Arriving at the campus, he was greeted by
daughter of Soeharto, Siti Hardianti Indra Rukmana or Mbak Tutut and
Probosutedjo. Also present was former Vice President, Try Sutrisno.
Dances such as Pendet also welcomed him.
Before giving lecture,
Mahathir seemed to be intimate with Mbak Tutut. It is indeed a reunion
that reminds people of Mahathir’s closeness to Cendana family,
particularly when Soeharto still served as the number one leader in this
country.
In the period, the two countries were having good
relationship. There were not many disputes between the two nations.
Indon or Malingsia (name callings) were rarely uttered either by
Indonesians or Malaysians.
At that time, Mahathir, Soeharto, and
Singaporean Prime Minister, Lee Kuan Yew, were referred to as strong
leaders from Southeast Asia.
It made sense that when reunited
with Cendana family in Meruya, Mahathir said that currently there are no
strong leaders in ASEAN region. This causes ASEAN to no longer have
important roles in international stage.
“There is a gap among
leaders in ASEAN, be it in Indonesia, Malaysia, Singapore, or Thailand.
Hence ASEAN now does not have strategic and important roles in the
world,” said Mahathir. Does Mahathir refer to someone?