MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan ada tiga sasaran pendirian Akademi Komunitas. Pertama, bertujuan untuk meningkatkan kualitas ketenagakerjaan. Salah satu kriteria wilayah pendirian AK adalah kantong-kantong penyedia tenaga kerja Indonesia (TKI).
Kedua, daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tapi belum dikelola dengan baik. Melalui Akademi Komunitas, masyarakat setempat akan memiliki daya jual dan daya saing yang lebih tinggi, sehingga jika di lingkungan tersebut ada pabrik atau perusahaan, masyarakat di sekitar AK bisa dilibatkan.
"Ketiga, AK adalah satu kesatuan dengan Masterplan Percepatan & Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ( MP3EI). Pendirian AK memerlukan investasi yang besar baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pekerjaan ini tidak mudah. Namun selama dananya tersedia, pasti jadi,” katanya.
Sebagai model, kata Mendikbud, pada 9 September 2012 telah dipasang tiang pancang pembangunan Akademi Komunitas pertama di Pacitan, Jawa Tengah, yang akan menjadi salah satu Akademi Komunitas percontohan bersama 19 akademi lainnya yang akan segera dibangun di beberapa daerah.
Akademi Komunitas di Pacitan ini akan membidangi otomotif, agro, IT, dan perhotelan. “Dia (Akademi Komunitas) di Pacitan ini akan memiliki mini hotel sendiri,” tutur mantan Rektor Institut Teknologi Surabaya (ITS) ini lagi.
Adapun 19 lokasi pendirian AK lainnya adalah, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Muko-muko, Kota Prabumulih, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Ponorogo, Kota Blitar, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Kolaka, Kota Mataram, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kerom.
MINISTER of Education and Culture, Mohammad Nuh, said that there are three purposes of the establishment. The first is to improve the quality of workforce. One of the criteria to build the academy is to build it in the areas providing Indonesian workforces.
The second criteria is areas which have lots of natural resources which are not managed well. Through the academy, local people will have higher purchase power and competitiveness. Hence if there is a company or factory in the area, the local people can get involved.
“The third is that the academy is in unity with the Master plan of Accelerating and Developing Indonesian Economy (MP3EI). Its establishment needs considerable investment from the central government and local government. This is not easy, but as long as the fund is available, it will be realized,” he said.
As a model, said the Minister, on September 9, 2012, the first piling of the academy building have been installed in Pacitan, East Java, which will be one of the models of Akademi Komunitas along with other 19 which soon will be built in several areas.
The academy in Pacitan will cover three sectors such as automotive, agriculture, IT, and hospitality sectors. “The academy will have its own mini hotel,” added former Rector of Surabaya Institute Technology.
The other 19 areas are West Aceh regency, Tanah Datar regency, Rejang Lebong regency, Muko-Muko regency, Prabumulih, Central Lampung regency, Ponorogo regency, Blitar, Temanggung regency, Sumenep regency, Situbondo regency, Sidoarjo regency, Nganjuk regency, Bojonegoro regency, Sumbawa regency, Kolaka regency, Mataram, Tuban regency, and Kerom regency.