Kolotnial vs Milenial, Prof Dedi Nursyamsi Elaborasi Peran Mahasiswa Polbangtan
The Era 4.0 for Indonesian Millennial Farmers: Senior Official
Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani

Magelang, Jateng [B2B] - Ratusan mahasiswa Polbangtan YoMa di kampus jurusan peternakan Magelang termotivasi oleh ´pernyataan inspiratif´ Prof [R] Dedi Nursyamsi tentang masa depan pertanian nasional ditentukan oleh semangat, kerja keras dan kinerja mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian [Polbangtan] di seluruh Indonesia.
"Kalian lebih penting daripada infrastruktur dan inovasi pertanian," kata Kepala BPPSDMP Kementan Dedi Nursyamsi yang membuat sebagian besar mahasiswa Polbangtan YoMa terhenyak.
"Kenapa SDM berkualitas lebih penting? SDM andal dapat membangun infrastruktur dan berinovasi," katanya didampingi Direktur Polbangtan YoMa, Dr Rajiman di Magelang, Selasa [27/8].
Mahasiswa Polbangtan sudah seharusnya menjadi ´motor penggerak´ transformasi pertanian tradisional Indonesia menuju modern, sesuai kodratnya sebagai generasi milenial. Milenial adalah sebutan untuk generasi Y dan Z, yang lahir di tengah kemajuan teknologi digital sehingga lebih tertarik dan mudah beradaptasi pada teknologi informasi dan komunikasi [TIK] ketimbang generasi X yang lahir sebelum dekade 90-an.
"Pertanian tradisional itu peninggalan era kolonial. Saat penduduk belum sebanyak sekarang maka pemenuhan kebutuhan pangan cukup dengan cara tradisional. Sekarang tidak mungkin lagi seperti itu. Milenial harus kuasai modernisasi pertanian. Kembangkan inovasi, mampu mengoperasikan diikuti perawatan dan pemeliharaan, yang bisa lakukan itu hanya kalangan milenial," kata Dedi Nursyamsi.
Menurutnya, pertanian di era 4.0 lebih menarik bagi generasi muda lantaran mempertimbangkan produktivitas dan profitabilitas, kesempatan kerja, kenyamanan dan kepuasan kerja sesuai karakter generasi muda dengan pola pikir dan aktivitas dinamis, dengan ketertarikan tinggi terhadap inovasi teknologi.
"Pertanian makin keren. Ada Alsintan yang multifungsi. Namanya combine harvester. Peralatan di bagian depan bekerja untuk panen padi dan langsung packing ke dalam karung gabah. Bagian belakang bekerja mengolah tanah. Efisien, efektif dan hasil maksimal itulah ciri dari modernisasi pertanian. Kuasai pertanian 4.0 agar kalian siap menghadapi pertanian modern," kata Dedi Nursyamsi yang disambut riuh mahasiswa Polbangtan YoMa.
Kemajuan sektor pertanian di era 4.0 pula yang mendorong meningkatnya minat lulusan SMA sederajat mendaftar ke Polbangtan. Dari 980 pendaftar ke STPP [sebelum transformasi menjadi Polbangtan] pada 2013/2014 menjadi 13.000 pada 2018/2019, yang akan dididik sebagai job creator dan job seeker melalui Program Pemberdayaan Wirausahawan Muda Pertanian [PWMP]. "Kalian semua akan mendapatkan peluang mengikuti PWMP untuk menjadi job creator."
Sesi tanya jawab lebih menarik lantaran banyak tangan yang teracung untuk mengajukan pertanyaan, khususnya permasalahan lapangan dan dampaknya pada masyarakat. Misalnya bagaimana memotong rantai distribusi pangan dari petani ke konsumen. Harga di petani murah tapi melambung di tingkat konsumen.
"Itu semua adalah pertanyaan konkrit di lapangan. Syaratnya? Kuasai hulu hingga hilir. Pelajari bagaimana packaging yang baik dan menarik. Stop mengandalkan produk impor. Suburkan tanah dengan pupuk organik, gunakan teknologi sendiri. Jangan membakar sisa tanaman, karena itu sama dengan membakar uang, tapi gunakan untuk menyuburkan tanah," kata Dedi Nursyamsi yang disambut riuh tepuk tangan mahasiswa Polbangtan Magelang.
Magelang of Cental Java [B2B] - Indonesian students of agricultural polytechnic college in Magelang district of Central Java province must study hard to become modern agricultural innovators who put forward the mechanization and digitization to support the improvement of Indonesia´s food production and quality, according to senior official of the agriculture ministry, Prof [R] Dedi Nursyamsi in Magelang on Tuesday [August 27].