FGD Penyuluhan 4.0

Petinggi Kementan dan `StakeHolders` Bahas Tantangan Penyuluh Era Milenial


FGD Penyuluhan 4.0

 

DUNIA saat ini mamasuki era baru yang disebut Revolusi Industri 4.0 ditopang Internet of Things [IoI] namun kemajuan teknologi digital global yang begitu cepat belum diimbangi kesiapan pelaku utama pertanian, hal ini menjadi tugas besar Kementerian Pertanian RI untuk menyiapkan SDM pertanian unggul dan berdaya saing melalui kegiatan penyuluhan pertanian sehingga sehingga paradigmanya harus berubah mengikuti dinamika zaman.

Fakta tersebut mengemuka dari kegiatan focus group discussion [FGD] bertajuk ´Penyuluhan Pertanian Hadapi Era Industri 4.0´ yang dibuka oleh Sekjen Kementan, Momon Rusmono mewakili Mentan Amran Sulaiman di Bogor, Selasa [10/9]. Hadir sebagai keynote speech antara lain Kepala BPPPSDM Kementan, Prof Dedi Nursyamsi; Guru Besar Ilmu Penyuluhan Pembangunan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Sumardjo; Mulyono Makmur dari Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia [Perhiptani]; Pejabat Fungsional Bappenas, Nono Surono; Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan RB diwakili Kabid Peningkatan Kinerja PNS, Agus Yudi Wicaksono; penyuluh muda dari BPP Dramaga - Kabupaten Bogor, Evrina Budiastuti dan dua petani milenial, Sandi Octa Susila dan Agus Ali Nurdin.

Sekjen Kementan Momon Rusmono menyoroti peningkatan eksistensi para penyuluh pertanian di tingkat lapangan dengan membangun sistem manajemen dan informasi penyuluhan pertanian berbasis teknologi dan informasi [IT]. Kedua, peningkatan kapasitas dan peran kelembagaan penyuluhan terutama di tingkat lapangan seperti BPP dan Posluhdes berbasis IT. Ketiga, penguatan kapasitas kelembagaan petani melalui Poktan dan Gapoktan dan mendorong pembentukan serta pengembangan Kelembagaan Ekonomi Petani [KEP].

"Keempat, penguatan ketenagaan baik penyuluh maupun petani milenial, yang responsif terhadap perkembangan IT, peka terhadap perubahan sosial dan peduli kelestarian sumberdaya alam serta lingkungan; dan kelima adalah dukungan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang efektif dan efisien," kata Momon Rusmono yang juga mantan Kepala BPPSDMP pada FGD yang dihadiri 90 peserta yang berlangsung sejak Selasa pagi hingga petang di Bogor.

Prof Sumardjo dari IPB menyoroti pengelolaan sistem penyuluhan pertanian dihadapkan pada disrupsi-disrupsi di era 4.0 yang mengarah pada konsep pertanian cerdas [smart farming atau precision agriculture], yang membutuhkan pemikiran dalam aplikasinya di masyarakat pertanian, yang tingkat perkembangan kesiapan menerima teknologi pertaniannya sangat beragam.

"Kini pengelola sistem penyuluhan pertanian bahkan dihadapkan pada tantangan baru lagi dengan hadirnya konsep Society 5.0, yaitu konsep yang kembali berorientasi pada orientasi insani dalam pengembangan dan penerapan teknologi di bidang pertanian," katanya.

Grand Design BPPSDMP
Kepala BPPSDMP Kementan, Prof Dedi Nursyamsi mengulas tentang Grand Design Pembangunan SDM Pertanian 2020 - 2024 khususnya penguatan dan pengembangan penyuluhan serta pendampingan petani dan korporasi petani.

Dia juga mengulas tentang Roadmap Pembangunan SDM Pertanian 2020 - 2045 terbagi atas Fase Pertumbuhan [2020 - 2024], Fase Penguatan [2025 - 2029], Fase Pemantapan [2030 - 2034], Fase Pemandirian [2035 - 2039] dan Fase Pengakuan [2040 - 2044].

"Roadmap tersebut dimulai dari fase pertumbuhan mulai 2020 ke 2024 dimana SDM pertanian mampu merintis usaha pertanian berbasis industri 4.0 hingga 2040 ke 2044 sebagai fase pengakuan, SDM pertanian Indonesia mampu mewujudkan lumbung pangan dunia," kata Prof Dedi Nursyamsi.

Tampak hadir mantan Kepala BPPSDMP Pending Dadih Permana; Sekretaris BPPSDMP Kementan, Siti Munifah; Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian [Pusluhtan] Leli Nuryati; Kepala Pusat Pendidikan Pertanian [Pusdiktan] Idha Widi Arsanti; mantan Kapusluh Fathan Rasyad dan Mei Rochyat dan sejumlah penyuluh pertanian utama Kementan di antaranya Siti Nurjanah, Wellyana, Sumardi, Suwarna, dan Basuki Setiabudi.

Mulyono Makmur dari Perhiptani mengupas tentang ´Dinamika Postur Pertanian´ yang menyoroti eksistensi petani dalam Lima Fase yakni pertanian nomaden [belum revolusi 20%], pertanian tradisional sebagai era 1.0 [mekanisasi 25%], pertanian modern di era 2.0 [elektrik mekanik 37%], pertanian presisi di era 3.0 [memanfaatkan komputerisasi 15%].

"Sementara petani era 4.0 masih minim, hanya tiga persen, ditandai penggunaan cyber robotik, big data dan bioteknologi masih minim," kata Mulyono Makmur.

Nono Surono mewakili Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas mengulas tentang ´kondisi dan tantangan pembangunan kependudukan ke depan´ khususnya kebutuhan terhadap pangan, air, energi dan lahan serta ´kesiapan Indonesia menghadapi era 4.0´.

"Pemanfaatan ekonomi digital dan industri 4.0 ke depan memiliki potensi besar untuk peningkatan nilai tambah dan efisiensi ekonomi. Namun jangan lupa bahwa kesiapan Indonesia menghadapi revolusi digital berada pada urutan ke-73 dari 139 negara dalam hal network readiness index," katanya.

Kabid Peningkatan Kinerja PNS, Agus Yudi Wicaksono menguraikan tentang ´jabatan fungsional PNS dengan pemangku terbanyak´ adalah guru sekitar 70% dari total 3.463.843 PNS, sementara penyuluh pertanian berstatus PNS hanya 1% yang diberi ´warna merah´ pada paparannya.

"Bagaimana Indonesia mencapai target Lumbung Pangan Dunia 2045 kalau jumlah penyuluh PNS hanya satu persen? Solusinya adalah penambahan penyuluh PNS yang dialokasikan Kemenpan RB sekitar 11 ribu per tahun," katanya.

Turut hadir sejumlah pejabat eselon tiga dan empat BPPSDMP di antaranya Kabid Program dan Evaluasi Penyuluhan, Rizal Fakhriza selaku ketua panitia; Kabid Penyelenggaraan Penyuluhan, I Wayana Ediana; Kabid Program dan Kerjasama Pusat Pelatihan Pertanian [Puslatan] Ramadani Saputra; Kasubbid Informasi dan Materi Penyuluhan, Septalina Pradini; Kasubbid Pemberdayaan Kelembagaan Petani, Yoyon Haryanto; Kasubbid Ketenagaan Penyuluhan, Welly Nugraha; Kasubbid Evaluasi Penyuluhan Hafsah Husas dan Kasubbag Pelaporan BPPSDMP Kementan, Revo Agri Muis.

Penyuluh Muda & Petani Milenial
Evrina Budiastuti, penyuluh muda dari BPP Dramaga di Kabupaten Bogor, Jabar mengaku terlanjur kepincut pada profesi sebagai penyuluh PNS di Dinas Pertanian Hortikultura dan Perkebunan Pemkab Bogor.

"Saya ingin tetap menjadi penyuluh lapangan, tidak berminat menjadi pegawai kantoran. Saya senang di lapangan bertemu petani," kata Evrina yang aktif sebagai penyuluh sejak 2013.

Petani milenial Agus Ali Nurdin yang sukses mengembangkan Okiagaru Farm seluas 1,8 hektar di Cianjur dan 2 hektar di Cisarua yang menjadi pemasok sejumlah pasar swalayan dan restoran Jepang di wilayah Jabodetabek.

"Saya hanya mengingatkan bahwa Alsintan bukan solusi untuk menarik minat pemuda ke pertanian. Pasalnya, kalangan milenial dicirikan cepat bosan dengan gadget yang dimiliki, maka harus disiasati oleh pemerintah bagaimana menjaring mereka untuk bertani.

"Petani itu keren," kata Sandi Octa Susila yang mengembangkan perusahaan agribisnis beromset Rp500 juta sebulan.

Usianya masih 26 tapi berhasil menggalang 373 petani untuk mengelola lahan seluas 12 hektar melalui kolaborasi dengan BUMN perkebunan di Kabupaten Bogor dan Cianjur di Provinsi Jawa Barat.

 

Keterangan Foto: Sekitar 90 peserta mengikuti FGD yang digelar Pusluhtan Selasa pagi hingga sore hari [10/9] di Bogor [Foto2: Humas Pusluhtan/Bima PS]

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis