Oposisi Tandatangani Kesepakatan dengan Presiden Ukraina

Peace Deal Signed to End Bloodshed in Divided Ukraine

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Oposisi Tandatangani Kesepakatan dengan Presiden Ukraina
Unjuk rasa di Kiev, pemimpin oposisi Vitali Klitschko disalami Presiden Ukraina Viktor Yanukovych (atas) dan aksi pengunjuk rasa (Foto2: Mail Online)

Kiev (B2B) - Presiden Ukraina Viktor Yanukovych dan tiga pemimpin oposisi utama, Jumat (21/2), menandatangani kesepakatan untuk melaksanakan pemilihan umum dan mengurangi kekuasaan presiden guna menyelesaikan krisis berdarah di negeri itu.

Kesepakatan tersebut menyangkut perubahan undang-undang dasar guna mengurangi wewenang presiden, pembentukan pemerintah persatuan nasional dan pemilihan dini presiden, kata kantor pers presiden Ukraina, seperti dilansir Xinhua.

Kesepakatan itu menyerukan penyelenggaraan pemilihan dini presiden tahun ini, meskipun belum ada tanggal yang ditetapkan. Pemungutan suara tersebut mulanya dijadwalkan diselenggarakan pada Maret 2015.

Berdasarkan kesepakatan itu, "pemerintah baru nasional" akan dibentuk dalam waktu 10 hari.

Para penengah Uni Eropa menandatangani sebagai saksi --menteri luar negeri Jerman, Prancis dan Polandia, kata kantor pers itu.

Dalam waktu satu jam setelah penandatanganan, parlemen Ukraina melakukan pemungutan suara guna memulihkan undang-undang dasar 2004, yang membatasi kekuasaan kepala negara dan memberi parlemen kendali lebih besar mengenai susunan pemerintah, termasuk perdana menteri.

Sebanyak 386 dari 450 anggota parlemen mendukung peraturan itu.

Parlemen juga melakukan pemungutan suara guna mendukung penyelenggaraan pemilihan presiden paling lambat Oktober 2014 dan amnesti bagi semua pemrotes yang terlibat dalam pawai anti-pemerintah.

Kiev - A tense calm prevailed in the Ukrainian capital after President Viktor Yanukovych and opposition leaders signed a deal on Friday to end the country´s violent crisis which had left deaths and injuries.

The peace agreement envisaged constitutional changes, an early presidential election this year and the formation of a national unity government within 10 days.

However, things in the Independence Square, the main site of anti-government rallies since November, did not seem to be going as many expected.

Thick and choking smoke, blackened walls, guarded exits of encampment, scattered household supplies, and protesters chanting slogans under the podium of speakers -- all of these were reminders of intense clashes and bloodshed that had torn up the former Soviet republic in the last three months.

With the tense calm shrouding the square, some predicted the demonstrations there might not be over despite the peace accord, believing the opposition would not quit such an arena.

Instead of dismantling the camps and leaving the square after the deal was struck, demonstrators pitched new tents to replace those burnt down in clashes with the police.

Outside the square, Ukrainians were apparently divided on the internationally mediated agreement.

However, the accord was unsatisfactory for businesswoman Oksana Lytvyn. She believed the presidential election should be held immediately and those responsible for violent clashes and casualties should be punished.