Kairo Banjir Darah, Lebih dari 100 Tewas dan 1.000 Terluka

Bloothbad in Cairo, More than 100 Dead and 1,000 Injured

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Kairo Banjir Darah, Lebih dari 100 Tewas dan 1.000 Terluka
Suasana di Kairo paska aksi penembakan oleh militer Mesir terhadap para pendukung Presiden Morsi yang digulingkan oleh militer Mesir (Foto2: Mail Online)

LEBIH dari 100 orang diyakini tewas dalam unjuk rasa yang mendukung penggulingan Presiden Mesir, Mohammed Morsi.

Pasukan keamanan dilaporkan mulai menembak demonstran sesaat sebelum shalat subuh di Kairo oleh pendukung Morsi, yang disingkirkan dari kekuasaannya oleh militer Mesir tiga pekan lalu.

Rumah sakit darurat di sekitar mesjid Rabaa al-Adawiya kewalahan, hanya ditangani satu dokter yang menyatakan kepada BBC bahwa lebih dari 1.000 orang terluka.

Kementerian kesehatan mengatakan sekitar 20 orang tewas dan 177 orang menderita luka-luka.

Al Jazeera Mesir melaporkan bahwa 120 orang tewas dan sekitar 4.500 terluka dalam kekerasan yang berlangsung sejak subuh di dekat mesjid Rabaa al-Adawia di Kairo.

"Mereka bukan menembak untuk menghalau pengunjuk rasa, tapi mereka menembak untuk membunuh," kata juru bicara pro-Morsi Ikhwanul Muslimin, Gehad El-Haddad.

Wartawan di tempat kejadian mengatakan penembakan masih bisa didengar beberapa jam setelah kerusuhan berlangsung.

Aksi penembakan yang berujung kematian berlangsung beberapa jam setelah para pendukung dan penentang Morsi melakukan unjuk rasa di seluruh Kairo.

Ratusan ribu orang turun ke jalan setelah panglima militer Jenderal Abdel Fattah el-Sisi, yang memainkan peran sentral dalam menggulingkan presiden, menyerukan warga Mesir untuk melakukan unjuk rasa untuk memberinya mandat dalam mengatasi 'kekerasan dan terorisme'.

Namun pendukung Persaudaraan Muslim (Ikhwanul Muslimin) juga mengerahkan massa tandingan, menuntut dikembalikannya Morsi, yang saat ini menjalani pemeriksaan sejak Jumat atas tuduhan melakukan kejahatan politik, termasuk pembunuhan, seperti dilansir Mail Online.

Lebih dari 200 orang tewas dalam kekerasan sejak penggulingan Morsi, termasuk sedikitnya sembilan pada hari Jumat, sebagian besar dari mereka adalah pendukung Ikhwanul Muslimin.

Haddad mengatakan pembantaian terakhir itu terjadi setelah polisi mulai menembakkan peluru gas air mata bertubi-tubi sekitar Sabtu pukul 03:00 dini hari pada demonstran yang  keluar dari Rabaa yang telah diduduki.

'Peluru ditembakkan di antara asap gas air mata," katanya.

Ia mengungkapkan 'pasukan khusus polisi berseragam hitam' menembakkan peluru dan penembak jitu menembak dari atap sebuah universitas, sekitar gedung bertingkat, dan jembatan.

Kantor berita MENA mengutip sumber keamanan yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan bahwa hanya gas air mata digunakan untuk membubarkan para demonstran. Ia berdalih tidak ada senjata api yang digunakan.

Haddad mengatakan para pendukung pro-Morsi hanya menggunakan batu untuk mencoba membela diri.

Di podium di luar masjid Rabaa, pembicara mendesak masyarakat untuk menghindari bentrokan, tetapi Haddad mengatakan rakyat bertahan untuk membela diri karena melindungi perempuan dan anak-anak yang berada di antara demonstran."

Politisi senior Ikhwanul Muslimin, Saad el-Hosseini mengatakan: "Saya telah mencoba mengajak para pengunjuk rasa untuk mundur selama lima jam. Saya gagal. Mereka mengatakan rela berkorban dengan darah mereka dan mereka menolak mundur."

Menteri Dalam Negeri dari kalangan militer, Mohamed Ibrahim, mengatakan pada Jumat bahwa Kairo sudah terlalu lama diduduki para pendukung Morsi akan segera 'diakhiri, segera dan sesuai hukum', seperti dilaporkan situs berita milik pemerintah, al Ahram.

Kemarin penguasa baru negara itu menuduh Morsi bersekongkol dengan kelompok Hamas Palestina dan merencanakan untuk menyerang kantor polisi, perwira militer dan penjara saat pergolakan politik pada 2011 terhadap mantan presiden Hosni Mubarak.

Selama unjuk rasa 2011,  ia melarikan diri dari penjara dan kini dituduh 'pembunuhan berencana terhadap para perwira, tentara dan narapidana.

Pengumuman hasil penyelidikan oleh jaksa terhadap Morsi kemungkinan digunakan untuk membuka jalan ke dakwaan formal untuk diajukan ke pengadilan.

Itu adalah kabar pertama tentang status hukum Morsi sejak ia digulingkan oleh militer pada 3 Juli. Sejak itu, para pemimpin Islamis telah ditahan di lokasi yang dirahasiakan tanpa bisa berkomunikasi.

Selain Morsi, lima tokoh senior lainnya dari Ikhwanul Muslimin telah ditahan. Hassan Mohammed, seorang guru berusia 30 tahun yang berasal dari Mesir selatan datang  bergabung dengan demonstrani pro-Morsi, menyatakan tetap bertahan di Kairo.

"Bahkan jika kami harus mati, saya dan keluarga saya, kami tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum presiden kami dibebaskan. Meskipun harus menunggu hingga tujuh tahun tahun. Kami siap untuk menjadi martir atas nama agama dan bangsa," katanya.

MORE than 100 people are believed to have been killed at a protest in support of Egypt's ousted President Mohammed Morsi.

Security forces are reported to have started shooting demonstrators shortly before pre-dawn morning prayers at a round-the-clock vigil in Cairo being staged by backers of Morsi, who was removed from power by the army three weeks ago.

Makeshift field hospitals around the area near the Rabaa al-Adawiya mosque were overwhelmed, with one doctor telling the BBC that more than 1,000 had been injured.

The state health ministry said 20 people had died and 177 suffered injuries.

Al Jazeera Egypt reported that 120 had been killed and some 4,500 injured in the early morning violence near the capital's Rabaa al-Adawia mosque.

'They are not shooting to wound, they are shooting to kill,' said pro-Morsi Muslim Brotherhood spokesman Gehad El-Haddad.

Reporters at the scene said firing could still be heard hours after the troubles started.

The deaths occurred hours after supporters and opponents of Morsi staged mass rival rallies across the country.

Hundreds of thousands of people came onto the streets after army chief General Abdel Fattah el-Sisi, who played a central role in overthrowing the president, called for Egyptians to rally to give him a mandate to tackle 'violence and terrorism'.

But Muslim Brotherhood supporters also staged mass counter-rallies, demanding the reinstatement of Morsi, who was placed under investigation on Friday for a raft of crimes, including murder.

More than 200 people have died in violence since the overthrow of Morsi, including at least nine on Friday, most of them Brotherhood supporters.

Mr Haddad said the latest deaths came after police started firing repeated rounds of teargas around 3am at protesters who had spilled out of the main area of the Rabaa sit-in.

'Through the smog of the gas, the bullets started flying,' he said.

He claimed 'special police forces in black uniforms' were firing live rounds and that snipers shot from the roofs of a university, buildings in the area, and a bridge.

State news agency MENA quoted an unnamed security source as saying that only teargas was used to disperse protesters. He said no firearms were used.

Mr Haddad said the pro-Morsi supporters had used rocks to try to defend themselves.

On the podium outside the Rabaa mosque, a speaker urged people to retreat from the gunfire, but Mr Haddad said 'men stayed to defend themselves because women and children are inside the sit-in'.

Senior Brotherhood politician Saad el-Hosseini said: 'I have been trying to make the youth withdraw for five hours. I can't. They are saying have paid with their blood and they do not want to retreat.'

Egypt's army-installed interior minister, Mohamed Ibrahim, said on Friday that the month-old Cairo vigils by Morsi supporters would be 'brought to an end, soon and in a legal manner', state-run al Ahram news website reported.

Yesterday the country's new rulers accused Morsi of conspiring with the Palestinian Islamist group Hamas and plotting to attack police stations, army officers and prisons during the 2011 uprising against former president Hosni Mubarak.

During the 2011 struggles, he had escaped from a prison and has now been accused of the 'premeditated killing of officers, soldiers and prisoners'.

The announcement by prosecutors of the investigation against Morsi is likely to pave the way to a formal indictment and eventually a trial.

It was the first news of his legal status since he was deposed by the military on July 3. Since then, the Islamist leader has been held incommunicado in a secret location.

Besides Morsi, five other senior figures from the group have been detained. Hassan Mohammed, a 30-year old teacher who came from southern Egypt to join the pro-Morsi rally, remained steadfast.

'Even if we are going to die, me and my family, we won't leave this place before our president comes back. Even if it takes seven years. We are ready to be martyrs in the name of religion and the nation,' he said.