Penggunaan Pupuk Anorganik Berlebihan Picu Tingginya Biaya Produksi Pertanian

Millennial Farmers Development are the Target of Indonesia`s Polbangtan Medan

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Penggunaan Pupuk Anorganik Berlebihan Picu Tingginya Biaya Produksi Pertanian
POLBANGTAN MEDAN: MAF dibuka secara online oleh Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi di Jakarta, Sabtu [15/4] dihadiri Direktur Polbangtan Medan, Yuliana Kansrini. Hadir online Kepala Pusat Pendidikan Pertanian BPPSDMP Kementan [Pusdiktan] Idha Widi Arsanti.

Medan, Sumut [B2B] - Komoditas pertanian Indonesia seakan ´tamu´ di negeri sendiri sementara produk impor seolah ´tuan rumah´ lantaran tingginya biaya produksi. Indikatornya, harga satuan hasil per kilogram lebih murah produk impor seperti komoditas kedelai ketimbang kedelai lokal.

Anomali tersebut karena petani lebih memilih menggunakan pupuk kimia [anorganik] dan pestisida secara berlebihan. Akibatnya, hasil produksi pertanian Indonesia kalah bersaing dengan produk impor, yang harganya lebih murah.

Hal itu mengemuka pada webinar Millennial Agriculture Forum [MAF] Volume 4 Edisi 15 bertajuk ´Gerakan Pertanian Organik Mendukung Terwujudnya Pertanian Berkelanjutan´ yang digelar oleh Polbangtan Medan secara hibrid.

MAF dibuka secara online oleh Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi di Jakarta, Sabtu [15/4] untuk mendukung sosialisasi dan kampanye Gerakan Tani Pro Organik disingkat Genta Organik, yang diluncurkan oleh Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo pada 22 November 2022.

"Produk pertanian kita kok seperti tamu di rumah sendiri. Sedangkan tamu atau produk impor seolah tuan rumah di sini. Kenapa bisa terjadi? Kenapa kita apa-apa impor. Biang keroknya adalah biaya produksi pertanian per kg relatif tinggi," kata Dedi Nursyamsi.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian - Kementerian Pertanian RI [BPPSDMP] Dedi Nursyamsi mengilustrasikan produk kedelai. Harga jual di lahan petani Rp8 ribu per kg sementara harga kedelai impor di Pelabuhan Tanjung Priok hanya Rp5 ribu per kg.

"Bayangkan, kedelai impor dari Brasil, Amerika atau Argentina di Tanjung Priok hanya Rp5 ribu per kg. Keok lha kita. Kenapa? Biaya produksi petani kedelai kita minimal Rp7 ribu per kg. Tentu kalah bersaing dengan impor, padahal begitu jauh jarak dari Amerika ke sini, tapi harganya lebih murah," kata Dedi Nursyamsi.

Kegiatan webinar MAF Volume 4 Edisi 15 dipusatkan di Medan dihadiri Direktur Polbangtan Medan, Yuliana Kansrini. Hadir online Kepala Pusat Pendidikan Pertanian BPPSDMP Kementan [Pusdiktan] Idha Widi Arsanti; Ketua Pusat Study Eco Enzyme Universitas Lambung Mangkurat, Dian Masita Dewi selaku moderator MAF; Pendiri dan Ketua Komunitas Eco Enzyme NTT, Chairel Malelak; dan petani milenial Dedi Tahoni, Staf Lapangan PT Power Agro Indonesia.

Dedi Nursyamsi, pemicu tingginya biaya produksi adalah penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan. Bahkan petani di Pantura [pantai utara Jawa] memakai tujuh macam pestisida, cair dan powder, lalu dioplos.

"Tentu serangga dan hama penyakit langsung mati. Petani kita itu kayaknya puas kalau lihat hama langsung mati. Mestinya tidak perlu seperti itu, kita semprot lalu dua atau tiga jam baru mati juga tidak apa-apa, yang penting kan mati," kata Dedi Nursyamsi.

Menurutnya, penggunaan pestisida berlebihan bukan hanya mematikan serangga, jamur, mikroba dan virus pantogen saja yang mati. Ikut mati pula mikroba sahabat lingkungan, mikroba penyubur tanah, mikroba penahan emisi gas rumah kaca dan mikroba bermanfaat lainnya.

"Bayangkan, kalau mikroba penyubur tanah mati maka lahan pertanian kita menangis kemudian menjadi tandus. Tanah menjadi tidak subur karena mikroba penambat N dari udara mati, mikroba pelarut P mati dan mikroba pelarut unsur tanah mati. Semua mati," katanya.

Genta Organik diluncurkan oleh Mentan Syahrul menjadi solusi atas melambungnya harga pupuk, terdampak kecamuk Perang Rusia dan Ukraina. Genta Organik bertujuan menjaga ketahanan pangan nasional, namun bukan berarti ‘mengharamkan’ apalagi anti pupuk kimia, asalkan sesuai takaran yang dibutuhkan tanaman dan aman bagi tanah melalui pemupukan berimbang.

Mentan Syahrul mendorong petani bersama penyuluh mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik [kimia] dan menerapkan pemupukan berimbang, untuk menjaga kesuburan tanah sekaligus menunjang nutrisi bagi tanaman.

"Tanah sebagai media tanam, harus kita jaga, karena produktivitas pangan bergantung pada itu. Salah satu caranya, dengan mulai menggunakan pupuk organik. Menjaga tanah dan kesuburannya, menjadi kewajiban bagi petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan pemupukan berimbang," ujar Syahrul.

Genta Organik, kata Dedi Nursyamsi, merupakan suatu gerakan yang mendorong pemanfaatan pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah sebagai solusi pupuk mahal. Genta Organik mendorong petani memproduksi secara mandiri.

"Pupuk organik, hayati dan pembenah tanah dapat dibuat secara mandiri oleh asalkan mau. Tidak ada alasan untuk tidak menyuburkan tanah di saat pupuk mahal," katanya. [ira/timhumaspolbangtanmedan]

Medan of North Sumatera [B2B] - The role of agricultural vocational education in Indonesia such as the the Agricultural Development Polytechnic or the PEPI Serpong, to support Indonesian Agriculture Ministry seeks to maximize its efforts to produce millennial entrepreneur.

Youth Enterpreneurship And Employment Support Services Program or the YESS, to support Indonesian Agriculture Ministry seeks to maximize its efforts for the millennial entrepreneur.

Indonesian Agriculture Minister Syahrul Indonesia Yasin Limpo stated that the government´s commitment to developing agriculture, especially in the development of advanced, independent and modern agricultural human resources.

“The goal is to increase the income of farming families and ensure national food security. Farmer regeneration is a commitment that we must immediately realize," Minister Limpo said.

He reminded about the important role of vocational education, to produce millennial farmers who have an entrepreneurial spirit.

"Through vocational education, we connect campuses with industry so that Polbangtan graduates meet their needs and are ready for new things," Limpo said.