BELUM lama ini, banyak orang  memperbincangkan tentang kemungkinan, mereka mungkin tidak dapat menemukan buah dan sayuran impor dalam enam bulan ke depan, termasuk durian Monthong.

Hal ini terkait dengan pernyataan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, belum lama ini, tentang pembatasan impor terhadap 13 produk hortikultura. Produk tersebut antara lain kentang, kubis, wortel, paprika, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, krisan, anggrek, dan bunga heliconia.

Pembatasan impor ini diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/OT.140/9/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Departemen Perdagangan Nomor Keputusan 60/MDAG/PER/9/2012 tentang Perubahan Kedua terhadap Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 Keputusan tentang Peraturan Impor Produk Hortikultura. Peraturan ini mulai berlaku tanggal 28 September 2012 tetapi tidak secara tegas melarang masuknya produk impor.

Namun, Departemen Pertanian memiliki hak untuk mengatur masuknya produk hortikultura impor. Lebih dari 57 kelompok jumlah Harmonized System (HS) yang diatur, termasuk 13 produk yang sekarang dibatasi. Peraturan ini juga diterapkan melalui penyediaan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura ke importir produk tersebut.

Rekomendasi ini menjadi dasar untuk memperoleh persetujuan impor dari Departemen Perdagangan. Namun, Kementerian Pertanian berencana, untuk tidak memberikan rekomendasi kepada 13 produk selama 6 bulan sehingga importir tidak bisa mengimpor produk tersebut.

Selain itu, masyarakat tampaknya tidak keberatan jika mereka tidak dapat mengkonsumsi buah-buah dan sayuran impor, karena mudah untuk menemukan produk-produk lokal di pasar.

Fakta ini dapat disangkal, beberapa produk dapat dengan mudah ditemukan. Misalnya, pedagang kaki lima (PKL) juga menjual durian Monthong, sementara kita dapat dengan mudah menemukan wortel impor di pasar tradisional.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, impor produk hortikultura terus meroket. Nilai impor mencapai US$600.840.000 pada 2006 dan US$787.860.000 pada tahun berikutnya. Pada 2008, tercatat sebesar US$881.620.000 dan naik menjadi US$1,76 miliar pada 2011.

Pembatasan impor harus menguntungkan petani sebagai produser. Pemerintah, baik pusat maupun daerah harus membantu petani untuk mengambil kesempatan ini.

Selain infrastruktur yang mendukung pengiriman barang ke pasar, petani juga harus didorong untuk menghasilkan produk hortikultura yang lebih baik.

Jangan biarkan pembatasan hanya efektif untuk menghemat harga pada saat panen saja.

Jika demikian, kebijakan ini akan terus terulang dan produsen menjadi sangat ketergantungan, dan tidak pernah siap untuk menghadapi kompetisi.

Selain itu, pembatasan akan menyulitkan industri yang masih bergantung pada bahan baku impor. Oleh karena itu, importir produsen hortikultura produk harus mendapatkan produk hortikultura impor Rekomendasi (RIPH) sepanjang untuk keperluan industri.

Pembatasan impor tidak disukai oleh negara-negara pemasok. Pemerintah harus siap menghadapi gugatan, khususnya melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Amerika Serikat dilaporkan telah mengajukan keluhan ke WTO terhadap kebijakan impor Indonesia.

Namun, Pemerintah optimis bahwa negara-negara pemasok dan WTO akan memahami kebijakan sebagai upaya untuk melindungi petani dalam negeri.

Pada kenyataannya, tidak mudah untuk meyakinkan mitra dagang. Negara Eksportir akan bekerja keras untuk membuat kebijakan tersebut dicabut. Terutama, dengan krisis yang melanda beberapa negara, sehingga pasar Indonesia relatif stabil untuk target pasar.

Pemerintah harus mampu meyakinkan anggota WTO bahwa kebijakan ini perlu dan tidak akan bertahan lama.

Indonesia yang merupakan motor G-33 telah berjuang Produk Khusus (SP) konsep yang ingin bahwa beberapa produk pertanian memperoleh fleksibilitas penurunan tarif, dan Special Safeguard Mechanism (SSM) sebagai perlindungan sementara dari invasi impor ancaman dan penurunan harga impor.

Skema mereka bisa menjadi semacam landasan hukum bagi Indonesia untuk mengambil kebijakan. Sayangnya, tidak semua anggota WTO setuju.