Petani Milenial, Kementan Perkuat Pendidikan Vokasi Pertanian
Millennial Farmers are the Target of Developing Indonesian Agricultural HR
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Jakarta [B2B] - Pengungkit utama produkfitas pertanian adalah SDM pertanian, kontribusinya 50% sementara kontribusi inovasi teknologi dan prasarana dan sarana pertanian masing-masing 25%, sehingga Indonesia harus meningkatkan kualitas pendidikan vokasi pertanian untuk mendukung regenerasi petani.
Kesimpulan tersebut mengemuka dari Webinar bertajuk ´Penguatan Proses Pembelajaran Pendidikan Vokasi´ di Jakarta, Kamis [16/7]. Kepala BPPSDMP Kementan Dedi Nursyamsi; Anggota Komisi IV DPR RI Mindo Sianipar; dan Ketua KTNA Winarno Tohir hadir sebagai narasumber pada seminar online yang dipandu Kepala Pusdiktan Idha Widi Arsanti selaku moderator.
Dedi Nursyamsi menilai pentingnya pendidikan vokasi pertanian untuk menghadirkan banyak petani milenial, sekaligus regenerasi petani untuk pertanian Indonesia maju, mandiri dan modern.
"Total petani Indonesia saat ini sekitar 33 juta, hanya 29 persen yang usianya di bawah 40 tahun, disebut petani milenial. Lebih 70 persen di atas 40 tahun, masuk kategori petani kolotnial. Diperkirakan lima hingga 10 tahun mendatang, sebagian besar dari mereka masuk fase tidak produktif, di atas 55 tahun," kata Dedi.
Mindo Sianipar menyatakan sependapat bahwa saat ini petani Indonesia didominasi lulusan SD, bahkan banyak yang tidak sekolah, maka dibutuhkan sarjana di tengah mereka.
Pendapat senada dikemukakan Winarno Tohir seraya mengungkap tentang kelemahan utama petani Indonesia adalah lemah dalam pengamatan.
Dia pun merujuk model pelatihan di Jepang sangat baik dari kurikulum teknologi, dosen dan lainnya. Di Jepang petani selalu mengamat. Petani kita sangat jarang sekali mengamat, bahkan cenderung males,” katanya.
Dedi Nursyamsi pun mengungkap fakta tingkat pendidikan petani, ternyata 74% petani Indonesia hanya lulusan SD, tidak tamat SD dan bahkan tidak sekolah.
“Sangat sedikit SMP, apalagi SMA dan perguruan tinggi padahal pembangunan pertanian butuh dukungan SDM pertanian yang maju mandiri dan modern. Tentunya ini bisa didapat dari pendidikan vokasi," katanya.
Menurutnya, pembangunan pertanian bukan hanya inovasi, prasarana dan sarana plus regulasi, yang utama adalah bagaimana meningkatkan kualitas SDM pertanian sehingga mampu mengimplementasikan inovasi, prasarana dan sarana secara baik dan benar serta mampu mengusulkan kebijakan dan regulasi yang mendukung pertanian.
Dedi menambahkan output dari pendidikan vokasi adalah kualifikasi job creator dan job seeker. Artinya, petani mandiri yang mampu membuka peluang kerja bagi orang lain, sekaligus mampu berkecimpung di dunia usaha dan industri [DuDi] yang padat modal dan teknologi.
“Pendidikan vokasi harus mengetahui kebutuhan DuDi. Dalam pendidikan vokasi, 30% di kelas dan 70% melalui teaching factory dan magang di dunia industri. Mereka melakukan praktek langsung di lapangan. Harus mengenal baik dunia industri dan usaha sebelum terjun ke situ," katanya.
Mindo Sianipar memperkuat pernyataan Dedi Nursyamsi, karena pertanian menuntut realisasi kesejahteraan petani, yang membutuhkan teknologi, perawatan dan lainnya. "Untuk mengolah hal itu, dibutuhkan SDM yang berkualitas maka harus ada wadah, sebagai tempat mereka bertemu untuk konsolidasi mencapai tujuan bersama, baik konsolidasi petani maupun lahan."
Kapusdik Idha Widi Arsanti mengatakan bahwa saat ini, pendidikan vokasi pertanian di bawah Kementerian Pertanian RI telah menerapkan penguatan kelembagaan dan kerjasama pendidikan dengan DuDi, perguruan tinggi mitra serta instansi pemerintah lain.
"Beberapa bentuk kerjasama terkait penyusunan kurikulum pembelajaran link and match dengan DuDi, menghadirkan dosen dari praktisi, industri dan pelaku usaha pertanian sukses, magang dosen, mahasiswa dan siswa di industri serta pengembangan model pembelajaran Teaching Factory dan Teaching Farm [TeFa] bekerja sama dengan perusahaan sektor pertanian dan peternakan. [Cha]
Jakarta [B2B] - Indonesian Agriculture Ministry encourages agricultural training activities support the strategic program of the ministry by developing a self-help agricultural training center in the countryside, and on-the-job training in food production centers, according to senior official.