Negara Lumpuh Tanpa Petani, Penyuluhan Sokoguru Pertanian
Indonesian Govt to Improve the Capacity of Agricultural Extension Workers
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Jakarta [B2B] - Pertanian bukan sekadar subsektor ekonomi melainkan tulang punggung eksistensi suatu negara, yang harus didukung kegiatan penyuluhan. Negara lumpuh tanpa petani, maka penyuluhan menjadi soko guru pembangunan pertanian yang menjadi penyedia pangan negara.
Komitmen negara terhadap pertanian selayaknya diikuti upaya amandemen terhadap UU Pemerintahan Daerah Nomor 23/2014. Pasalnya, kebijakan setiap pemerintah daerah bisa membuat standar yang berbeda dalam penyelenggaraan dan pengaturan posisi penyuluh pertanian.
Benang merah tentang peran vital penyuluhan bagi pertanian dikemukakan pakar Universitas Gadjah Mada Yogyakarta [UGM] Sri Peni Wastutiningsih melalui keterangan tertulis yang dilansir Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional [KPPN] pada Jumat [5/7].
Sri Peni menyoroti urgensi transformasi dalam penyuluhan pertanian sebagai kunci utama bagi pembangunan keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia.
Dalam pandangannya, pertanian tidak hanya sekadar subsektor ekonomi, melainkan tulang punggung dari seluruh pembangunan nasional.
"Pertanian tidak akan mungkin berjalan tanpa adanya penyuluhan. Negara tidak dapat berjalan tanpa pertanian," kata Sri Peni.
Untuk itu, dia menilai transformasi struktur penyuluhan sangat mendesak. Struktur kelembagaan Balai Penyuluhan Pertanian [BPP] perlu ditingkatkan sehingga memiliki peran layaknya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [Bappenas] di tingkat kecamatan.
"BPP idealnya bukanlah sekadar lembaga, melainkan harus menjadi pusat pengembangan terpadu untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan," kata Sri Peni.
Menyikapi hal itu, Sri Peni juga menyoroti perihal keterbatasan anggaran yang memengaruhi kinerja para penyuluh yang tergabung dalam BPP.
"Apakah realistis untuk satu BPP melayani beberapa kecamatan sekaligus?" tanyanya.
Peran BPP, ungkap Sri Peni, sebagai lembaga yang menjalankan tugas perencanaan pembangunan pertanian di tingkat kecamatan, perlu dilanjutkan pembinaan kerja sama dengan para stakeholder.
"Kerja sama antar stakeholder menjadi krusial. Semua pihak harus menyadari peran mereka dalam mendorong pertanian ke arah lebih baik," lanjutnya.
Untuk itu, Sri Peni meminta adanya amandemen terhadap UU Pemerintahan Daerah Nomor 23/2014. Konsekuensinya, kebijakan setiap pemerintah daerah bisa membuat standar berbeda dalam penyelenggaraan dan pengaturan posisi penyuluh pertanian.
“Negara kita tidak dapat lepas dari pertanian sehingga tidak tepat bila pertanian bukan ditempatkan sebagai urusan wajib,” tegasnya.
Penelitian Pertanian
Pakar UGM ini juga menyoroti pentingnya pemetaan program studi di perguruan tinggi yang mendukung kebutuhan wilayah.
"Perguruan tinggi harus memiliki tanggung jawab yang jelas dalam mendukung pertanian sesuai dengan kebutuhan lokal," katanya.
Terkait dengan penelitian dan pengembangan inovasi pertanian, Sri Peni menegaskan perlunya perubahan dalam aturan terkait penelitian pertanian untuk memastikan efisiensi penggunaan sumber daya dan infrastruktur.
Saat ini, para peneliti yang tadinya bertugas di Kementerian Pertanian RI berpindah ke Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN]. Perpers No. 78/2021 tentang BRIN tidak memungkinkan peneliti di Kementan.
Dia berharap pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka pada 2024 - 2029 dapat mengamandemen Perpres tersebut.
“Penelitian pertanian jika ditarik ke Kementan, akan lebih sesuai dengan kebutuhan,” pungkasnya.
Sri Peni Wastutiningsih menjadi perwakilan UGM pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh KPPN dengan “Penyuluh Pertanian Mau Kemana?”.
Pada kegiatan yang berlangsung di Hotel Aston Simatupang, Jakarta, Selasa [2/7] turut hadir perwakilan pakar penyuluhan dari berbagai pergurunan tinggi dan perwakilan dari organisasi petani, seperti Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Jakarta [B2B] - The objective of the Indonesia Agriculture Ministry is to increase production and productivity, increasing farmers´ knowledge and skills in implementing climate smart agriculture, reducing the risk of crop failure, reduce the effect of greenhouse gases, and increase the income of farmers in irrigated areas and swamp areas.
The target is to increase cropping intensity through irrigation rehabilitation, revitalization and modernization activities, the realization of a sustainable irrigation system through the revitalization of irrigation management, increasing institutional strengthening, as well as increasing the capacity and competence of human resources in irrigation management and increasing production and productivity.
Increasing farmers´ knowledge and skills in implementing climate smart agriculture, reducing the risk of crop failure, reducing the greenhouse gas effect and increasing farmers´ income in irrigated areas and swamp areas.
The main objective is to increase motivation for agricultural extension workers, agricultural extension centers, farmer groups, women farmer groups and farmer economic groups in agribusiness-oriented farming.
