Antisipasi Krisis Global: Kendalikan Inflasi, Diversifikasi Pangan Lokal dan Genjot Ekspor
Indonesia Binuang`s Agricultural Training Center Support Borneo Farmers
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Jakarta [B2B] - Krisis pangan global menghantui dunia saat ini, Indonesia harus menangkal dan antisipasi hal itu. Sekitar 60 negara mengalami krisis pangan lantaran harga pangan melejit dan pasokan pasar global turun signifikan. Kiat Pemerintah adalah kendalikan inflasi, diversifikasi pangan lokal sebagai substitusi pangan impor dan menggenjot ekspor.
Dari sisi produksi pertanian dan produk olahan, Kementerian Pertanian RI terus mendukung dan mengawal petani, penyuluh dan stakeholders untuk bersama-sama mengantisipasi krisis pangan global melalui strategi pengendalian inflasi, diversifikasi pangan lokal dan substitusi pangan impor.
Seruan tersebut dikemukakan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan [BPPSDMP] Dedi Nursyamsi di Jakarta saat membuka webinar Bertani On the Cloud [BOC] Volume 202, Kamis pekan lalu [6/10] didampingi Kepala BBPP Binuang, Yulia Asni Kurniawati.
"Kita kudu, harus, wajib antisipasi krisis pangan global. Bagaimana caranya? Pertama, kendalikan inflasi terutama yang disebabkan oleh komoditas pertanian. Sebut saja cabai, bawang merah dan bawang putih. Itu semua pemicu inflasi," kata Dedi Nursyamsi.
Berarti untuk ketiga komoditas, katanya, produksinya harus aman. Tidak boleh kekurangan. Produksi, olahan dan distribusi harus aman lancar. Mengingat Indonesia adalah negara luas dan besar sebagai negara kepulauan.
"Distribusi menjadi kata kunci. Tidak boleh bersoal. Distribusi dari tempat yang surplus produksi misalnya cabai surplus di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan surplus, tapi di daerah lain banyak yang minus, maka distribusikan dari dari daerah surplus ke minus," kata Dedi Nursyamsi.
Strategi kedua, katanya lagi, substitusi pangan impor dengan produk lokal. Ganti daging sapi impor, lebih 90 persen masih impor ganti dengan daging ayam, domba, kambing, unggas dan lainnya.
Kabadan juga mengingatkan tentang besarnya impor gandum, setiap tahun sekitar Rp60 triliun dibelanjakan untuk impor gandum padahal sumber karbohidrat di Indonesia berlimpah. Sagu misalnya, kualitas gizinya jauh di atas gandum.
"Ganti tuh gandum dengan sagu, umbi-umbian dan sorgum, itu yang akan menyelamatkan kita. Pangan lokal mesti kita genjot. Bukan hanya genjot produksinya, produk olahannya juga kita genjot, agar selamat dari krisis pangan lokal," kata Dedi Nursyamsi.
Dia pun mengajak pemirsa Webinar BoC Vol. 202 untuk merenung lalu menyosialisasikan diversifikasi pangan lokal sebagai substitusi pangan impor.
Hadir secara daring pada BoC Vol. 22 antara lain Bupati Bulungan, Syarwani; Wakil Bupati Bulungan, Ingkong Ala; Ketua P4S BMF, Cheito Karno; Kepala Pusat Pelatihan Pertanian BPPSDMP [Puslatan] Leli Nuryati; mahasiswa Universitas Tarakan; sejumlah Widyaiswara BBPP Binuang dan para petani milenial Bulungan dan Kaltara.
"Kenapa kita suka makan mie, roti dan bolu dari gandum? Saudara-saudara sekalian, ternyata olahan pangan lokal kita masih kurang dan ketinggalan sehingga kita tidak terlalu berminat untuk mengonsumsinya," kata Dedi lagi.
Kepala BPPSDMP pun mengajak stakeholders pertanian untuk mendukung kampanye dan sosialisasi diversifikasi pangan lokal dan produk turunannya memberi nilai tambah luar biasa, sehingga konsumen akan tertarik untuk membeli dan mengonsumsinya.
"Coba lihat anak-anak kalau disodori singkong rebus, pasti dia tolak, tapi kalau singkong tersebut diolah dahulu menjadi getuk lindri, cendil dan lainnya. Pasti enak. Anak-anak pun akan tertarik. Tugas kita bagaimana mengolah bahan-bahan pangan lokal menjadi produk makanan yang lezat," kata Dedi Nursyamsi.
Menurutnya, apabila pemasaran produk olahan dan konsumsinya meningkat maka produksinya juga naik, sebagaimana Hukum Ekonomi, petani akan terdampak pada peningkatan kesejahteraan lantaran permintaan tinggi akan memicu harga jual menguntungkan petani.
Strategi ketiga adalah menggenjot ekspor komoditas pertanian, apabila sudah mencukupi kebutuhan nasional maka segera ekspor ke mancanegara.
"Kenapa? Harga pangan sekarang bagus. Petani, produsen dan praktisi pertanian senang karena harga pangan di pasar global sedang melejit itu dapat mendorong petani diuntungkan, karena harga jual hasil pertanian menguntungkan petani," kata Dedi Nursyamsi. [agus/timhumasbbppbinuang]
Jakarta [B2B] - The role of agricultural training in Indonesia such as the Agricultural Training Center of Indonesia Agriculture Ministry across the country so the ministry seeks to maximize its efforts to produce millennial entrepreneur.
Indonesian Agriculture Minister Syahrul Indonesia Yasin Limpo stated that the government´s commitment to developing agriculture, especially in the development of advanced, independent and modern agricultural human resources.
“The goal is to increase the income of farming families and ensure national food security. Farmer regeneration is a commitment that we must immediately realize," Minister Limpo said.
He reminded about the important role of agricultural training, to produce millennial farmers who have an entrepreneurial spirit.
"Through agricultural training, we connect farmers with technology and innovation so that BBPP meet their needs and are ready for new things," Limpo said.
