Sokong Petani, Rp4 Juta Omset Alumni PWMP Kelola Keripik Singkong

Millennial Farmers are the Target of Developing Indonesian Agricultural HR

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Sokong Petani, Rp4 Juta Omset Alumni PWMP Kelola Keripik Singkong
GERAI CIKMAY: Nensy Agni Wirsya bersama rekan bisnisnya di gerai CikMay, yang kini melebarkan sayap pemasaran online untuk menjangkau pelanggan di jagat maya [Foto: Pusdiktan BPPSDMP]

Bandung, Jabar [B2B] - Tiga sarjana dari Universitas Padjajaran Bandung [Unpad] membuktikan manfaat Program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian [PWMP] pada 2019. Omsetnya menembus Rp4 juta per bulan dari usaha keripik singkong setelah bergabung PWMP, padahal sebelumnya hanya Rp400.000 per bulan.

Mereka adalah Nensy Agni Wirsya, Destri Hasanah dan Urwatil Wusqa mengikuti PWMP dari Kementerian Pertanian RI khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian [BPPSDMP] di bawah koordinasi dan kendali Pusat Pendidikan Pertanian [Pusdiktan BPPSDMP].

Mereka layak disebut petani milenial lantaran menggeluti produk pertanian, khususnya singkong, yang harganya tidak kompetitif ketimbang setelah menjadi produk olahan seperti halnya keripik singkong yang di-branding CikMay.

Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo menyadari peran generasi milenial di sektor pertanian, bukan lagi sebagai pekerja melainkan wirausahawan sehingga regenerasi petani menjadi hal penting dan utama saat ini.

"Bukan sesuatu yang mustahil. Generasi milenial mulai sadar pertanian adalah tambang emas tanpa batas," katanya.

Begitu pula Nensy AW, alumni Unpad Bandung, perguruan tinggi negeri (PTN) mitra PWMP, yang membeli singkong dari seorang petani di ´pasar kaget´ Rancaekek. Awalnya, hanya iba pada sang petani singkong lantaran tidak banyak pengunjung pasar tertarik membeli hasil panen. 

Singkong diolah menjadi keripik. Bukan dijual, tapi compliment bagi kawan-kawan yang telah rampung sidang akhir plus beberapa dosen sebagai ungkapan terima kasih. Siapa nyana, ternyata mereka suka pada keripik singkong dengan bumbu khas racikan keluarganya.

Keripik singkong tersebut di-branding CikMay. Kata Cik, merujuk pada panggilan perempuan Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat. "Kalau May adalah nama panggilan ibu saya, maka dinamai CikMay."

Menurutnya, bumbu keripik singkong merupakan ide dari ibunya asal Minangkabau, sehingga keripik singkong memiliki citarasa khas yang mendorong konsumen ketagihan pada CikMay.

"CikMay menggunakan bumbu basah, tidak seperti bumbu yang banyak dijajakan di pasar. Kenapa memilih singkong? Niat kami membantu petani kecil sebagai pemasok, karena banyak singkong yang tidak laku di pasar," kata Nensy AW menurut keterangan tertulis dari Pusat Pendidikan Pertanian Kementan [Pusdiktan BPPSDMP].

Sebelum didukung PWMP, omset CikMay di kisaran Rp400.000 per bulan, namun setelah disuntik modal PWMP melambung hingga Rp4 juta per bulan. Untuk pemasaran, Nensy AW mengisi beberapa kantin dan minimarket kampus di Sumedang, sebagian ke Jakarta.

Kegigihan Nensy AW dan kawan-kawan diapresiasi oleh Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak sosok milenial setangguh pemilik CikMay untuk memajukan sektor pertanian.

"Kementan terus berupaya mencetak lebih banyak wirausahawan milenial berjiwa maju, mandiri dan modern," kata Dedi Nursyamsi.

Kepala Pusdiktan Idha Widi Arsanti menegaskan bahwa pihaknya akan terus mempercepat regenerasi petani, yang memiliki loyalitas dan integritas tinggi.

Hal itu diakui Nensy AW mengantisipasi pandemi Covid-19 yang turut mempengaruhi bisnis CikMay lantaran kantin kampus tutup. Hal itu disikapinya dengan memanfaatkan marketplace di jagat maya untuk pemasaran online. [Vtr]

Bandung of West Java [B2B] - Indonesian government in the next five years prioritizes the development of human resources that are ready to face globalization in the era of industrialization 4.0, carry out its role to develop millennial farmers who understand information and communication technology, according to the senior official of the agriculture ministry.