Sentra Ekonomi Baru, Industri Sawit Kurangi Angka Kemiskinan

The Palm Oil Industry Reduces Poverty in Indonesia

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Sentra Ekonomi Baru, Industri Sawit Kurangi Angka Kemiskinan
WEBINAR FORWATAN: Seminar online [webinar] digelar Forum Wartawan Pertanian [Forwatan] yang dihadiri sejumlah jurnalis media massa cetak dan online [Foto: Forwatan]

Jakarta [B2B] - Industri sawit turut menekan angka kemiskinan di Indonesia, membangun daerah miskin dan terbelakang menjadi sentra ekonomi baru seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Papua dan Papua Barat.

Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute [Paspi] Dr Tungkot Sipayung; pengamat kehutanan, Dr Bedjo Santoso; dan Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementan, Heru Tri Widarto pada Diskusi Webinar yang digelar Forum Wartawan Pertanian [Forwatan] pada Rabu [31/3].

Dr Tungkot Sipayung mengatakan hasil riset Paspi menyebut perkebunan kelapa sawit turut berperan pada pengembangan sentra ekonomi baru yang tersebar dari Sumatera hingga Papua. Kelapa sawit pun membantu dunia dalam hal Sustainable Development Goals [SDGs] dalam mengatasi persoalan kemiskinan, sekaligus berkontribusi pada pemenuhan pangan nasional dan global serta meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

Menurutnya, tiga jalur industri minyak sawit mendukung pengentasan kemiskinan dunia. Pertama, jalur produksi melalui sentra perkebunan sawit; kedua, jalur hilirisasi di negara importir minyak sawit; dan ketiga adalah jalur konsumsi minyak sawit.

Setelah era bisnis Hak Pengusahaan Hutan [HPH] berakhir, muncul kota mati atau lantaran tidak bergerak. Imbasnya, masyarakat setempat menjadi miskin.

"Di sinilah, peranan kebun sawit rakyat merestorasi lahan eks HPH menjadi daerah produktif dan lestari secara lingkungan. Selain itu, perekonomian mulai bergerak dengan hadirnya perkebunan sawit,” kata Tungkot.

Dari aspek ekonomi, terjadi transaksi antara masyarakat kebun sawit dengan ekonomi di pedesaan dan perkotaan. Nilai transaksi masyarakat kebun sawit dengan masyarakat perkotaan mencapai Rp202,1 triliun per tahun dan masyarakat kebun sawit dengan ekonomi pedesaaan sebesar Rp59,8 triliun per tahun.

Pertumbuhan perkebunan sawit di setiap daerah berkontribusi menurunkan kemiskinan. Kondisi serupa dialami oleh Malaysia, Thailand, Papua Nugini.

“Jadi, di mana ada perkebunan sawit di situ kemiskinan turun, karena ada tenaga kerja yang masuk ke sana. Tumbuh pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru," katanya.

Begitu pula di mancanegara, ada kesempatan kerja yang tercipta pada industri hilir di negara importir sawit. Penciptaan lapangan kerja mencapai 2,73 juta orang di negara tujuan sawit. Dari sisi income generating sebesar Rp38 triliun untuk program hilirisasi minyak sawit di negara importir.

“Kita [Indonesia] sebagai negara eksportir mampu meningkatkan kinerja sawit. Begitu pula di negara importir, itu terjadi di India, China dan Uni Eropa. “Sebenarnya UE [Uni Eropa] pura-pura saja menolak sawit. Sebab jika mereka tetap begitu hilang kesempatan kerja di sana, dan pendapatan turun," kata Tungkot.

Sawit Rakyat
Pengamat Kehutanan, Dr Bedjo Santoso mengungkapkan industri kelapa sawit menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja. Rinciannya, 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Devisa kelapa sawit pada 2018 mencapai Rp240 trilliun, menjadi tulang punggung  perekonomian nasional.

“Saya tidak sepakat dengan kebijakan moratorium sawit [Inpres No 8 Tahun 2018]. Aturan ini tidak jelas arahnya dan menggerogoti sawit sebagai tulang punggung ekonomi nasional," katanya.

Pengembangan kelapa sawit, kata Bedjo, terutama sawit rakyat dapat ditempuh melalui pembangunan ekosistem hutan tanaman kelapa sawit yang ramah lingkungan berbasis kearifan lokal.

Kebijakan pemerintah dalam perkelapasawitan yang kontraproduktif dengan upaya pengentasan kemiskinan perlu ditinjau kembali agar  sesuai prioritas kepentingan nasional.

Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto menyebut total luas lahan sawit 16,38 juta hektar. Dari jumlah tersebut,  luas perkebunan sawit rakyat  6,72 juta hektar. Sementara itu, potensi peremajaan sawit rakyat 2,78 juta hektar dengan sebaran dominan di Sumatera dan Kalimantan.

“Target PSR periode 2020 - 2022 tumbuh 180 ribu hektar setiap tahunnya. Targetnya, 21 provinsi dan 108 kabupaten dan kota," katanya.

Secara keseluruhan, kata Heru, Ditjen Perkebunan menargetkan nilai ekspor komoditas utama, andalan dan pengembangan perkebunan periode 2020 - 2024 sebesar US$74,31 milliar atau setara Rp1.040,33 trilliun.

Untuk mengejar seluruh target tersebut, DitjenBun mendorong pengembangan logistik benih, meningkatkan produksi dan produkivitas, meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor, modernisasi perkebunan, pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat [KUR], peningkatan kapasitas SDM dan optimasi jejaring stakeholder.

Ditjen Perkebunan juga menargetkan selama 2020 - 2024, produksi perkebunan naik 7%, penyerapan tenaga kerja 5%, peningkatan PDB perkebunan 5% serta mengurangi losses 3% per tahun.

Jakarta [B2B] - Indonesian Agriculture Ministry reminded the role of palm oil increasing strategic as food, feed, fuel for the benefit of national development, not only as an export product, but to support self-sufficiency in food and meat, and into biodiesel according to senior official of the ministry here on Wednesday [March 31].