Substitusi Pupuk Bersubsidi? Kementan: "Bahan Bakunya Ada di Sekitar Kita"
Indonesia Binuang`s Agricultural Training Center Support Borneo Farmers
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani

Tapin, Kalsel [B2B] - Pemerintah tiada henti mengajak petani memanfaatkan pupuk organik sebagai subtitusi pupuk anorganik [kimia] bersubsidi lantaran unsur hara nitrogen [N], fosfor [P] dan kalium [K] ada di sekitar kita, untuk diolah menjadi pupuk organik cair maupun padat, sehingga ke depan petani tidak lagi ´kecanduan´ pupuk kimia.
"Kalau kita harapkan terus pupuk bersubsidi, bagai panggang jauh dari api. Uang pemerintah terbatas. Alokasinya tidak mungkin memenuhi kebutuhan semua petani. Kita bisa bikin pupuk NPK sendiri karena bahan bakunya ada di sekitar kita," kata Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi opening speech webinar Bertani on Cloud [BoC] bertajuk ´Cara Mudah Membuat Pupuk NPK Organik - Solusi Mahal dan Kelangkaan Pupuk´ belum lama ini.
Webinar BoC digelar oleh Balai Besar Pelatihan Pertanian Kementerian RI di Kalimantan Selatan [BBPP Binuang] selaku tuan rumah, yang dipusatkan di Kabupaten Tapin. Hadir Kepala BBPP Binuang, Yulia Asni Kurniawati dengan host Aman N Kahfi dan narasumber Budiono, keduanya merupakan Widyaiswara BBPP Binuang.
Dedi Nursyamsi mengelaborasi tentang sumber nitrogen dan fosfor tersedia di lahan pertanian dan peternakan, dengan memanfaatkan pupuk kandang dari kotoran sapi, domba dan kerbau, karena tinggi kadar N dan P-nya.
Sumber nitrogen lain adalah sisa hasil panen tanaman famili leguminose seperti lamtoro, kedelai dan koro pedang sebagai bahan baku pupuk urea organik.
"Bagaimana unsur hara kalium? Jerami sisa panen padi, kadar K-nya sampai 0,2 persen. Kalau hasil panen padi enam ton per hektar, bobot jeraminya sama, hasilnya minimal 50 kg KCL per hektar, cukup untuk satu hektar sawah per musim, nggak perlu pupuk kimia KCL," kata Dedi Nursyamsi,
Menurutnya, kotoran unggas seperti ayam, kadar kaliumnya juga tinggi, "tanaman hortikultura kalau dikasih pupuk dari kotoran unggas akan tumbuh subur tak ubahnya pemupukan dengan pupuk kimia KCL."
"Kelapa sawit menyimpan potensi unsur kalium di tandan kosongnya, jangan dibuang. Kalau dibuang, sama dengan bakar duit. Mari kita bikin sendiri pupuk organik. Kalau kita terbiasa, pabrik pupuk tak perlu impor batuan fosfat dari Maroko dan Tunisia untuk bahan bakunya," katanya.
Ajakan tersebut sejalan harapan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo agar petani memanfaatkan pupuk organik, selain baik untuk pertanian, juga menghemat biaya produksi sehingga kesejahteraan petani meningkat.
“Hasil pertanian non pestisida itu kualitasnya lebih bagus dan pasarnya bisa lebih besar. Pupuk organik itu makin menguntungkan ke depan. Seharusnya petani memang bisa memproduksi sendiri,” kata Mentan.
Bahan Baku Impor
Hampir setengah jam pada webinar BoC tersebut, Dedi Nursyamsi, ahli pupuk bergelar profesor riset dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan [Balitbangtan] mengelaborasi tentang fungsi dan sejarah pupuk di Indonesia, bahan baku pupuk, pemupukan berimbang dan sumber pupuk organik di sekitar kita.
Kementan, menurutnya, berulangkali mengingatkan petani dan penyuluh untuk ´tidak kecanduan´ pupuk kimia [anorganik] lantaran bahan baku harus impor dan harga melambung terdampak pandemi dan perubahan iklim.
"Saya sudah sering ingatkan saudara-saudaraku, bahan baku pupuk kimia masih impor. Dampak pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, suplai turun tapi demand relatif tetap. Bisa dibayangkan akibatnya, harga bahan baku melejit, itu yang terjadi saat ini," katanya.
Dia menambahkan, bahan baku pupuk kimia SP36 dari batuan fosfat, Indonesia impor dari Maroko, Tunisia dan sejumlah negara di Timur Tengah. Bahan baku KCL [kalium klorida] diimpor dari Kanada, Rusia dan Jerman.
"Bahan baku untuk pupuk SP36 kita harus impor dari Maroko dan Tunisia karena kadar batuan fosfatnya di atas 30 persen, luar biasa, bahkan ada sampai 32 persen kadar P2O5-nya. Apa mau dikata, harga batuan fosfat impor naik dua kali lipat bahkan lima kali lipat. Kalau untuk KCL kita impor dari Kanada, Rusia dan Jerman," kata Dedi.
Di tempat terpisah, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia [Persero], Bakir Pasaman mengatakan, langkah China stop ekspor fosfat berpengaruh besar terhadap situasi harga bahan baku secara internasional. Selain fosfat, bahan baku lainnya seperti KCL juga melambung tinggi.
"Persoalan lain, kenaikan harga gas di Eropa yang memicu harga pupuk di pasar internasional terganggu. Memang ada kenaikan harga bahan baku," kata Bakir.
Dedi Nursyamsi menambahkan Indonesia memiliki deposit batuan fosfat tapi kadar P2O5 maksimal 12%, sementara dari Maroko dan Tunisia sampai 32%.
"Begitu pula dengan KCL, di Indonesia depositnya minim juga kadarnya rendah, kita terpaksa impor dari Kanada, Rusia dan Jerman," katanya.
Bahan baku pupuk NPK juga impor, karena ada unsur fosfor dan kalium, cadangan batuan mineral tersebut tidak dimiliki Indonesia. Harganya juga melejit padahal April dan Mei 2022 merupakan puncak panen raya.
"Indonesia swasembada bahan baku pupuk hanya untuk pupuk urea, bahan bakunya gas nitrogen, yang diproduksi pabrik pupuk Sriwijaya [Pusri] di Palembang dan Iskandar Muda di Aceh," kata Dedi. [Budiono/Agus]
Tapin of South Borneo [B2B] - The role of agricultural training in Indonesia such as the Agricultural Training Center of Indonesia Agriculture Ministry across the country or the BBPP so the ministry seeks to maximize its efforts to produce millennial entrepreneur.
Indonesian Agriculture Minister Syahrul Indonesia Yasin Limpo stated that the government´s commitment to developing agriculture, especially in the development of advanced, independent and modern agricultural human resources.
“The goal is to increase the income of farming families and ensure national food security. Farmer regeneration is a commitment that we must immediately realize," Minister Limpo said.
He reminded about the important role of agricultural training, to produce millennial farmers who have an entrepreneurial spirit.
"Through agricultural training, we connect farmers with technology and innovation so that BBPP meet their needs and are ready for new things," Limpo said.