Reuni Celepuk

Apa pun Warnamu Sekarang, Dulu Kita Hanya Putih Biru


Reuni Celepuk

 

Catatan Alumnus SMPN 20 Jakarta ´81

 

KUIS ´benar boleh pulang´ yang kerap diterapkan guru di era 80-an jelang bubaran sekolah menyemarakkan ´silaturahim dan temu kangen´ Alumni SMP Negeri 20 Jakarta dari Angkatan 1981 pada Minggu pagi [14/7] di RM Mekar Pondok Lesehan di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur untuk halal bihalal Idul Fitri [HBH].

Kuis yang dipandu Try Sakti mengusik ingatan hampir 70 alumni lantaran pertanyaannya ´gampang-gampang susah´ seputar nama-nama guru dan mengajar apa 38 tahun lalu.

Bonusnya? Hadiah menarik dari panitia penyelenggara yang diketuai Gina Yunus. Agus Koswara ilkhlas menyerahkan hadiah dispenser portabel pada Bu Saragih, mantan guru musik SMPN 20 yang menjadi sosok Who´s Who dari kuis tersebut.

"Hadiahnya jangan dinilai ya, yang penting akrab dan seru," kata Siti Gustanti, duet dengan Kristin Pujiati sebagai host HBH.

Pak Sutoyo mengapresiasi inisiatif mantan murid-muridnya pada 1978 - 1981 mengundang para guru menghadiri reuni, termasuk Bu Cori, guru bahasa Inggris, yang dulu dikenal berambut panjang dan tetap menawan meski sudah kepala tujuh.

"Alhamdulillah .... sudah 10 kali kita menggelar HBH sejak 2009. Terima kasih pada teman-teman yang bersedia hadir, dan kebanggaan kami atas hadirnya para bapak dan ibu guru," kata Gina Yunus.

Jumpa sobat lama. Bertukar kisah kenakalan jelang masa remaja dan curhat ´kasih tak sampai di bangku sekolah´ mewarnai keseruan reuni di rumah makan milik Yayuk Suyatno, juga alumnus.

Tak perlu ´cinta lama bersemi kembali´ alias CLBK yang kerap terjadi pada kegiatan reuni di tempat lain, rumah tangga kawan sekolah berantakan lantaran ´cinta lawas belum kelar´.

Keseruan reuni dan temu kangen itu pula mendorong Laksita Tory datang jauh-jauh dari Palembang, Sumsel sekalian menuntaskan urusannya di ibukota.

Laksita tak sendiri, Ahmad Baihaki tampil didaulat stand up comedy oleh panitia . Bukan karena datang dari jauh, melainkan rumahnya paling dekat dari lokasi reuni. "Kelewatan banget kalau nggak dateng kan," kata Try Sakti, teman seperguruan Baihaki di sekolah dasar.

Meski usia sudah ´kepala lima´, mereka tetap bergurau khas remaja era Galih dan Ratna seperti dilontarkan Rio Blaze pada Yazid Taufik, yang dituding ´gaptek´ memotret memakai kamera digital SLR milik Sugriwan, yang aktif menjadi ´relawan fotografer´ pada HBH tersebut.

Harap maklum hidangan selezat apa pun tak lagi menarik, yang paling disukai saat reuni adalah foto bareng atau selfie dengan kawan lama.

"Gue nggak percaya kalo lu yang motret," ujarnya seraya terkekeh dan diamini oleh alumnus lain termasuk Ahmad ´Jujun´ Junaidi dan Agus ´Aghas´ Dwi Haryanto. Sayangnya, Edi ´Pelo´ Suranto keburu pulang, kalau nggak bakal lebih seru.

Aneka keisengan dan kenakalan khas remaja ´generasi Ali Topan´ terlontar di situ tanpa harus tersakiti dan dipermalukan. 

Kendati begitu, mereka tak lupa memanjatkan doa pada alumnus yang telah berpulang ke pangkuan Illahi di antaranya mendiang Jatmiko, Winarko, Bagaskoro, Recho dan beberapa rekan lain. Makmun ´pak ustadz´ yang didapuk memimpin doa tersebut di awal acara.

Acara reuni diawali foto bersama, ditutup foto bareng sesama siswa kelas satu. Sesi ini tergolong menarik lantaran harus mengingat mereka dahulu duduk di kelas satu apa. 10 kelas jumlahnya. 

Sarman Muhammad pun ´kesasar´ masuk kelas sesi foto siswa kelas satu. Dia mestinya berkumpul dengan sesama siswa ex IA eh nyelonong ke IF gabung Suci ´Uci´ Setiawati cs. Sarman pun diprotes ex rekan sekelasnya, Ita Rosita, saat bubaran. "Ngapain lu di IF?". Nah lho!

Ada pula yang ´solo karier´ seperti Sri Wahyuni dari kelas IH. lantaran tak seorang pun ex teman sekelasnya menghadiri reuni. Kristin Pujiati sang host berinisiatif mendampingi di sesi foto untuk alumnus IH.

Penulis bergabung dengan kedua host plus Harry Subiantoro, M Inji, Lili Cita Nindya sebagai sesama siswa kelas ID. Namun yang hoki adalah kelas IE, setelah seorang ex siswanya, Hilman Pribadi didaulat sebagai ´raja sehari´ oleh para alumnus.

Sekedar mengingatkan, mereka pula saksi perubahan tahun ajaran baru, yang awalnya menetapkan Januari sebagai awal tahun ajaran baru dan Desember sebagai akhir tahun ajaran saat mereka tamat SD pada 1977.

Namun aturan tersebut berubah sejak 1979 ditandai dengan UU No. 0211/U/1978 yang mengatur tentang pengunduran tahun ajaran baru, yaitu memulai pada Juli dan mengakhirinya pada Juni.

Perubahan tersebut terjadi saat Daoed Joesoef menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI di era Orde Baru [1978 hingga 1983], yang ditentang banyak pihak termasuk Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta kala itu yang menyatakan bahwa menteri tak bisa seenaknya mengubah sistem pendidikan.

Daoed Joesoef tak bergeming, tetap keukeuh pada kebijakannya, untuk merealisasikan pengunduran waktu tahun ajaran baru, pak menteri mengeluarkan kebijakan untuk mengundur kelulusan peserta didik dan mengisi waktu tunggu dengan mengajarkan materi tambahan.

Mereka terpaksa duduk di kelas satu SMPN 20 selama 1,5 tahun, begitu pula siswa SD, SMP, dan SMA sederajat pada 1978 yang seharusnya naik kelas atau lulus sekolah pada Desember tapi mendadak harus menunggu atau mengundur kelulusannya enam bulan berikutnya.

Bagaimana dengan biaya sekolah? Menteri Daoed Joesoef juga memutuskan bahwa wali murid hanya perlu membayar 50% biaya SPP selama jeda waktu pengunduran tahun ajaran baru.

Banyak kenangan manis sekaligus pengalaman menarik kala itu. Setidaknya, catatan singkat ini menjadi legacy bagi generasi mendatang tentang pentingnya soft skill melalui pergaulan di masa anak-anak dan remaja.

Reuni sebagai ´pintu masuk´ bertemu sobat lama yang pernah mengajarkan tips dan trik mendekati lawan jenis, memakai lipstik, melalui PMS dan memilih celana jeans.

Mereka telah melalui masa berseragam putih biru sebagai pengalaman unforgottable, dengan emblem di dada bergambar burung hantu, yang membuat siswa SMPN 20 dijuluki ´anak Celepuk´ oleh sesama maupun siswa dari sekolah lain.

Pesan bijak mengatakan: "Waktu yang terus berlalu telah mencabut nikmat yang Dia pinjamkan satu demi satu. Semoga aku dan engkau termasuk golongan orang yang bersyukur. Dan kini aku merasa menjadi orang yang amat beruntung, karena di usia senjaku, Dia masih mengijinkanku bertatap muka denganmu.”

"Selamanya sahabat, sahabat selamanya!!!"


M. Achsan Atjo, Minggu malam di Jakarta

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis