Budidaya Lidah Buaya

Petani Binaan Puslatan BPPSDMP Raih Omset Rp500 Juta Setahun


Budidaya Lidah Buaya

 

GUSMIATI WARIS
Jurnalis


BERMODALKAN lahan tiga ribu meter persegi dan menanam lidah buaya, Suhendi, petani Desa Cimande di Kecamatan Caringin menjadi pengusaha sukses dengan omset Rp500 juta setahun hanya dari budidaya dan produk olahan lidah buaya di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Suhendi tertarik mengembangkan bisnis lidah buaya setelah mengetahui khasiatnya, dan mendapat dukungan pelatihan dari Pusat Pelatihan Pertanian - Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian di Kementerian Pertanian RI [BPPSDMP].

Lebih dari 10 jurnalis media massa cetak dan elektronik/online yang mengikuti kegiatan ´bincang asyik pertanian´ disingkat Bakpia BPPSDMP Kementan mendapat kesempatan mengunjungi kebun lidah buaya Suhendi didampingi Kabid Kelembagaan dan Ketenagaan Pelatihan, Eka Herissuparman dan sejumlah staf Humas yang menjadi panitia penyelenggara Bakpia 2019 BPPSDM yang dipusatkan di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan [BBPKH] Cinagara - Caringin, Bogor.

"Lidah buaya tidak hanya bermanfaat untuk perawatan rambut dan kecantikan, juga untuk kesehatan. Obat untuk berbagai macam penyakit seperti maag kronis, panas dalam, pilek, diabetes, masuk angin, meningkatkan stamina, dan antioksidan. Khasiatnya luar biasa," kata Suhendi di kebunnya pada Selasa (12/3).

Menurutnya, mengembangkan bisnis lidah buaya tidak cukup hanya ulet dan tekun, tapi juga kreatif khususnya dalam pengolahan dan pemasaran. Hasilnya, dia memasarkan hasil produksi lahan pertaniannya dalam bentuk bahan baku dan olahan.

"Saya menjual pelepah lidah buaya untuk peminat yang ingin membeli bahan baku. Kalau produk olahan ada pilihan berupa pil dan teh lidah buaya," kata Suhendi yang sosok kesehariannya mencirikan petani milenial.

Hasil pelepah lidah buaya Suhendi mencapai 2,4 ton per bulan, harga jual Rp6.000 per pelepah, dalam sebulan dia meraup omset Rp14,4 juta per bulan.

Sementara dari produk olahan, Suhendi mampu menjual 500 botol pil lidah buaya, satu botol berisikan 50 pil dan harganya Rp50 ribu per botol sehingga dia dapat meraup omset Rp25 juta per bulan.

Omset Rp500 miliar per tahun diperolehnya dari cara pemasaran konvensional, dari mulut ke mulut lantaran masih menjual kepada lingkungan sekitar dan hanya orang yang dikenalnya saja.

Bayangkan kalau Suhendi memasarkan produknya secara online? Itulah tugas Puslatan BPPSMDP Kementan menyiapkan petani milenial yang melek teknologi informasi meski Suhendi tak muda lagi.

Kunjungan ke kebun lidah buaya merupakan bagian dari kegiatan ´bincang asyik seputar pertanian´ disingkat Bakpia atau lazim dikenal sebagai press tour [kunjungan pers], yang diikuti lebih 15 jurnalis, bertujuan meningkatkan komunikasi dan kemitraan BPPSDMP Kementan dengan media massa cetak, elektronik dan online. Bakpia 2019 BPPSDMP Kementan digelar di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan [BBPKH] Cinagara - Caringin, Kabupaten Bogor selama dua hari, hingga hari ini, Rabu (13/3).


Keterangan Foto arah jarum jam: Suhendi didampingi Kabid Kelembagaan dan Ketenagaan Pelatihan, Eka Herissuparman menjawab pers, kebun lidah buaya, produk olahan lidah buaya, dan bersama jurnalis dan staf Humas BPPSDMP Kementan dan staf BBPKH Cinagara [Foto2: B2B/Mya]

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis