Pilot Bill Hagan: " Saya Cungkil Mata Pembajak, Selamatkan 398 Penumpang "
Capt. Bill Hagan: "I Gouged Hicjaker`s Eye and Saved 398 British Airways"
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
SEORANG pilot British Airways yang mengaku sangat mencintai profesinya mengungkapkan tentang ancaman pembajakan dapat terjadi setiap waktu dan dimana saja - dan berbicara tentang penerbangan MH370 mengingatkan kembali pada kengerian yang pernah dialaminya. Saya sedang tidur di kokpit ketika saya tersentak oleh kabar buruk tentang pesawat British Airways yang saya kendalikan, nomor penerbangan BA 2069 dari Gatwick ke Kenya.
Saya tahu ada sesuatu yang tidak beres, tapi saya pikir mungkin pesawat rusak. Saya hanya mendengar tentang kopilot berteriak minta tolong dan membuka pintu hanya ketika saya mendengar saya co-pilot berteriak minta bantuan dan ketika membuka pintu saya lihat ada penyusup. Dia tampak seperti seorang teroris, seperti dilansir Mail Online.
Saya tahu kami semua dalam bahaya besar karena ia telah merebut kendali pesawat dan pesawat merendah dengan kecepatan tinggi. Jika saya menganggap perlu untuk membunuhnya untuk menyelamatkan penumpang, saya akan melakukannya. Istri dan dua anak-anak saya berada di pesawat yang sama, seperti halnya penyanyi Bryan Ferry dan lima anggota keluarga Goldsmith.
Saya tidak berbicara - saya langsung memukul wajahnya dan menekan tubuhnya dan langsung merampas kendali pesawat untuk kembali menaikkan pesawat. Satu pekan sebelumnya saya berbicara kepada putra sulung saya tentang bagaimana menyelamatkan diri dari serangan hiu, dengan menekan jari pada mata hiu, dan itu memberi saya inspirasi untuk melakukan hal yang sama kepada penyusup di pesawat.
Setelah saya mencungkil matanya, ia menjauhi kendali pesawat untuk menghadapi saya, hal itu memberi peluang kepada kopilot untuk menstabilkan pesawat. Saya berteriak keras untuk membantu dan tiga penumpang pria bergegas membantu saya. Mereka menarik sang pembajak - yang kemudian saya ketahui adalah mahasiswa Kenya yang menderita sakit jiwa - yang disapa Paul Kefa Mukonyi - dan menyeretnya ke bagian belakang pesawat dan mengikatnya.
Jika saja pembajaknya berhasil menguasai pesawat beberapa detik saja, mungkin kami semua akan mati. Pesawat tiga kali terguncang, hampir terbalik dan nyaris terempas ke bumi.
Sementara saya masih mengatur napas saya lalu memberi tahu 398 penumpang demi meyakinkan mereka karena berhasil menggagalkan upaya pembajakan pesawat. Saya lupa pada buku peraturan penerbangan dan hanya bisa berkata: "Seorang pria jahat coba membunuh kita semua, tapi sekarang sudah aman."
Kabar tentang Malaysia Airlines mengingatkannya pada kengerian yang pernah dialaminya pada 29 Desember 2000.
Apabila pesawat meledak, maka puing-puingnya segera terlihat. Saya percaya ini pasti tindakan yang disengaja dan direncanakan. Pilot dipaksa untuk membantu keberhasilan pembajakan, yang bisa jadi terpaksa memenuhi tuntutan pembajaknya.
Pada penerbangan jarak jauh, pilot akan memberitahu kontrol lalu lintas udara tentang
lokasi pesawat setiap 30 menit. Saya akan meminta pihak berwenang Malaysia untuk memeriksa suara siapa pun yang melakukan panggilan terakhir dari pesawat untuk memastikan apakah itu suara pilot atau bukan.
Saya hanya berharap ada jawaban segera, untuk keluarga para penumpang yang menantikan dengan sangat cemas.
A BRITISH Airways pilot who tackled a maniac on his packed jet reveals how the threat of hijack can spring from anywhere – and tells how the fate of Flight MH370 has brought details of his horrific encounter flooding back to him...
I was asleep in my bunk when I was jolted awake by the sudden lurching of the plane, British Airways flight BA 2069 from Gatwick to Kenya.
I knew there was something seriously wrong but I thought maybe the aircraft had been damaged. It was only when I heard my co-pilot shouting for help and opened the door that I saw there was an intruder. He looked like a terrorist.
I knew we were all in grave danger as he had seized the controls and we were plummeting at full speed towards the ground. If I had considered it necessary to kill him to save everyone else on board, I would have. My wife and two of my children were on the flight, as were singer Bryan Ferry and five members of the Goldsmith family.
I didn’t speak – I just punched the man hard and managed to pull his body back just enough to make the plane pitch up from its dive. The week before I had been speaking to my young son about how to survive a shark attack, by sticking your finger in its eye, and that gave me the inspiration to do that to the intruder.
After I had gouged his eye he came away from the controls to fight me, allowing the co-pilot to stabilise the aircraft. I shouted loudly for help and three male passengers rushed to my aid. They grabbed the hijacker – who I later learned was a 27-year-old mentally ill Kenyan student called Paul Kefa Mukonyi – and dragged him to the back of the plane and tied him up.
If he had been at the controls for just a few extra seconds we could all have died. The plane stalled three times, nearly went upside down and was plummeting to the ground.
While I was still catching my breath I made an announcement to reassure the 398 passengers on board that it was over. I forgot about any rule book and just said: ‘A bad man has tried to kill us all, but everything is fine now.’
The plight of the Malaysia Airlines flight has brought the horror of that day, December 29, 2000, flooding back to me.
If there was an explosion, debris would have been spotted by now. I believe this must have been a deliberate and planned act. Pilots are encouraged to secure the safest outcome, which may well mean you comply with the demands of the hijackers.
On long-haul flights a pilot will notify air traffic control of the aircraft’s exact location every 30 minutes. I would be asking the Malaysian authorities to check the voice of whoever made the last call from the plane to see if it was the pilot.
I just hope there are answers soon, for the families who are facing this awful wait.
