Madiun, Jawa Timur (B2B) - Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman pagi ini, Kamis (3/3) dijadwalkan menggelar rapat koordinasi dengan 10 bupati dan walikota di Jawa Timur, kepala dinas pertanian dan tanaman pangan, kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Jawa Timur, dan para komandan Kodim di wilayah Korem 081 Dhirotsaha Jaya Madiun di Madiun, Jawa Timur.

"Rapat koordinasi dilakukan terkait pengamanan harga gabah yang anjlok saat panen raya di sentra produksi di wilayah Madiun dan sekitarnya," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian Pertanian RI, Marihot H Panggabean kepada B2B di Madiun pada Rabu malam (2/3).

Menurutnya, daerah yang dimaksud meliputi sembilan kabupaten antara lain Pacitan, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Nganjuk dan Kota Madiun. Selain ke-10 kepala daerah, rapat koordinasi dengan Mentan juga akan dihadiri oleh para kepala dinas pertanian, tanaman pangan dan hortikultura di daerah tersebut. Sementara dari pimpinan Bulog akan diwakili oleh kepala divisi regional Jawa Timur, dan kepala subdivisi regional Bulog Ponorogo dan Tulungagung. Turut hadir Komandan Korem 081 Dhirotsaha Jaya
Madiun dan 10 komandan Kodim terkait.

Anomali Harga
Dalam berbagai kesempatan, Mentan Amran Sulaiman menegaskan penanganan masalah pangan tidak dapat hanya didasarkan pada pergerakan harga dalam beberapa hari, karena dipengaruhi oleh opini.

"Kebijakan pangan tidak bisa dilakukan dengan menempuh jalan pintas, kemudian mengimpor beras sebagai satu-satunya solusi menstabilkan harga. Perlu dipahami trend harga dari waktu ke waktu, karena komoditas pangan dalam waktu tertentu pernah jatuh dan petani menderita rugi, sedangkan pada saat tertentu harga melonjak tinggi. Karakteristik jenis pangan dan fluktuasi harga ini turut berkontribusi terhadap inflasi inilah yang menjadikan pemerintah memberikan perhatian serius," kata Mentan seperti dilansir B2B pada 30 Desember 2015.

Menurutnya, fakta menunjukkan terjadi anomali harga beras di tingkat eceran dengan harga gabah di petani. Berdasarkan data harga beras per bulan di tingkat eceran sejak 2011 - 2015 diketahui bahwa harga beras setiap bulan cenderung naik walaupun pasokan berfluktuasi naik dan turun sesuai musimnya. Hal ini menunjukkan tidak ada korelasi antara pasokan dengan harga eceran beras.

"Kenaikan harga beras ini tidak dinikmati oleh petani. Harga cenderung tinggi ini bukan akibat kurangnya pasokan beras, melainkan faktor lain seperti pada 2015 tidak ada subsidi BBM sehingga biaya input naik, impor pangan dikendalikan, nilai kurs, inflasi, dan adanya ´kegagalan pasar´ di tingkat eceran. Mengatasi gejolak harga dalam kondisi pasar ´gagal´ ini semestinya dengan harga intervensi pemerintah sehingga terjadi pasar bersaing sempurna," ungkap Mentan.

Kondisi sebaliknya terjadi pada harga gabah di tingkat produsen. Pasar gabah di produsen pada saat musim panen raya, harga akan jatuh dan sebaliknya pada musim gadu, harga akan naik.

Kebijakan pemerintah melindungi petani sudah tepat dengan menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan diikuti pembelian gabah/beras petani langsung oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Dengan demikian, produksi petani berupa padi dari Angka Ramalan (Aram) II tahun 2015 sebesar 74,99 juta ton, jagung 19,83 juta ton, dan kedelai 982,97 ribu ton atau masing-masing naik 5,85%, 4,34%, dan 2,93% dibandingkan 2014 sudah tentu meningkatkan kesejahteraan petani, karena petani menikmati harga yang wajar dan dilindungi oleh kebijakan HPP.

Parameter bahwa terjadi peningkatan kesejahteraan petani juga bisa dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada November 2015 sebesar 102,95 (di atas 100) dan lebih tinggi dibandingkan 2014. Selanjutnya, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTURTP) nasional pada November 2015 sebesar 109,38 atau naik 0,63% dibandingkan NTURTP bulan sebelumnya.