Pusluhtan Elaborasi Enam Titik Kritis Program BPPSDMP Dukung KostraTani

Indonesian Govt Auditors Anticipate the Challenges of the 4.0 Industrial Revolution

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Pusluhtan Elaborasi Enam Titik Kritis Program BPPSDMP Dukung KostraTani
SPIP KEMENTAN: Inspektur Investigasi Itjentan, Sotarduga Hutabarat [kiri] menyerahkan plakat pada Kabid Penyelenggaraan Penyuluhan - Pusluhtan, I Wayan Ediana [ke-2 kanan] mewakili Kepala BPPSDMP Prof Dedi Nursyamsi [Foto: Humas Itjentan]

Surabaya, Jatim [B2B] - Kementerian Pertanian RI khususnya BPPSDMP menyadari pentingnya Sistem Pengendalian Intern [SPI] sebagai proses pengendalian tindakan manajerial pejabat struktural/fungsional, untuk mencapai tujuan utama kegiatan secara transparan dan akuntabel terutama KostraTani, dengan mengidentifikasi Enam Titik Kritis Program BPPSDMP mendukung KostraTani sebagai 'sumber risiko' penyelenggaraan KostraTani dari sisi eksternal dan internal.

Hal itu dikemukakan oleh Kepala BPPDMP Kementan, Prof Dedi Nursyamsi yang disampaikan oleh Kabid Penyelenggaraan Penyuluhan - Pusluhtan BPPSDMP, I Wayan Ediana pada kegiatan Forum Nasional SPI Kementan 2020 di Surabaya, Selasa [25/2] yang dihadiri oleh Inspektur Investigasi dari Inspektorat Jenderal Kementan [Itjentan] Sotarduga Hutabarat.

Prof Dedi Nursyamsi mengatakan penerapan SPIP dalam KostraTani seperti diatur pada Permentan No 49/2019 mengedepankan enam SPIP mencakup lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan. BPPSDMP mengidentifikasi adanya 'Enam Titik Kritis' penerapan SPIP melalui pendekatan peristiwa, titik kritis, dampak peristiwa dan bentuk pengendalian.

"Titik kritis pertama adalah penyusunan Juklak dan Juknis KostraTani terkait kesepahaman dengan eselon satu Kementan tentang operasionalisasi KostraTani. Dampaknya pada pelaksanaan gerakan KostraTani tidak memenuhi standar. Bentuk pengendalian adalah mempercepat koordinasi proses penyusunan Juklak dan Juknis," kata I Wayan Ediana mengutip arahan Kepala BPPSDMP Kementan.

Titik kritis kedua, katanya, adalah penetapan BPP KostraTani terkait sinyal telekomunikasi dan keterbatasan jumlah maupun kompetensi SDM penyuluh di BPP. Dampak utama adalah KostraTani tidak bisa video conference dan melapor ke Agriculture War Room [AWR] mengakibatkan terhambatnya akselerasi program Kostratani di BPP.

"Solusinya adalah melakukan kerjasama dengan Kemenkominfo terkait penguatan jaringan telekomunikasi dan melibatkan Brigade Pertanian serta peningkatan kompetensi melalui Bimtek dan pemanfaatan IT," kata I Wayan Ediana.

Pelaksanaan Bimtek dan pelatihan diidentifikasi BPPSDMP sebagai titik kritis ketiga, hal itu terkait pelaksanaannya menunggu penetapan KostraTani mengakibatkan pelaksanaan Bimtek tertunda. Solusi tepat adalah mengawal penetapan BPP KostraTani.

Titik kritis keempat adalah kegiatan pendampingan dan pengawalan terkait ketepatan waktu dan intensitas, akibatnya solusi permasalahan terlambat dilakukan. Solusinya adalah melakukan pengawalan dan pendampingan secara berkala.

"Pemantauan dan evaluasi dikenali sebagai titik kritis kelima, terkait ketepatan waktu dan intensitas serta pelaksana terlambat lapor pada aplikasi kinerja penyuluhan pertanian disingkat Apikluhtan. Akibatnya, terlambat memberikan rekomendasi sehingga data tidak ter-update pada Apikluhtan," kata I Wayan Ediana.

Langkah solusi, menurutnya, adalah melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala dari data dan informasi yang dilaporkan. Pelaksana juga harus melakukan pelaporan pada Apikluhtan secara berkala.

Pelaporan diidentifikasi sebagai titik kritis keenam, hal itu menyangkut ketepatan waktu dan kesesuaian data mengakibatkan data tidak real time dan tidak valid sehingga solusinya adalah melakukan update data dan informasi keadaan di lapangan secara real time di Kostratani. [Liene]

Surabaya of East Java [B2B] - Indonesian Agriculture Ministry anticipates Industrial Revolution 4.0 by preparing Auditor of Government Internal Control System or SPIP who understand agriculture and information technology, to control the risk of state losses for the implementation of duties and functions as well as programs and activities, for early detection of state financial irregularities, according to senior official of the ministry.