3.000 Hektar, Target Luas Tanam Bawang Merah Sumbawa

Indonesia`s West Nusa Tenggara Seeks to Meet the Needs of Shallots

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


3.000 Hektar, Target Luas Tanam Bawang Merah Sumbawa
PANEN BAWANG: Politisi PKS di Komisi IV DPR RI, H Johan Rosihan panen bawang bersama Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa, Sirajuddin dan para penyuluh di Desa Serading, Kecamatan Moyo Hilir, NTB [Foto: istimewa]

Sumbawa, NTB [B2B] - Pemerintah Kabupaten Sumbawa menargetkan luas tanam bawang merah mencapai 3.000 hektar untuk memenuhi kebutuhan Nusa Tenggara Barat (NTB) sehingga tidak bergantung pada suplai dari luar provinsi. Desa Serading di Kecamatan Moyo Hilir adalah satu sentra produksi bawang merah Sumbawa seluas 300 hektar, produktifitas rata-rata 14 ton per hektar.

Demikian target Bupati Sumbawa, HM Husni Djibril, yang  didukung oleh Anggota Komisi IV DPR RI, H Johan Rosihan saat panen bawang merah seluas 225 hektar di Desa Serading, Kecamatan Moyo Hilir, belum lama ini bersama Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa, Sirajuddin dan pihak terkait di Sumbawa di lahan bawang merah milik kelompok tani (Poktan) Buin Sepit.

"Di tengah pandemi Covid-19, petani didampingi penyuluh tetap semangat di lapangan untuk berusaha tani agar ketersediaan pangan, khususnya bawang merah terus meningkat. Mengingat bawang merah memiliki nilai ekonomis tinggi, sangat berpengaruh pada perekonomian daerah dan nasional maupun kesejahteraan petani," kata Johan Rosihan usai panen bawang merah di Sumbawa, belum lama ini.

Dia mengapresiasi petani bersama penyuluh setempat mendukung peningkatan produksi bawang merah, yang merupakan pangan pokok pemicu inflasi di tingkat daerah maupun nasional, sekaligus membuktikan petani Sumbawa khususnya Poktan Buin Sepit di Desa Serading mampu menghasilkan produksi bawang merah berkualitas seperti halnya di daerah lain.

"Serading dapat menjadi sentra baru bawang merah Sumbawa, karena berbeda dengan lokasi lain di Sumbawa, sehingga menjadi sumber pendapatan dan peluang kerja bagi penduduk setempat," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Dapil NTB I.

Penyuluh Pusat, Lilik Winarti di Kementerian Pertanian RI selaku pendamping kegiatan penyuluhan pertanian NTB mengatakan keberhasilan Sumbawa merupakan implementasi instruksi Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo agar petani didampingi penyuluh sinergi di lapangan meski pandemi Covid-19.

"Insan pertanian di seluruh Indonesia harus tetap bekerja dan produktif di tengah pandemi Covid-19, untuk memenuhi kebutuhan pangan sekaligus menangkal krisis pangan," kata Lilik Winarti mengutip Mentan Syahrul.

Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi mengingatkan tentang pentingnya menangkal virus Corona untuk selalu kenakan masker, hindari kerumunan, jaga jarak dan rajin cuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir sebelum dan setelah beraktifitas. 

"Lahan pertanian umumnya di zona hijau, didukung limpahan sinar matahari, diyakini virus Corona tidak berkutik. Asalkan jaga jarak, hindari kerumunan dan rajin cuci tangan pakai sabun di air mengalir. Petani dan harus sehat. Kalau sehat, stok pangan pun aman," kata Dedi.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa, Sirajuddin mengatakan bahwa hasil panen bawang merah di Serading mencapai 14 ton per hektar, sementara harga di tingkat petani sekitar Rp32.000 per kg tergolong menguntungkan petani Poktan Buin Sepit menggunakan varietas unggul Super Philip.

"Varietas Super Philip tergolong produktif dan banyak digunakan petani bawang merah lokal, karena cocok dengan kondisi lahan di Sumbawa dan produksinya tinggi, dan dukungan penyuluh setempat sangat menentukan keberhasilan produksi" kata Sirajuddin yang didampingi penyuluh Muhammad Samsul dari BPP Moyo Hilir.

Menurutnya, penambahan luas areal tanam bawang merah sebanyak 225 hingga 300 hektar pada 2020 maka total luas tanam di Sumbawa mencapai 3.000 hektar. Pemkab Sumbawa pun memberi perhatian serius pada pengembangan komoditas pokok tersebut. [Liene]

Sumbawa of West Nusa Tenggara [B2B] - Indonesian government through the agriculture ministry has developed shallots production centers in West Nusa Tenggara province as the buffer zone for improve welfare of farmers and the anticipation of the supply chain and expense transport which often trigger price increases in consumer level, according to senior official of the ministry.