Museum Tanah dan Pertanian `Saksi Sejarah` Peradaban Pangan RI

Indonesian Minister Inaugurated Bogor´s Agricultural Museum

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Museum Tanah dan Pertanian `Saksi Sejarah` Peradaban Pangan RI
GALERI KOMODITAS: Mentan Amran Sulaiman [kanan] mencoba alat giling kopi tradisional bersama Sekjen Kementan, Syukur Iwantoro [Foto: B2B/Mya]

Bogor, Jabar [B2B] - Pemerintah RI menyadari peran penting Museum Tanah dan Pertanian di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat sebagai ´saksi sejarah´ tentang berbagai kegiatan pertanian dan peradaban pada masa lalu hingga saat ini serta ilustrasinya pada masa yang akan datang, Kementerian Pertanian RI berupaya menampilkan informasi tentang sejarah komoditas pangan beserta peradaban yang menyertainya.

"Kementan menggarisbawahi peran penting museum ini sebagai saksi sejarah perjalanan panjang pertanian Indonesia dari masa lalu hingga hari ini, dan menuju masa depan. Pendirian museum ini dilakukan sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo dan sebagai tanggapan atas inisiatif para mantan menteri pertanian," kata Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman kepada pers usai peresmian dibukanya kembali Museum Tanah dan Pertanian Bogor, Senin [22/4].

Dia mengharapkan museum tersebut mendukung pelestarian dan promosi warisan pertanian Indonesia, dapat meningkatkan antusiasme dan kesadaran generasi muda terhadap pertanian nasional. Museum diharapkan terus dikembangkan merujuk pada perkembangan global.

"Museum ini juga akan menjadi ikon baru wisata pendidikan budaya di kota Bogor. Museum ini juga didukung pusat pengetahuan pertanian dan gedung e-Library juga telah selesai. Ini adalah perpustakaan berbasis digital yang berfokus pada pengetahuan pertanian," kata Mentan Amran Sulaiman.

Tampak hadir beberapa mantan menteri pertanian antara lain Sjarifuddin Baharsjah [1993 - 1998], Justika Baharsjah [1998], Suswono [2009 - 2014] dan Rusman Heriawan, mantan wakil menteri pertanian [2011 - 2014].

Pemasok Utama
Peran sektor pertanian Indonesia tidak hanya penting bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga bagi masyarakat global. Selama berabad-abad Indonesia adalah pemasok utama rempah-rempah ke seluruh dunia. Komoditas utama yang diperdagangkan di sepanjang Jalur Sutra, yang menghubungkan Asia Tenggara dan Eropa adalah pala, cengkeh dan lada.

Pada saat itu pala dan cengkeh bernilai lebih dari emas, sedangkan lada hanya terjangkau oleh kerajaan-kerajaan di Eropa. Beberapa catatan di museum ini akan mengingatkan kita tentang kontribusi penting perdagangan rempah-rempah terhadap budaya dan peradaban Indonesia.

Selama Administrasi Hindia Belanda pada pertengahan abad ke-19, mereka memperkenalkan sejumlah komoditas tanaman komersial untuk membuat dan membangun mesin ekonomi di wilayahnya yang akan dikhususkan untuk ekspor tanaman, termasuk tebu. Sekitar waktu itu, Indonesia adalah salah satu pengekspor gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba.

Pada awal 1920-an, terdapat 179 pabrik yang beroperasi, dan hasil [rendemen] gula mencapai 11% hingga 13,8%, produksi puncak mencapai 3 juta ton dan ekspor mencapai 2,4 juta ton.

"Fakta sejarah ini mengingatkan kita bahwa ketika sektor ini dikelola dengan benar, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi penghasil dan pengekspor gula utama di dunia," kata  Mentan Amran Sulaiman.

Bogor of West Java [B2B] - Indonesian government wish to underline the important role of this museum as a witness  to the history of the long journey of Indonesian agriculture from the past until today, and towards the future. The establishment of this museum was carried out in accordance with directions of President Joko Widodo and as a response to the initiative of the former agriculture ministers.

"This museum helps to preserve and promote our agricultural heritage. I do hope this museum could raise enthusiasm and the young generation´s awareness towards agricultural development in Indonesia," said Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman here on Monday [April 22].

Minister Sulaiman hopes the museum continue to be developed by referring to the most up to date developments worldwide.

"I believe this museum will also be a new icon of cultural educational tourism in Bogor city. In this occation, I also would like to inform you that the establishment of Agricultural Knowledge Center and e-Library Building has also been completed. It is a digital-based library focusing on agricultural knowledge," he said.

Important Role
The role of Indonesian agricultural sector is not only provital for Indonesian people, but also for the global society. For centuries Indonesia was the main supplier of spices to the rest of the world. The main commodities being traded along the Silk Road, connecting Southeast Asia and Europe were nutmeg, cioves and pepper.

At the time nutmeg and cloves were worth more than gold, while pepper was only affordable by the Royals. Some records in this museum will remind us about the critical contribution of spice trading to the culture and civilization of Indonesia.

During the Dutch East Indies Administration in the mid-19th century, they introduced numbers of cash crops commodities to create and establish an economic engine in its teritory to be devoted to export crops, including sugarcane. Around that time, Indonesia was one of the world´s second largest sugar exporter after Cuba.

In the early 1920s, there were 179 operating factories, and yield [rendement] of sugar reached 11% to 13.8%, peak production had reached 3 million tons and exports had reached 2.4 million tons.

"This historical fact remind us that when the sector is being managed properly, Indonesia has enormous potential to become a major sugar producer and exporter in the world," Minister Sulaiman said.