Septian dari Pacitan, Petani Milenial Bergelar Sarjana dan Tajir
Millennial Farmers are the Target of Developing Indonesian Agricultural HR
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Pacitan, Jatim [B2B] - Stigma tentang petani identik pada kebodohan dan kemiskinan ditampik oleh petani milenial. Septian Prasetya Utama dari Pacitan, bukti empiris sosok petani bergelar sarjana dengan pendapatan berlimpah [tajir] dari usaha tani dan kewirausahaan pertanian.
Septian dari Kecamatan Bandar di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur memilih pulang ke Desa Bangunsari setelah lulus kuliah, untuk menjadi petani. Dia tertarik pada pengembangan sistem pertanian terpadu sebagai milestone menjadi wirausahawan agribisnis.
“Petani identik dengan kemiskinan dan kebodohan adalah anggapan yang salah. Banyak petani bergelar sarjana dan hidup berkucukupan. Pertanian adalah usaha sangat mulia, paduan ibadah dan sosial yang menjanjikan hidup layak," katanya.
Tekad dan semangat Septian sebiduk sehaluan dengan harapan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bahwa kredibilitas generasi muda di bidang pertanian saat ini semakin berkembang. Mengingat generasi muda yang tumbuh saat ini berada di tengah teknologi komunikasi dan informasi yang makin canggih.
"Saya makin percaya anak muda yang mau terjun ke pertanian, punya peluang kehidupan dan ekonomi lebih baik. Apalagi memanfaatkan teknologi, maka dunia dalam genggaman kalian,” kata Mentan Syahrul.
Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi menambahkan bahwa Kementerian Pertanian RI khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) memiliki program strategis mencetak 2,5 juta petani milenial di seluruh Indonesia hingga 2024.
Tujuannya, kata Dedi, regenerasi dengan sejumlah strategi, utamanya menepis stigma tentang petani kumal dan kotor melalui pengembangan modern farming dan smart farming. Kehadiran Youth Enterpreneurship and Employment Support Services [YESS] yang dikolaborasikan dengan program Kementan diharapkan dapat mengatasi hambatan tersebut.
“Bicara hulu, mayoritas petani memiliki kapabilitas yang cukup. Persoalannya pada sektor hilir, petani kerap terbentur masalah distribusi produk hingga manajemen keuangan, sehingga Program YESS dapat mengatasi kendala dan tantangan tersebut," kata Dedi Nursyamsi.
Berbekal pelatihan, pendampingan dan insentif dari YESS dapat mendukung petani milenial membangun pertanian secara mandiri seperti halnya Septian Prasetya Utama, yang mengakui bahwa dukungan Pemerintah RI melalui Kementan cukup memadai.
"Tinggal petaninya, mau atau tidak memanfaatkan fasilitas yang ada, jangan berfikir mendapat keuntungan yang besar pada saat menanam, tapi berfikirlah ini cukup untuk kehidupanku dan keluargaku,” kata Septian.
Dia mengaku bahwa usaha taninya berawal dari minat pada sukses ayahnya, yang juga seorang petani. Diawali budidaya hortikultura dan tanaman pangan seperti kacang panjang, buncis dan bawang prei hingga padi, jagung dan kedelai. Juga ternak kambing memanfaatkan limbah pertanian mulai dari tebon jagung, tongkol jagung, kulit kedelai.
"Limbah tersebut saya cacah dengan mesin choper menjadi silase dan pakan fermentasi. Juga produksi pakan untuk dijual ke peternak lain," kata Septian.
Bersama sang ayah yang terlebih dahulu menggeluti pertanian, milenial kelahiran Desember 2000 mengolah limbah dari peternakan menjadi pupuk organik untuk menanam aneka tanaman, baik keperluan sendiri atau dipasarkan.
“Selain pupuk kandang, bahan lain yang saya gunakan adalah arang sekam, limbah organik seperti sampah dapur dan sisa pengolahan dari pertanian mulai sekam yang sudah membusuk dan lain-lain. Pokoknya jangan sampai ada yang terbuang, semua bisa dimanfaatkan, dari alam kembali ke alam,” tegasnya.
Komoditas unggulan yang dia kembangkan adalah cabe yang dikelola secara pribadi memanfaatkan greenhouse sekitar 0,5 Ha, daya tampung 10.000 kotak penyemaian berisi sekitar 400 polibag kecil, Septian dapat melakukan proses transplanting seminggu sekali. Bicara omset, milenial ini mampu meraih Rp75 juta per tahun.
Untuk pasar, hasil budidaya Septian telah merambah ke luar Pacitan seperti Wonogiri, Ponorogo hingga DI Yogyakarta melalui penjualan langsung maupun market place. Tak ingin sukses sendiri, Septian mendampingi beberapa petani yang kesulitan dalam tahap apa pun, mulai dari GAP, GHP dan pasca panen yang terpaku pada SOP. Dia juga bergabung pada beberapa Poktan dan Gapoktan seperti Poktan Tani Makmur dan Gapoktan Sari Mulyo, hingga P4S Sari Mulyo kemudian tepilih menjadi salah satu Duta Petani Milenial [DPM] yang dikukuhkan Kementan.
Sebagai DPM ia bertekad akan melakukan resonansi kepada generasi milenial di Pacitan, untuk membangun pertanian. “Kita buktikan bahwa dari kabupaten Pacitan akan lahir wirausahawan pertanian sukses.” [Nurlaily/Mac]
Pacitan of East Java [B2B] - Indonesian government in the next five years prioritizes the development of human resources that are ready to face globalization in the era of industrialization 4.0, carry out its role to develop millennial farmers who understand information and communication technology, according to the senior official of the agriculture ministry.