Lulusan Polbangtan Patahkan Stigma `Anak Petani Ogah Bertani`

Millennial Farmers are the Target of Developing Indonesian Agricultural HR

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Lulusan Polbangtan Patahkan Stigma `Anak Petani Ogah Bertani`
PETANI MILENIAL: Satria Ramanda Santoso lulusan Polbangtan Bogor pada 2021 mengembangkan potensi hortikultura Cianjur plus zucchini [terong Italia] sehingga menembus jaringan supermarket Mu Gung Hwa [MGH] di Jakarta [Foto: YESS]

Cianjur, Jabar [B2B] - Pertanian tidak menarik bagi anak petani adalah anggapan umum. Satria Ramanda Santoso mematahkan stigma ´anak petani ogah bertani´ dengan membuktikan dirinya ´like father like son´ meraih tongkat estafet dari ayahya, Santoso, untuk membangun potensi pertanian desanya di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Lulus kuliah vokasi, Politeknik Pembangunan Pertanian [Polbangtan] maka Satria memilih mudik ke Cianjur, untuk mengembangkan hortikultura unggulan Cianjur plus zucchini (terong Italia) yang digemari warga Jakarta.

Berkat hasil panen zuchiini plus kol, pakcoy, selada dan tanaman khas Cianjur pada lahan milik keluarga di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Satria berhasil meyakinkan pengelola jaringan supermarket Korea di Jakarta, Mu Gung Hwa (MGH) untuk memasarkan produknya. Persyaratan ketat dan belibet di MGH ditembusnya, sehingga memudahkan langkahnya masuk ke pasar marketplace [toko online].

Tekada dan langkah Satria tersebut sejalan seruan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bahwa pertanian adalah sektor yang menjanjikan, karena ditunjang alam, ketersediaan air dan sinar matahari. 

"Pertanian itu given dari Tuhan yang mengaruniakan alam dan musim yang baik. Sektor pertanian berurusan dengan ´perut´ sehingga dibutuhkan setiap hari untuk kelangsungan hidup manusia," kata Mentan Syahrul.

Menurutnya, pertanian dibutuhkan setiap saat yang melibatkan banyak pihak hingga menyentuh relung-relung negara dan pemerintahan serta dimensinya kuat pada rasa gotong royong dan aspek sosial lainnya, maka sudah tepat pertanian dikelola oleh generasi milenial.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengapresiasi kepada generasi milenial yang tak malu menyingsingkan lengan bajunya untuk bertani seperti halnya Satria Ramanda Santoso.

"Sudah saatnya anak muda melanjutkan tongkat estafet pertanian. Semangat jadi kunci bagi petani, termasuk petani milenial untuk terus produktif. Terlebih, pertanian kini menjadi bisnis yag menguntungkan. Tak repot lagi dikerjakan setelah ditopang teknologi informasi. Bisa dikendalikan dan dipantau smartphone," kata Dedi.

Ketertarikan Satria pada pertanian, tak lepas dari peran ayahnya, Santoso, petani sekaligus Ketua P4S Agro Farm Cianjur, yang berupaya menanamkan cinta pertanian pada putranya sejak usia belia 

"Sektor pertanian sangat menjanjikan. Jangan malu menjadi anak petani. Kamu harus membuktikan anak petani mampu menjadi petani sukses," kata Satria mengutip pesan ayahnya sebagai pemicu semangat.

Kepala Pusat Pendidikan Pertanian [Pusdiktan BPPSDMP] Idha Widi Arsanti menilai langkah Satria membuktikan bahwa sektor pertanian dapat dikerjakan siapa saja, khususnya generasi muda, dan Satria memberi contoh bagaimana mengelola pertanian secara bisnis yang berorientasi laba.

"Cirinya, dengan mengembangkan produksi bernilai tambah sebagai manifestasi pertanian maju, mandiri dan modern yang menguasai sektor hulu hingga ke hilir," kata Kapusdik Idha WA yang juga Direktur Program Youth Enterpreneur and Employment Support Services [YESS].

Satria, lulusan Polbangtan Bogor pada 2021 berupaya mengembangkan pertanian dari hulu ke hilir didukung kualitas dan kemasan yang dipersyaratkan jaringan toko internasional.

"Untuk meningkatkan nilai tambah, produk saya di-packing dengan label Satria Farm seperti selada, bila tidak dikemas harganya Rp7 ribu per kg, Kalau di-packing dalam kemasan 250 gram, saya jual Rp5 ribu," katanya.

Lahir dan besar di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Cianjur memberi peluang bagi Satria mewujudkan tekad dan ambisinya. Apalagi, Cianjur dikenal sebagai pemasok komoditas hortikultura unggulan ke Jakarta dan Bandung hingga ke mancanegara.

Bermodalkan uang saku kuliah, dia memulai budidaya hortikultura khas Cianjur plus zucchini [terong Italia], sayur dari spesies cucurbita pepo, kerap disebut summer squash karena berkaitan dengan squash lain seperti melon dan timun.

“Orang tua tidak memberi modal khusus, hanya uang saku, yang saya tabung untuk modal usaha. Usaha tani menjanjikan dan menguntungkan. Bisa dilakukan di mana saja dan tidak akan berhenti selama orang masih butuh makan," katanya.

Sebagai petani pemula, Satria meraih omset minimal Rp3 jutaan per bulan. Kini, produknya mengisi pasar online dan offline seperti supermarket MGH Jakarta, hotel maupun restoran terdekat hingga bermitra dengan Agro Segar, Sun Farm, Palm Maleber, Poktan Mandiri dan Sayur Pedia dan berencana bermitra dengan Sayur Box.

Satria pun tak segan berbagi pengalaman serta belajar dari petani lainnya melalui Pemuda Tani Sukowati, Palm Maleber dan Kelompok Agro Segar serta membantu petani sekitarnya untuk menerapkan pertanian hulu ke hilir. [Nurlaily/Mac]

Cianjur of West Java [B2B] - Indonesian government in the next five years prioritizes the development of human resources that are ready to face globalization in the era of industrialization 4.0, carry out its role to develop millennial farmers who understand information and communication technology, according to the senior official of the agriculture ministry.