96,7% Realisasi 2018, Pusluhtan Tingkatkan Kapasitas Pengelola Dana Dekonsentrasi 2019

Indonesian Agricultural Extensionist is Financed by the State Budget

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


96,7% Realisasi 2018, Pusluhtan Tingkatkan Kapasitas Pengelola Dana Dekonsentrasi 2019
Kiri ke kanan: Kepala Pusluhtan, Siti Munifah; Sekretaris BPPSDMP Kementan, Prihasto Setyanto dan Kabid Penyuluhan Dinas Pertanian Pemprov Bali [Foto: Penyelenggaraan Penyuluhan/Bima NS]

Denpasar, Bali [B2B] - Kementerian Pertanian RI khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian [BPPSDMP] berupaya meningkatkan kapasitas pengelola dana dekonsentrasi setelah realisasi penggunaan pada 2018 mencapai 96,7% dari alokasi anggaran Rp525,7 miliar kepada 5.517 kecamatan di 514 kabupaten/kota dari 34 provinsi. 

Hal itu dikemukakan Sekretaris BPPSDMP Kementan, Prihasto Setyanto mewakili Kepala Badan SDM Pertanian, Momon Rusmono  saat membuka ´rapat sinkronisasi dan koordinasi peningkatan kapasitas pengelola SMIPP´ yang berlangsung paralel dengan rapat koordinasi dana dekonsentrasi´ yang diikuti 225 peserta di Denpasar, Bali, Rabu malam [1/5] dan akan berlangsung hingga Jumat [3/5]. Tampak hadir Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian [Pusluhtan] Siti Munifah dan Kabid Penyelenggaraan Penyuluhan, I Wayan Ediana.

"Realisasi penggunaan dana dekonsentrasi 2018 hampir 100 persen atau tepatnya 96,7% namun jangan cepat puas, kita tetap harus meningkatkan kapasitas pengelolanya untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani sebagai indikator sukses kinerja penyuluh pertanian," kata Momon Rusmono seperti dikutip Prihasto S.

Sebagaimana diketahui, dana dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi, atau tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 

"Kegiatan dekonsentrasi yang dibiayai APBN bersifat nonfisik antara lain berupa sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survey, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian," kata Prihasto.

Siti Munifah menegaskan bahwa tugas dan fungsi penyuluhan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat untuk mengendalikan, sebagai jembatan antara pusat dan daerah. Hal itu menuntut sinergi penanggung jawab kegiatan/PPK [Kabid Penyuluhan/kepala UPTD/kepala seksi] hingga PPK di tingkat kabupaten.

"Hal ini penting karena hingga saat ini, apa pun anggaran yang masuk ke DIPA selalu fokus pada money follow program," katanya.

Dana dekon tersebut meliputi dukungan kinerja penyuluh melalui fasilitas biaya operasional penyuluh [BOP], honor bagi THL-TBPP, penumbuhan penyuluh swadaya melalui peningkatan kapasitas penyuluh swadaya), penguatan balai penyuluhan pertanian [BPP] melalui kegiatan sekolah lapang [SL], pengembangan korporasi petani, penyuluhan berbasis teknologi informasi hingga adaptasi teknologi spesifik lokalita di BPP.

"Setiap kegiatan dimasukkan dalam sistem evaluasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian disingkat Siluhtan yang sudah dibangun. Pengarahan kegiatannya juga harus bermuara pada industri," kata Siti Munifah.

Dia mengingatkan bahwa dana dekonsentrasi memanfaatkan anggaran negara yang mewajibkan bukti kegiatan secara fisik, audit dan evaluasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang dilakukan Pusluhtan setiap tahun. [Liene]