Sarjana Ilmu Politik

Acep Pilih Bertani ketimbang jadi Pegawai


Sarjana Ilmu Politik

 

NUR FAJARIYANTINI
Pranata Humas
Pusat Penyuluhan Pertanian

BPPSDM - Kementerian Pertanian RI



Editor: S PRADINI


PERTANIAN jaman wow alias jadul tidak menarik perhatian pemuda untuk menggarap sawah dan ladang milik orangtua mereka. Dalihnya sederhana sekaligus memprihatinkan: petani dipandang sebagai pekerjaan kurang terhormat ketimbang menjadi pegawai atau pedagang.

Pertanian jaman now berhasil membalik stigma tersebut berkat dukungan mekanisasi pertanian, jalan desa, irigasi, akses pasar, dan pinjaman modal di era Joko Widodo membuat banyak pemuda berbondong-bondong kembali ke desa.

Sebutlah misalnya Nur Agis Aulia, sarjana cumlaude dari Universitas Gajah Mada (UGM) memilih menjadi petani ketimbang menjadi pegawai BUMNm karena prihatin pada nasib petani Indonesia yang rata-rata hidup miskin.

Dia kini sukses mengembangkan sistem pertanian terpadu di Tangerang, Banten di kampung halamannya bersama pemuda setempat.

Kabar baik datang dari Kabupaten Bandung di Provinsi Jawa Barat. Adalah seorang Acep yang terlahir 30 tahun lalu dari keluarga petani di desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Acep adalah anak pertama dari pasangan Pak Odeh dengan Ibu Eni, yang menjadi inspirasinya untuk memilih menjadi petani.

Acep muda mengikuti jejak orang tuanya sebagai petani bawang merah.  Mengembangkan komoditas bawang merah menurutnya lebih menguntungkan, karena harga benih bawang merah lebih mahal dibandingkan bawang konsumsi. Untuk mendapatkan benih bawang merah di Kabupaten Bandung inipun tidak mudah.

Dengan bermodalkan keuletan dan tekad yang bulat, Acep merintis untuk menjadi petani bawang merah.  Saat ini Acep telah memiliki lahan seluas dua hektar yang saat panen mampu menghasilkan 10 ton per hektar.

Sebagai petani muda yang punya jiwa bisnis kuat, Acep tidak hanya mengembangkan bawang merah, dia menggerakkan kelompok taninya untuk mengembangkan komoditas kentang dan cabai merah. Bahkan produksi cabai sempat menembus harga Rp 50.000 per kg.

Sebagai warga negara yang baik, Acep memberikan dukungan penuh terhadap program-program pembangunan, seperti Program Upaya Khusus (Upsus).

Dukungan itu diwujudkan Acep dengan membudidayakan jagung hibrida dan kedelai. Untuk menekan kehilangan produksi yang berpengaruh pada kerugian pendapatan, Acep memadukan budidaya tanaman pangan dengan beternak sapi, kambing dan ayam.  Bahkan sapinya saat ini sudah berjumlah delapan ekor, kambing tiga ekor dan ayam sebanyak 50 ekor. Sistem ini biasa dikenal dengan Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System).

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Keinginan Acep untuk mengembangkan usaha pertanian bawang merahnya disambut baik oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bandung.

Tahun 2016 Acep didorong untuk mengikuti berbagai pelatihan agar kemampuan dan keterampilannya semakin bertambah. Topik yang diambil adalah penangkaran benih bawang merah, pasalnya ke depan bisnis bawang merah memiliki prospek yang baik dengan mampu menyediakan benih sendiri tanpa mendatangkan dari daerah lain.

Tak hanya itu, Acep juga mengikuti pelatihan tentang budidaya jagung hibdrida dan kacang kedelai agar produktivitas mendukung Program Upsusu meningkat. Tampaknya, Acep adalah pemuda tani yang tak cukup puas dengan yang dia dapat begitu saja. Acep berusaha mengambil kesempatan yang ditawarkan pemerintah daerah dengan sebaik-baiknya.

Terbukti tidak hanya bergerak di komoditas andalan pemerintah, Acep juga mendalami budidaya jamur tiram dengan mengikuti pelatihan yang disiapkan pemerintah daerah. Acep juga ingin menjadi seorang petani yang berada pada koridor pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan.  Keinginannya itu dimulai dengan kesadarannya untuk melegalisasi lahan yang dimiliki sehingga dia aktif mengikuti pelatihan registrasi lahan.

Pelatihan pestisida lahan juga diikuti Acep, karena dia sadar bahwa produknya ke depan mengarah pada produk organik. Semangat keriwausahaan Acep yang dibalut keuletan membuahkan hasil yang menggembirakan. Asep berhasil menjadi salah satu pemasok bawang merah untuk wilayah Jawa, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Pendapatannya dari hasil panen benih bawang merah menembus Rp300 juta per musim tanam dengan harga jual untuk benih bawang merah Rp30.000 per kg.

Acep kini menjadi pelopor penggerak pemuda tadi di sekitarnya. Dengan mengikuti jejak adiknya, Acep berperan aktif dalam organisasi. Acep didaulat sebagai sekretaris Poktan Tricipta yang beranggotakan 20 orang petani. Kelompoktani Tricipta saat ini mengembangkan komoditas bawang merah, bawang putih, kentang dan kubis.

Acep yang seorang sarjana ilmu politik bermaksud menerapkan ilmunya untuk berkiprah di sektor pertanian baik teknis maupun manajemen. (Adv)



Keterangan Foto: Acep di lahan pertaniannya di perbukitan di kawasan Bandung, sarjana politik yang memilih menjadi petani, dan pilihan itu pula yang membuatnya bertemu Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman (kemeja putih)

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis