Harga Sembako Ramadan - Lebaran Tidak Gaduh, Netizen dan Presiden Apresiasi Mentan

Food Supplies and Prices in Indonesia during Ramadan and Eid are Under Control

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Harga Sembako Ramadan - Lebaran Tidak Gaduh, Netizen dan Presiden Apresiasi Mentan
Sejak 2016 hingga saat ini Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Begitu pula jagung dari Amerika Selatan yang semula kuota impornya mencapai 3,6 juta ton, kini sudah tidak impor (Infografis: Humas Kementan)

"SELAMAT ya pak menteri pertanian Bpk Ir Andi Amran Sulaiman. Baru X ini menjelang Lebaran Idul Fitri tidak ada kegaduhan harga sembako. Sip," kata Netizen dari Lampung melalui media sosial pada Rabu (21/6) atau H-4 menjelang Idul Fitri 1 Syawal 1438 H.

Sehari kemudian pada sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka (22/6) Presiden RI Joko Widodo menyampaikan apresiasi serupa kepada menteri terkait khususnya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, yang dinilai berhasil mendukung suplai dan pengendalian harga bahan pokok dan cenderung baik selama masa menjelang Lebaran.

“Saya ingin memberikan apresiasi kepada menteri terkait, dengan pola yang sudah ada ini perlu dipertahankan dan disempurnakan lagi. Jadi menteri pertanian, menteri perdagangan dan Kapolri yang telah bekerja keras untuk stabilisasi harga kebutuhan pokok,” kata Presiden Jokowi.

Apresiasi dari rakyat dan kepala negara tersebut merupakan pengakuan atas kerja keras Kementerian Pertanian RI selama tiga tahun terakhir, setelah negeri ini sekian lama terbelenggu pangan impor seperti beras, cabai, bawang merah dan jagung, tapi sejak 2016 berangsur menekan kuota impor hingga mencapai titik nol pada tahun ini.

Kabinet Kerja di bawah kendali Joko Widodo - Jusuf Kalla dalam tiga tahun terakhir bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Begitu pula Kementerian Pertanian setelah berpuluh tahun kerap menerapkan kebijakan yang sifatnya 'terlambat' untuk memenuhi kebutuhan petani mulai dari bibit, pupuk, dan alat mesin pertanian (Alsintan) yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani baik jumlah maupun spesifikasi alat.

"Mentan Amran Sulaiman mengubah kebijakan anggaran pembangunan di kementerian, rasio semula 70 berbanding 30 dibalik menjadi 30% untuk kebutuhan internal dan 70% untuk mendukung kebutuhan petani," kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Agung Hendriadi melalui pernyataan tertulis kepada B2B belum lama ini.

Sebagaimana diketahui, alokasi APBN Kementan pada 2016 mencapai Rp31,51 triliun, namun karena pemotongan anggaran Rp3,88 triliun melalui APBN - Perubahan (APBN-P) berkurang menjadi Rp27,63 triliun, atau menurun 15,79% dibandingkan dengan anggaran 2015 yang mencapai Rp32,81 triliun.

"Penurunan anggaran tersebut disikapi oleh Mentan Amran Sulaiman dengan membuat terobosan melalui refocusing anggaran pada 2015 sebesar Rp4,1 triliun dan Rp4,3 triliun pada 2016," kata Agung.

Caranya? "Dengan memangkas biaya perjalanan dinas, anggaran rapat, biaya seminar, upacara peresmian dan belanja tidak efisien lainnya, kemudian digunakan untuk belanja barang untuk memberi bantuan kepada petani berupa alat mesin pertanian (Alsintan), perbaikan infrastruktur, bantuan perbanyakan benih, dan bantuan lainnya sehingga bantuan kepada petani terus meningkat meskipun anggaran menurun," kata Agung.

Tercatat dalam Laporan Keuangan Kementan bahwa total belanja bantuan pemerintah mencapai Rp12,08 triliun, yakni belanja barang bantuan pemerintah sebesar Rp7,11 triliun dan belanja bantuan pemerintah berupa uang senilai Rp4,96 triliun.

Agung memberi contoh, bantuan Alsintan yang umumnya setiap tahun hanya 5.000 hingga 6.000 unit, melalui refocusing anggaran meningkat signifikan hingga lebih dari 80.000 unit per tahun, maka hingga 2016 total bantuan Alsintan mencapai 288.642 unit.

Untuk mendukung pengadaan benih dan pupuk agar diterima petani tepat waktu dan sesuai kebutuhannya, Mentan Amran Sulaiman merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No 172/2014 dari lelang menjadi penunjukan langsung untuk pengadaan benih dan pupuk agar diterima petani secara cepat dan tepat waktu.

"Tikus tidak pernah mengatakan tunggu dulu tender, tikus tetap saja makan padi," kata Mentan Amran Sulaiman dalam berbagai kesempatan terkait latar belakang kebijakannya merevisi Perpres tersebut.

"Sistem pengadaan diubah dari yang tadinya tender kini menjadi penunjukan langsung, karena selama ini tender menjadi bancakan korupsi serta waktu banyak terbuang percuma. Kebijakan pertanian Indonesia membuat menteri pertanian dari negara tetangga terkejut, karena sebelumnya Indonesia menjadi negara sasaran ekspor beras mereka," kata Agung.

Terobosan Kementan berikutnya adalah kebijakan bantuan benih diberikan tidak di lokasi eksisting yang berdampak pada perluasan areal tanam.

Realisasi Produksi
Sejak 2016 hingga saat ini Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Begitu pula jagung dari Amerika  Selatan yang semula kuota impornya mencapai 3,6 juta ton, kini sudah tidak impor. Sementara kedelai yang dikenal sebagai tanaman subtropis masih menunggu model budidaya yang tepat agar menguntungkan petani dan harganya terjangkau konsumen.

Untuk ternak ayam, Indonesia sudah surplus produksi dan bahkan sudah mengekspor ke mancanegara, namun untuk ternak sapi masih dalam pengembangan pemetaan produksi mengingat geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Kendati begitu, kata Agung Hendriadi, gonjang-ganjing harga daging sapi dapat diminimalisir oleh kebijakan Mentan Amran Sulaiman yang mewajibkan daging beku impor didistribusikan ke pasar tradisional.

Mengantisipasi kebutuhan daging sapi dan meningkatkan populasi ternak sapi, Mentan melarang mengekspor semen beku (sperma sapi beku) yang dihasilkan oleh Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang, Bogor dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) di Lembang, Bandung dan Singosari, Kediri di bawah kendali Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, untuk dibagikan secara gratis kepada petani sebanyak 3 juta ampul semen beku kepada petani untuk mendukung keberhasilan program sapi indukan wajib bunting atau Siwab.

Hasilnya tergolong luar biasa, kata Agung, saat ini banyak peternak rakyat mampu memiliki sapi jenis Limosin, hasil persilangan melalui inseminasi buatan (IB) dari tiga juta ampul diperkirakan mampu menghasilkan maksimal 2,5 juta anak sapi (pedet) di seluruh Indonesia.

"CONGRATULATIONS to the agriculture minister Mr Eng Andi Amran Sulaiman. It was just now ahead of Eid the prices of staple goods does not burden the community. So nice," said netizen from Lampung province through social media on Wednesday (June 21) ahead of the the Eid al-Fitr Syawal 1, 1438 H.

At the plenary cabinet meeting at the Merdeka Palace (June 22), Indonesian President Joko Widodo praised the Trade Minister Enggartiasto Lukita, Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman and National Police Chief Gen Tito Karnavian, who successfully supported the supply of staple goods and controlled the price during Ramadan and ahead of the Eid.

"I appreciate the ministers and the police chief, the hard work must be continued and improved. So the agriculture minister, trade minister and police chief have worked hard to stabilize the staple goods prices," President Widodo said.

Appreciation of the people and head of state as recognition on the performance of agriculture ministry in the last three years, after Indonesia depends on imported food such as rice, chilli, onion and corn, but since 2016 Indonesia has gradually pressed import quota until zero in 2017.

The Working Cabinet of Joko Widodo administration for three years has worked hard to improve the people's welfare. Likewise, the agriculture ministry after decades has often applied policies that are 'late' to meet the needs of farmers such as seeds, fertilizers and agricultural machinery that are inconsistent with the needs of farmers, quantities and specifications.

"Minister Sulaiman changed the state budget policy for the ministry, from a ratio of 70 to 30 reversed to 30% for internal needs and 70% for farmers' needs," said spokesman of the agriculture ministry, Agung Hendriadi
through written statement to the B2B recently.

As is known, the allocation of state budget revenue and expenditure (APBN) for Agriculture Ministry in 2016 reached 31.51 trillion rupiah,  but because the budget cuts of 3.88 trillion rupiah through Revised State Budget (APBN-P) reduced to 27.63 trillion rupiah, or decreased 15.79% compared to 2015 budget that reached 32.81 trillion rupiah ($1 = 13,321.00 rupiah).

"The budget decrease was responded by Minister Sulaiman by refocusing the budget in 2015 by 4.1 trillion rupiah and 4.3 trillion rupiah in 2016," Mr Hendriadi said.

How? "Cutting the cost of business travel, meeting budget, the cost of the seminar, inauguration ceremonies and other inefficient spending, then used for agricultural machinery expenditure submitted to the farmers as central government grants, infrastructure improvements and free seeds so that government grants for farmers increases despite state budget decreases," Mr Hendriadi said.

Recorded in the financial statement that total government assistance spending reached 12.08 trillion rupiah, spending on goods amounted to 7.11 trillion rupiah and cash assistance reached 4.96 trillion rupiah.

Mr Hendriadi give an example, agricultural machinery that is usually only 5,000 to 6,000 units per year, but because the refocusing budget increased significantly more than 80,000 units per year or total 288,642 units in 2016.

To support the supply of seed and fertilizer can be given to the farmers on time as needed by the revision of Presidential Decree No. 172/2014 of the auction becomes the direct appointment for the procurement of seeds and fertilizer so that farmers received quickly and timely.

"Rats in the paddy field never told to wait tender, the mice still eat rice," Minister Sulaiman said on various occasions related background revising the regulation policy.

"The procurement system is changed from bidding to direct appointment, because the bidding has been corrupt and wasted time. Indonesian agricultural policy making agriculture ministers from neighboring countries by surprise because Indonesia has been known as a rice importer," Mr Hendriadi said.

Another breakthrough policy of giving aid rice seeds, corn, and soybeans are not in the existing location, to encourage the expansion of planting areas.

Realization of Production
Since 2016 until now Indonesia is no longer importing rice, as well as maize from South America which originally import quota reached 3.6 million tons and now zero. While soy known as subtropical plants are still waiting for the right model of cultivation in order to benefit farmers and affordable prices of consumers.

For poultry, Indonesia has surplus production and even exported to foreign countries, but for cattle is still in the development of mapping of production considering geographical as an archipelagic country.

Nevertheless, said Mr. Hendriadi, the price fluctuation of beef can be minimized by Minister Solomon requiring the distribution of imported frozen meat to traditional markets.

Anticipating the needs of beef and increasing cattle population, Mr. Sulaiman forbids exporting frozen cattle sperm produced by Artificial Insemination Center in Cipelang, Lembang and Singosari under the control of the Directorate General of Livestocks and Animal Health to be distributed free of charge to farmers as much as 3 million frozen semen ampoule to farmers support the program of the artificial insemination program for cattle or called the Upsus Siwab.

The result is remarkable, said Mr. Hendriadi, currently many people's farms have cattle like Australian cattle, interbreeding through artificial insemination of three million ampoules that is expected to produce a maximum of 2.5 million calves across the archipelago.