Organisasi Pangan PBB Apresiasi Presiden Jokowi Investasi Infrastruktur Irigasi
FAO`s Appreciated Indonesia`s Investment in Irrigation Helped Mitigate the Impact El Nino
Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Boyolali, Jawa Tengah (B2B) - Badan pangan dan pertanian PBB, Food and Agriculture Organization (FAO) mengapresiasi Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla melalui Kementerian Pertanian RI melakukan investasi yang cukup besar pada infrastruktur irigasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan pada sektor pertanian khususnya lahan padi, yang terdampak kekeringan lantaran fenomena El Nino tahun lalu.
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Mark Smulders mengatakan di Indonesia, kondisi kekeringan yang disebabkan oleh El Nino yang cukup kuat tahun lalu berkontribusi terhadap berlarutnya kebakaran hutan dan lahan gambut. Pada saat yang sama hal ini juga menyebabkan keterlambatan musim tanam substansial, dan kondisi kekeringan di bagian timur Indonesia. Secara khusus, dampak paling parah dirasakan pada produksi jagung di wilayah-wilayah yang lebih kering di Indonesia.
"Di saat yang sama, Kementerian Pertanian juga telah melakukan investasi yang cukup besar pada infrastruktur irigasi untuk membantu memitigasi dampak kekeringan pada sektor pertanian padi," kata Mark Smulders di Boyolali pada Jumat (28/10) dalam sambutannya pada pembukaan Hari Pangan Sedunia (HPS) 2016 yang ke-36.
Menurutnya, laporan-laporan dari Panel Antar Negara dalam Bidang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change - IPCC) secara jelas mengindikasikan bahwa dampak terhadap pertanian akan dirasakan lebih besar pada daerah-daerah dengan produksi marjinal. Kesepakatan Paris mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement on Climate Change - COP22) menyerukan akan aksi dalam bidang ini. Kesepakatan ini menyebutkan prioritas mendasar dalam menjaga keamanan pangan dan mengakhiri kelaparan, dan kerentanan khususnya sistem produksi pangan terhadap dampak merugikan perubahan iklim.
FAO mencermati bahwa seiring dengan berubahnya iklim, pangan dan pertanian pun juga harus berubah. Visi FAO bahwa perubahan iklim, kemiskinan dan kelaparan ekstrim haruslah dihadapi secara bersama-sama. Dan praktik-praktik pertanian berkelanjutan merupakan kunci untuk melaksanakannya. Kegiatan-kegiatan pertanian yang tangguh dan wujud pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dapat dikembangkan secara transformatif.
Generasi Muda
FAO menilai semua negara dan khususnya Indonesia harus mendorong agar pertanian menjadi lebih menguntungkan - tentuna pertanian harus lebih produktif - karena, apabila tidak membuat pertanian lebih menguntungkan, pemerintah tidak akan dapat mendorong generasi muda untuk mengembangkan lahan pertanian.
"Saat ini kita memerlukan generasi muda yang bersemangat untuk berkiprah di bidang pertanian serta mengenali fakta bahwa sektor pangan dan pertanian dapat memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga mereka. Jika kita tidak melakukannya, kita tidak akan memiliki kapasitas untuk memproduksi cukup pangan bagi generasi mendatang Indonesia yang terus berkembang dan terurbanisasi," katanya lagi.
Agar hal tersebut dapat terjadi, kita perlu melihat apa yang dibutuhkan untuk membuat pertanian kita lebih produktif dan menguntungkan. Semua hal mulai dari kepemilikan tanah, hingga pengenalan terhadap praktik-praktik pertanian yang inovatif, kebutuhan memperkuat sistem pangan dan rantai nilai, membutuhkan perhatian segera.
Singkatnya, kata Smulders, pemerintah dan para pemangku kepentingan harus mampu menunjukkan bahwa praktik-praktik pertanian berkelanjutan di Indonesia merupakan bisnis yang baik. Praktik-praktik pertanian itu dapat menghasilkan pendapatan yang baik dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat di Indonesia dan yang paling rentan adalah kaum miskin pedesaan. Hal ini merupakan hal yang penting untuk memastikan bahwa pangan yang cukup diproduksi oleh generasi yang akan datang.
Selain dari tantangan-tantangan perubahan iklim, kita juga perlu menggandakan produksi pangan di dunia yang terus berkembang. Hal ini juga untuk memastikan pangan yang cukup tersedia untuk menyediakan makanan yang cukup bagi populasi global sebesar lebih dari 9 miliar pada 2050.
"Pada saat itu, populasi Indonesia akan mencapai 300 juta orang yang mengharapkan untuk mendapatkan pangan yang lebih dan lebih sehat, yang memberikan beban yang sangat besar pada sistem pangan," kata Smulders.
Selain peningkatan produksi yang merupakan hal penting untuk penyediaan pangan bagi populasi yang meningkat, juga perlu memeriksa rantai pangan dengan hati-hati dan memastikan jumlah ketersusutan pangan, sampah pangan dan mendorong sistem pangan berkelanjutan. Hal ini merupakan tantangan lain yang membutuhkan perhatian lebih lanjut di Indonesia.
"Dalam konteks tema Hari Pangan Sedunia kita tahun ini, ijinkan saya menyimpulkan bahwa kita tidak dapat membiarkan dampak perubahan iklim menutupi visi kita semua mengenai dunia yang bebas dari kelaparan dan malnutrisi; Sebuah visi saat pangan dan pertanian berkontribusi dalam peningkatan standar kehidupan bagi semua orang, terutama mereka masyarakat yang paling miskin. Seluruhnya, tidak terkecuali."
Boyolali, Central Java (B2B) - Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) appreciates Joko Widodo administration through the Indonesian Agriculture Ministry did a substantial investment in irrigation infrastructure to anticipate the impact of drought on the agricultural sector, especially rice land affected drought caused by El Nino last year.
The FAO Representative for Indonesia and Timor Leste, Mark Smulders said in Indonesia, dry conditions caused by El Nino is strong enough last year to contribute to forest fires and peatland. At the same time it also causes a substantial delay in the planting season, conditions in eastern part of the country.
"Particularly hard hit was the corn production in drier parts of the country, while major investment by the Ministry of Agriculture in irrigation infrastructure helped mitigate the impact on the rice sector," Smulders in his speech here on Friday (10.28.16) at the 2016 World Food Day commemoration.
According to him, reports from the Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) clearly indicate that the impacts of climate change on agriculture will be felt more in areas with marginal production. The Paris Agreement on Climate Change (COP22) calls for action in this regard. It recognizes the fundamental priority of safeguarding food security and ending hunger, and the particular vulnerabilities of food production systems to the adverse impacts of climate change.
World Food Day 2016 highligt this fact that the climate is changing, and that food and agriculture must change too. FAO´s vision is that climate change, extreme poverty and hunger must be adressed together. And sustainable agricultural practises are key to doing so. Agricultural activities that are resilient and result in the sustainable management of natural resources can deliver the transformative change we so urgently need.
Young Generations
Furthermore, we must make agriculture more profitable (in addition to it being more productive). Because, unless we make agriculture more profitable, we will not be able to encourage future generations to invest in agriculture).
"We need the youth of today to be excited about being engaged in agriculture (and fisheries and forestry), and recognize that the food and agricultural sectors can provide a decent living to their families. If we don´t, we will not have the capacity to produce enough food for the growing and highly urbanized future generations of Indonesia.
For this to happen, we need to look at what it takes to make agriculture more productive and more profitable. Everything from land tenure issues, to the introduction of innovative farming practises, to the need of to strengthen the food systems and value chains, require urgent attention.
In short, we must demonstrate that engaging in sustainable agricultural practises (and in fisheries and forestry) in Indonesia is good business, and can provide a good income and sustainable livelihoods to some of the most vulnerable populations in Indonesia: the rural poor. This is essential to ensure that sufficient food is produced for future generations.
Apart from the challenge of climate change, we need to double food production in the developing world to ensure sufficient food is available to feed a global population of more than 9 billion by 2050.
"By that time, Indonesia´s population will have reached 300 million, and will expect to eat more and healthier diets, putting a tremendous strain on our food systems," Smulders said.
Hence, while increasing productivity is critical to feed a growing population, it is also important that we carefully examine the food value chains and make sure that we reduce food losses and waste and promote sustainable food systems. This is another challenge that requires further attention in Indonesia.
"In the context of this year´s World Food Day theme, let me conclude that we cannot allow the impacts of climate change to overshadow our vision of a world free of hunger and malnutrition; a vision, where food and agriculture contribute to improving the living standards of all, especially the poorest. No one can left behind."
